jpnn.com, MALANG - Semangat menjaga aqidah umat muslim di Desa Sidoasri, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur tak pernah surut.
Sebelum Masjid Ibadurrohman berdiri pada 2004 silam, perjuangan menegakkan kalimat Allah sudah berlangsung sejak 1991 silam.
BACA JUGA: Kampung Minoritas Muslim: Simbol Tegaknya Antarumat Beragama
Cara yang dilakukan oleh seorang Much Tiksan adalah lewat Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) yang diinisiasi warga setempat.
===============================
Indra Mufarendra - Radar Malang
===============================
BACA JUGA: Berbentuk Masjid Nabawi, Lentera di Kampung Minoritas
Sore itu, Jumat (25/5), Ivan Ahmad Saputro terlihat asyik bercengkerama bareng teman-teman seumurannya di dalam Masjid Ibadurrohman.
Bocah kelas III SD V Tambakasri itu tengah menanti giliran untuk membacakan ayat suci Alquran dengan menggunakan pengeras suara masjid.
BACA JUGA: Ponpes Fasilitas Modern di Wilayah Pelosok
Sudah lebih dari setahun ini Ivan mengisi sebagian besar waktu sorenya dengan teman-temannya sesama muslim.
Hal yang mungkin tidak dia peroleh selama berada di sekolah, di mana mayoritas siswanya nonmuslim.
Di masjid yang juga menjadi TPQ itulah Ivan belajar membaca Alquran. Dia belajar di bawah bimbingan Much Tiksan, pria yang juga menjadi salah seorang perintis berdirinya Masjid Ibadurrohman.
Tiksan mengatakan, saat ini ada sekitar 14 anak yang belajar di TPQ asuhannya. Seluruhnya merupakan siswa sekolah dasar (SD). Selama Ramadan, kegiatan mengaji di TPQ dilakukan setiap hari. Antara pukul 15.00–17.00.
Sementara di luar Ramadan, agenda mengaji hanya libur pada hari Senin dan Kamis.
”Di hari Kamis, kami biasa mengadakan tahlil keliling ke rumah-rumah warga,” ujar Tiksan.
Dia mengatakan, saat ini anak-anak muslim Desa Sidoasri sudah cukup mendapatkan perhatian yang layak di TPQ Masjid Ibadurrohman. Kondisinya berbeda dengan ketika masjid belum berdiri.
Seperti diberitakan sebelumnya, Masjid Ibadurrohman dibangun sejak 2003 lewat bantuan pendanaan dari donatur asal Arab Saudi. Masjid itu rampung dan bisa digunakan sejak 2004.
Tapi sebelum masjid itu ada, Tiksan bersama orang tuanya sudah merintis TPQ sejak 1991.
”Tempatnya ya di rumah yang saya tempati sekarang ini. Waktu itu, awalnya hanya ada delapan anak yang ngaji di sini,” kata dia.
Niatan Tiksan mendirikan TPQ tentu saja untuk membentengi akidah anak-anak muslim di Desa Sidoasri. Sebab, dia melihat ada banyak umat muslim di desa tersebut yang tidak melaksanakan ajaran agamanya dengan sungguh-sungguh.
”KTP-nya Islam, tapi jarang salat,” ujar Tiksan yang sehari-harinya menjadi petani ini.
Sejak awal, TPQ yang dia rintis itu tidak menarik iuran tetap. ”Ya, seikhlasnya saja orang tua siswa itu mau ngasih berapa,” kata pria yang juga membuka usaha sampingan servis barang elektronik ini.
Saat ini, Tiksan tidak sendirian mengurus TPQ. Sebab, sedikitnya ada lima warga yang juga jadi pengajar bagi anak-anak TPQ.
”Selain Alquran, kami juga memberikan materi fikih kepada anak-anak,” ungkapnya.
Selama mengurus masjid juga TPQ, Tiksan tak pernah mengalami hambatan berarti. Untuk operasional misalnya, semua bisa di-cover kas masjid yang sumbernya dari donasi lewat kotak amal.
”Apalagi, waktu masih SMP-SMA, saya pernah mondok di PP Fatkhul Ulum Tirtoyudo. Di sana saya diserahi tanggung jawab merawat masjid. Jadi, saya tidak kaget lagi waktu diserahi tanggung jawab mengurus Masjid Ibadurrohman dan TPQ-nya,” ujar dia.
Kalaupun ada yang membuatnya sedih adalah setelah lulus SD, anak-anak biasanya tidak melanjutkan ngajinya di TPQ.
”Mereka harus sekolah di luar desa. Sebab, di sini hanya ada SMP yang dikelola yayasan nonmuslim,” ujar dia.
Pun demikian, anak-anak di Desa Sidoasri yang sudah SMP atau SMA (di luar alumni TPQ Ibadurrohman) biasanya enggan belajar di TPQ.
”Mungkin mereka malu kalau harus belajar sama anak-anak yang usianya jauh di bawahnya,” pungkas dia. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ponpes Kampung Minoritas: Sempat Dilarang Bangun Musala
Redaktur : Tim Redaksi