"Jangan seperti sekarang, di mana Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan itu tidak bisa dijadikan payung hukum dalam membina napi teroris karena mereka beraksi dengan sangat sistematisKarena itu harus ada revisi," kata Patrialis Akbar, disela-sela diskusi bertajuk 'Perlu tidaknya remisi bagi napi', di kantor Kemkumham, Kuningan Jakarta, Selasa (12/10).
Dikatakan Patrialis, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa program lembaga pemasyarakatan yang saat ini berjalan tidak berpengaruh terhadap napi teroris
BACA JUGA: Korban Wasior Dibantu Kertas Bertulis Rp2 M
"Faktanya ada di antara pelaku teror saat ini yang ternyata juga melakukan hal yang sama sebelumnyaFaktor internal lainnya yang juga menjadi keprihatinan Menkumham adalah soal sumberdaya manusia yang membina para napi
BACA JUGA: Bersaksi Bareng Wako, Anak Buah Ubah Keterangan
"Petugas lapas itu rata-rata hanya berpendidikan SLTA, sementara mereka harus berhadapan dengan para napi teroris yang berpendidikan formal relatif jauh lebih tinggi dan ditambah dengan bekal 'cuci otak' yang diberikan oleh pimpinannya masing-masing," ungkap mantan anggota Komisi III DPR itu.Sementara narapidana teror itu, kata Menkumham memerlukan terapi khusus untuk mengembalikan sikap hidup dan prilakunya sesuai dengan agama, etika, estetika dan koridor hukum yang berlaku di masyarakat.
"Undang-undang pemasyarakatan yang ada sekarang belum memberi ruang yang memadai bagi pemerintah, khususnya lembaga pemasyarakatan untuk melakukan terapi khusus itu bagi napi teror selama menjalani hukuman penjara," pungkasnya
BACA JUGA: Petani Gugat UU Perkebunan ke MK
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wako Bekasi Berkilah, Hakim Emosi
Redaktur : Tim Redaksi