Deja Vu Golkar di Pentas Pipres

Kamis, 16 April 2009 – 20:43 WIB
JIKA tak ada aral luar biasa yang mendadak melintang, tampaknya   Susilo “SBY” Bambang Yudhoyono berpeluang besar kembali menjadi presiden priode lima tahun ke depanPerolehan suara partainya, yang 20% lebih dari semula 7,45% pada Pemilu 2004, meyakinkan bahwa ia disukai para pencontreng

BACA JUGA: Tiga Kejutan dalam Pemilu 2009

Memang mengagetkan mengapa melonjak spektakuler, tetapi sebetulnya tidak aneh mengingat capaian suara total Golkar dan PDIP menurun sekitar 12%
Sudah hukum alam, jika ada yang luruh pasti ada yang bertumbuh.

Barangkali, SBY tidak hebat-hebat amat

BACA JUGA: Berdebar Menunggu Kejutan Politik

Mungkin, sekali hanya karena pesaingnya, katakanlah tokoh figur ke 38 partai yang ada biasa-biasa saja, jika tak dikatakan sudah mengalami erosi
Megawati yang tadinya terbilang “kelas berat” ternyata lebih baik kabar dari rupa

BACA JUGA: Cerdas Tapi Tidak Mencerdaskan

Suara PDIP terus menurun dari 33% pada Pemilu 1999 menjadi 18% pada Pemilu 2004 dan sekarang, walaupun masih angka menurut quick count, menjadi hanya 14%-an.

Golkar mungkin sedikit berbedaPartai yang lolos pada Pemilu 1999, padahal sebelumnya dianggap berbau Orde Baru dan sebagian masyarakat menggugat supaya dibubarkan saja, ternyata meraih posisi keduaBahkan nomor wahid pada Pemilu 2004Proses menuju klimaks semestinya akan terjadi pada Pemilu 2009, tapi sayang “mesin partai” yang sempat memanas kembali dingin pada Munaslub Golkar akhir 2004 silam.

Terpilihnya Wapres Jusuf Kalla sebagai ketua umum Golkar pada 2004 itu di Denpasar, Bali, membuat “mesin partai” bagai dibongkar pasang, dan lalu itu tadi: rada mendingin“The Winning Team” yang dibangun Akbar diganti tim baru dan otomatis networking baru yang tak bisa full tancap gasAkselarasi pemanasan mesin pun kurang dimungkinkan karena JK lebih focus kepada kinerja Wapres, sehingga Golkar rada terabaikan.

Gelora karena kehendak tetap duduk di struktur kekuasaanlah sesungguhnya yang membuat peserta Munaslub Denpasar 2004 memilih JKLogikanya, JK sudah Wapres bahkan berhasil mendudukkan beberapa kader Golkar di kabinet SBY-JKTapi akibatnya Golkar sebagai mesin politik kurang dirawat untuk  menghadapi pertarungan pada Pemilu 2009.

Misalkan Akbar tetap terpilih menjadi ketua umum Golkar di Denpasar, barangkali konstelasi politik sejak 2004-2009 bisa menjadi lainMesin politik Golkar diyakini tetap panas, sebagai kelanjutan dari the winning team dari hasil Pemilu 2004Logikanya malah menaik pada Pemilu 2009Bukan malah meredup.

Jangan lupa kala itu masih ada Koalisi Kebangsaan yang disokong oleh Golkar, PDIP, PPP dan PDSModal utamanya pun sudah ada secara eksternal yang merupakan perjuangan Koalisi Kebangsaan.  Misalnya, Agung Laksono menjadi Ketua DPR dan Sutardjo Suryoguritno sebagai Wakil Ketua DPR, kendati yang mendominasi MPR adalah Koalisi Kerakyatan yang menempatkan Hidayat Nurwahid sebagai Ketua MPR.

Misalkan Akbar tetap menjadi bos Golkar, dan Koalisi Kebangsaan tetap hidup, sedikit banyaknya akan terimbas kepada eksistensi dan dinamika Golkar dan PDIP, baik sebagai partai maupun fraksi di DPRKemitraan Akbar-Mega diduga akan mekar dan menjadi modal utama menghadapi Pemilu 2009

Idealisme Akbar yang berkehendak memperkuat, baik Golkar dan  DPR sebagai institusi politik, tak berarti akan menjegal kebijakan kabinet SBY-JKTetapi lebih merupakan penguatan mekanisme check and balances yang diperlukan negara demokrasi sehingga kebijakan pemerintah tetap peduli nasib rakyat.

Performance seperti itu akan membuat masyarakat bersimpati kepada Golkar dan PDIPJika saja jarum sejarah bisa diputar, jangan-jangan pemenang Pemilu 2009 adalah Golkar dan PDIPRasa-rasanya, Golkar di tempat pertama dan runner up adalah PDIPPartai Demokrat diprediksi akan bersaing ketat dengan PKS.

Tetapi tidak ada “andaikata” dalam politikYang ada adalah realitas, yakni Akbar terlempar dari kepemimpinan GolkarAkhirnya, partai yang tadinya tidak mendukung SBY-JK malah berbalik mendukung karena bos Golkar adalah Wapres JKKemudian, seperti proses yang sudah dibeberkan: Golkar dan PDIP “jeblok” dalam Pemilu 2009Bukan menuju klimaksTapi antiklimaks.

Matahari & Rembulan

Sejarah memang tidak pernah berulang, jika dilakukan oleh para aktor yang sama tapi di waktu yang berbedaTetapi bisa saja terulang, jika susunan aktornya berubahMisalkan, posisi JK menjelang Pemilu 2004 digantikan oleh Akbar menjadi cawapres untuk capres SBY pada 2009 ini, bisa-bisa “déjà vu Golkar, 2004-2009) terjadi lagi.

Elit dan massa Golkar yang “kecewa” kepada kegagalan JK bisa beralih mendukung Akbar, persis seperti dulu mereka ramai-ramai mendukung JK dan meninggalkan AkbarApalagi calon Golkar kala itu adalah duet Wiranto-Shalahudin WahidDewasa ini pun, Akbar masih didukung di akar rumput Beringin yang digerakkan oleh DPD kabupaten-kotaMobilisasi dukungan terhadap Akbar akan mengalir, seperti halnya JK dielu-elukan di Munaslub Denpasar 2004.

Antiklimaks terhadap JK dan come-back-nya Akbar akan segera kelihatan jika Akbar diterima capres SBY menjadi cawapresFaksi-faksi di tubuh Golkar segera “menyatu” jika langkah itu yang ditempuh SBYSudah umum di panggung politik, ketika terompet kemenangan seorang tokoh terdengar, sekaligus juga merupakan terompet kekalahan bagi tokoh lainnya.       

Jangan lupa Akbar juga menjadi penasehat Barindo yang merupakan sayap informal Demokrat, dan Akbar banyak berkeliling Inonesia untuk BarindoIni membuat Akbar punya akses dan aksestable di Demokrat, yang berbeda dengan JK, karena sedikit banyaknya deklarasi JK yang siap maju menjadi capres dan bersaing dengan SBY menimbulkan efek tertentu di partai SBY itu

Bahkan, ucapan JK yang bilang bahwa jika ia yang memimpin negara ini akan lebih cepat dibanding duet lama adalah kata-kata bersayapDalam bahasa metaphor, seakan-akan ada dua matahari di atas langit

Penolakan PKS tentang kemungkinan koalisi Demokrat dan Golkar, mungkin bisa dipertimbangkan manakala aktor yang dicalonkan bukan JK, melainkan AkbarIkhtiar kembali membuka kasus Bulogate rasanya adalah amunisi sia-sia, karena Akbar sudah dinyatakan bebas murni oleh Mahkamah Agung.

Sukses menyelamatkan “perahu” Golkar pada 1999 dan 2004, adalah bukti bahwa Akbar mampu mengkonsolidasikan partai yang pernah diminta dibubarkan ituEeh, malah Golkar menjadi pemenang Pemilu pada 2004 silam, tapi di bawah JK bahkan “disalib” Demokrat pada 2009.

Akbar juga bukan tokoh yang meledak-ledak, tapi santun bak orang Batak-SoloIa suka mendengar dan karenanya didengarkanWalau “tersingkir” dari Golkar, ia tetap loyal dan tak reaktif mendirikan partai baru.

Dedikasinya di HMI, KNPI, Golkar, beberapa kali menteri dan ketua DPR RI, membuat pengalaman teknis dan operasional birokrasi dan parlementaris seorang Akbar akan melengkapi popularitas SBY yang terkenal dengan gagasannya yang segar dan merakyat.

SBY butuh seorang pendamping yang bisa menerjemahkan gagasannya, termasuk mengamankannya di parlemenJika SBY diibaratkan matahari, maka Akbar adalah rembulan

Pilihan SBY dalam memilih cawapres pendampingnya menjadi penting, karena pesaingnya kini sibuk konsolidasiSebutlah, kemungkinan poros PDIP-Gerindra-Hanura dan lainnyaPoros ini tak bisa dianggap enteng, karena dukungan Hanura dan Gerindra sebagai partai baru tetapi bisa lolos parliemantary threshold adalah “darah baru” yang belum lelah untuk berkeringat meraih partisipasi para pencontreng.

Risiko bagi SBY jika memilih Akbar, mungkin Golkar akan berbalik (atau kembali) ke poros yang dipimpin Megawati dan kini didekati oleh Hanura dan GerindraTapi tampaknya hanya sebagian elitnya sajaMassa Golkar, dan terlebih para pencontreng lebih cenderung berpihak kepad duet SBY-AkbarPersis ketika pada 2004 lalu, massa Golkar dan pencontreng pun meningalkan duet Wiranto-Shalahudin Wahid dan berpihak kepada SBY-JKDéjà vu? **

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejenak Ngobrol Letter of Credit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler