Sejenak Ngobrol Letter of Credit

Jumat, 27 Maret 2009 – 19:09 WIB

Regulasi dan pasar selalu berantem? “Kadang-kadang, ya!” kata seorang eksportirDia contohkan keharusan eksportir menggunakan L/C (letter of credit) yang membuat risau tersebut

BACA JUGA: Sejenak Ngobrol Letter of Credit

Maklum, peraturan Menteri Perdagangan telah mewajibkan sejumlah komoditas ekspor memakai L/C
Deadline-nya, 1 April 2009 untuk CPO dan produk pertambangan dan 31 Agustus 2009 untuk Cacao, Karet dan kopi

BACA JUGA: Siapa Capres Siapa Cawapres



Syahdan, memakai L/C memberi rasa aman karena importir mencairkan pembayaran pada bank (perwakilan) yang ditunjuk pemerintah di luar negeri
Uangnya tetap dalam rupiah dan pulang ke Indonesia

BACA JUGA: Koalisi Parpol Terubuk dan Puyu-Puyu

Tak bertahan di luar negeri berupa dolar, yang menguntungkan importirMaklum, negara mereka banyak yang mengalami kekeringan likuiditas gara-gara krisis Amerika Serikat (AS)

Kaum eksportir mendebat bahwa cost akan bertambah karena pembeli akan membebankannya kepada mereka sehingga pembayaran lebih lamaAkibatnya, daya saing kita melemah.  Padahal, banyak negara tak mewajibkan L/CTatkala kompetisi perdagangan internasional dalam merebut pasar kian tajam, Non L/C tampknya lebih strategisJangan lupa, jika importir bisa memililih hanya mengimpor dari negara yang menguntungkan merekaTentu, masih ada negoisasi yang win-win solution

Seorang eksportir bercerita, bahwa buyer Jepang biasanya suka diam jika pebisnis Amerika mengajukan hargaEh, si AS menyangka harganya terlalu tinggiSi Jepang masih diam sampai si AS memberi harga yang ia berkenan.  Buyer memang cerewetPengiriman harus tepat waktuProduk sesuai pesanan, baik jumlah dan mutu hingga soal ukuranJika tidak, mereka mengklaim, malah menolak kiriman dan ogah membayarnyaRugilah awak! Bahkan, hanya gara-gara packing (kemasan) barang yang diekspor tidak menggunakan bahan yang bisa didaur ulang (recycling), importir di Uni Eropa cenderung menolaknyaRepotnya jika kita menolak Non L/C, buyer asing berani beralih ke eksportir negara lain

Risiko politik dan ekonomi selalu adaTapi risiko itu, secara regulasi, bisa dijamin oleh Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI), BUMN milik Departemen Keuangan ituKasus-kasus gagal bayar memang domain ASEIJika semua persyaratan sudah oke, ASEI selalu membayar kasus gagal bayarJaminan ASEI itu perlu jika terjadi pergolakan politik atau perang di negara tujuan eksporAtau terjadi gara-gara dampak krisis keuangan finansial global, yang sekarang sedang mencekam dunia

Kenalilah Mereka

Mengenali mitra importir dan negara tujuan, apakah sedang perang, bergolak secara politik dan finansial, sangat pentingTinggal buka internet sajaTak perlu terbang ke sono
Dulu, negara-negara bekas pecahan Sovyet pernah diterpa gonjang-ganjing politik dan ekonomiJuga pernah mencekam Timur TengahPersis Indonesia di tahun 1965-1966 dan kejatuhan Orde Baru pada 1998 silam

Alangkah baiknya jika ada daftar kategori negara tujuan eksporMana yang berisiko dan sebaliknyaAda pula laporan monitor setiap negara termasuk regulasi dan perubahan regulasi perdagangan dan devisaSepertinya, ini adalah tugas KBRI yang dikoordinasi Departemen Luar Negeri dan Departemen KeuanganTapi berisiko atau tidak, tapi eksportir nasabah ASEI bisa di take over oleh ASEISehingga berbisnis dengan negara yang rawan berisiko sekali pun tetap saja aman, malah bisa meraih labaLain hal jika ASEI tak lagi seberdaya dulu, mungkin karena pengaruh krisis keuangan global yang merembes kian kemari.  

Selalu melekat pula keharusan efisiensiBiaya kolesterol, rampingkan sajaOtomatis harga jual lebih rendah dan berdaya kompetisiHarus diintip pula harga produk negara lain, lebih murah, lebih mahal? Mutu barang selalu terjaga dan konstanKalau hari ini berkualitas tapi lusa dikurangi, baik ukuran dan mutunya, mitra asing akan kehilangan seleraMereka bisa hengkang ke negeri lain, dan kita pun sepi iseng sendiriSudah itu, rutinitas pengiriman komoditas selalu on timeIbarat membaca koran mesti di pagi hariKalau loper datang kesiangan, pelanggan kecewa dan pindah ke koran lain.

                                   

Mak Comblang

Bagaimana dengan pameran di mancanegara? The firts is very difficultAturlah rapi jali stand, pelaksanaan, informasi hingga ke mutu produk terbaik, enak dipandang, nyaman dipakai dan harga bersaingAda jodoh, nego dan transaksi pun jadi deh.   Tapi mana ada sekali pameran saja, lalu nego dan transaksiTak kenal maka tak sayang, bukan?

Ada eksportir hendak mengiritLalu, memegang sendiri pameran itu, dan terpaksa bolak-balik ke berbagai negara, dan akhirnya besar pasak dari tiang.  

Tak ayal, peranan Mak Comblang yang bernama trading  house atau trader menjadi pentingMungkin, ini lebih efisien, meskipun ada fee yang harus dibayar

Ada kecuriaan bahwa jika bergantung kepada trader, pencari rente yang ulung, membuat eksportir tidak mandiriApalagi mata rantai dan biaya bertambah pulaHaruskah membuka perwakilan di luar negeri agar lebih irit?

Tampaknya, harus dihitung mana yang efisien menggunakan trader atau membuka kantor cabang sendiriJika opsinya membuka kantor cabang, bikinlah yang rampingTak kolesterol, baik personel dan bujetnyaSaya dengar, kantor Asian Agri di Singapura dan Hong Kong imut-imut saja, kok. 

Sesungguhnya menjadi eksportir penuh gairahDalam memburu informasi harga, apalagi di masa krisis keuangan finansial global ini, bisa saja fluktuasi harga bergelombang, kadang naik dan turun secara mendadak sontakMonitor melalui internet, sangat direkomendasikan

Rasa nyaman memakai produk pun menjadi arena persainganYang mengganggu kesehatan bisa menjadi isu persainganBahkan cara produksi yang kontroversial membuat kita teringat bahwa CPO yang berasal dari perkebunan sawit dianggap merusak lingkungan, harus dijawab dengan “piar” yang jitu

Akhirulkalam, jangan kaku dengan teoriToh, teori datang dari praktek yang siapa tahu sudah kunoLakukan saja terobosan baru, siapa tahu berhasilKecil-kecilan sajaJika gagal risikonya kecilJika berhasil, skalanya bolehlah diperbesar dan next, diperbesar lagi.**

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemilu 1955: Catatan Masa Bocah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler