Di Masjid Buka Puasa, di Luar Pub Tampilkan Tari Erotis

Minggu, 22 Agustus 2010 – 12:36 WIB

Muslim Tamil dan India berusaha terus menjunjung toleransi keberagamaan di tengah persilangan budaya wilayah Little India, SingapuraMuslim di sana selalu berikhtiar untuk menjadi kelompok yang open minded terhadap kelompok berkeyakinan lain

BACA JUGA: 17 Tahun di Taman Lawang, Kini Merintis Jadi Pengacara

Berikut laporan wartawan Jawa Pos AHMAD AINUR ROHMAN yang minggu lalu berada di komunitas itu


Pukul 17.15 waktu Singapura

BACA JUGA: Cerita Sukses Rudi Salim, Pengusaha Muda di Dunia Maya

Sayup-sayup suara azan asar terdengar dari menara Masjid Abdul Gaffoor
Ratusan orang etnis Tamil dan India bersicepat memasuki masjid yang terletak di Dunlop Street, wilayah Ronchor Planning Area yang juga masuk kawasan Little India itu.  Begitu jamaah penganut mazhab Imam Hanafi tersebut rampung mendirikan salat, Muhammad Ali bergegas turun ke lantai dasar menuju dapur umum masjid

BACA JUGA: Ingin Punya Rumah Sendiri, Ingin Hidup 100 Tahun

Dia lantas mengambil centongTangan pria 60 tahun tersebut terlihat cekatan memasukkan bubur ke dalam puluhan kantong plastik merah di depannya
 
Ali adalah salah seorang takmir masjid yang didirikan pada 1907 tersebut"Tugas saya, salah satunya, membagikan bubur ini kepada jamaah yang hendak berbuka puasa," katanya kepada Jawa Pos, Senin lalu (16/8)
 
Ratusan jamaah yang selesai salat tanpa dikomando antre mengular untuk mendapatkan bubur yang telah disediakan pengurus takmirMereka tertib dan sangat tenangTidak ada aksi saling dorong dan sikut
 
Saat beberapa petugas pembagi bubur mengatakan bahwa jatah sudah habis, puluhan jamaah yang tidak mendapatkan jatah lantas balik badan dalam diamTidak ada protes dan keluh kesah
 
Sepuluh menit menjelang berbuka puasa, lebih dari 600 jamaah sudah duduk berhadap-hadapan di kursi memanjang yang disediakan takmirDi atas meja depan mereka tersedia berupa-rupa menu berbuka puasa.
 
Sajian utamanya adalah semangkuk bubur nasiJenis serupa dengan yang dibagikan selepas asarDalam bahasa Tamil, bubur nasi dengan campuran bawang bombay itu disebut Kanji-KanjiMinumannya berupa susu manis dengan ekstrak bunga mawarKurma dan pepaya juga tersediaJawa Pos yang ikut berbuka puasa sore itu juga mendapat bagian menu khas muslim Tamil dan India.
 
Sementara itu, di sekitar Masjid Abdul Gaffoor, aktivitas Dunlop Street mulai hidupKawasan yang sejak 1800-an menjadi salah satu pusat aktivitas pedagang Tamil tersebut mulai ramai oleh para pelancong dari seluruh duniaRestoran-restoran semakin riuhTempat-tempat hiburan malam menggeliat
 
Berjarak dua bangunan di sebelah utara Masjid Abdul Gaffoor, panti pijat yang berlabel pijat tradisional Thailand ramai dipadati pengunjungSetidaknya, terdapat tujuh panti pijat di jalan yang panjangnya hanya 350 meter tersebutSelain panti pijat, ada tempat pelayanan pengurusan badan dan fitness centre untuk para turis.
 
empat hiburan lain tidak kalah meriahPub-pub yang menyediakan tarian-tarian erotis khas Tamil dan India juga bertebaran di sekitar Dunlop StreetHanya membayar SGD 15"SGD 25 atau setara Rp 99 ribu"Rp 165 ribu, pengunjung bisa menikmati segelas bir dan menonton atraksi tari khusus dewasa itu.
 Memang, di Dunlop Street sangat banyak penginapan murah khusus backpackerKamar hostel backpacker biasanya berbentuk serupa asramaDalam satu kamar terdapat enam sampai delapan tempat tidur susunTarifnya relatif murah, SGD 25"SGD 28 (Rp 165 ribu"Rp 185 ribu) semalam.
 
Muhammad Ali menyadari lokasi masjid yang berada di tengah tempat-tempat maksiat tersebutSejak lama Dunlop Street dan bahkan Little India mengalami persilangan budaya seperti ituPara pelancong datang dan pergi, membawa dampak bagi komunitas yang mayoritas muslim di wilayah tersebut
 
"Namun, kami sadar atas kondisi ituMemang seperti inilah keadaannyaNuansa Ramadan, tampaknya, tidak terasa kecuali di dalam masjidTapi, justru inilah yang menguatkan iman kami," tegas Ali.
Pria yang mengaku sering berkunjung ke Jogjakarta tersebut mengungkapkan, seperti halnya negara lain, tingkat ibadah populasi muslim di seluruh Singapura bermacam-macamAda yang sangat taat beribadah, banyak pula yang Islam KTP
 
Populasi muslim di Singapura memang cukup besarDi antara 5 juta penduduk Singapura, diperkirakan 15 persen atau 750 ribu orang memeluk IslamJumlah tersebut hanya kalah oleh penganut Buddha yang mencapai 43 persen.
 
Muslim Singapura juga terdiri atas berbagai etnisAda Tamil, India, Melayu, Pakistan, dan sedikit TionghoaEtnis Tamil dan India menjadi pemeluk muslim terbesar dengan 17 persen populasi"Jadi, dengan jumlah itu, siapa pun bisa menjadi taat dan tidakBergantung masing-masing individu," kata Ali"Namun, dengan kondisi kebebasan seperti ini, kami merasa lebih sreg menjalankan perintah agamaTidak ada beban dan paksaan," tambahnya menunjuk banyaknya bentuk tempat maksiat di Dunlop Street.
 
Ali mencontohkan, salah satu pusat Islam di Singapura berada di Kampung Melayu (Melayu Village)Letaknya di wilayah Kampung GlamPada hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha, banyak pedagang Kampung Melayu yang berjualan aneka suvenir khas hari raya
 
Ironisnya, meski menjadi pusat umat muslim, Kampung Melayu juga sangat dekat dengan pusat prostitusi terbesar Singapura, Geylang"Tapi, semua itu tidak masalah bagi kami," ujarnya lantas tersenyum.

 Warga asing juga nyaman dengan kondisi Dunlop StreetMeski sebagian besar penduduk asli wilayah tersebut adalah muslim, kebebasan berekspresi tetap dijunjung tinggiMisalnya, yang diungkapkan Andrew MaviousPemuda 24 tahun asal Sydney, Australia, itu mengaku nyaman berada di komunitas Little India
 
Sudah seminggu ini Andrew menginap di 28 Hostel, penginapan murah di seberang jalan Masjid Abdul GaffoorNamun, dia tidak menemui sekali pun perilaku resek komunitas muslim di sana"Itulah yang saya suka dari SingapuraToleransinya sangat tinggi," ungkap petualang yang akan melanjutkan perjalanan ke Jerman dan Kanada tersebut

 Bukan hanya toleransi antarumat beragama yang dijunjung tinggi komunitas muslim Little IndiaDalam kelompok muslim berbeda mazhab pun, mereka saling bertenggang rasaMisalnya, saat salat asar di Masjid Abdul GaffoorTakmir di masjid yang menjadi situs monumen nasional Singapura itu membagi pelaksanaan salat jamaah bagi dua mazhab berbedaPengikut mazhab Syafi"i diberi kesempatan pertama pukul 15.49 waktu setempatPenganut mazhab Hanafi mendapat kesempatan kedua pada pukul 17.16

 "Tidak ada problemSebab, waktu asar memang panjangJustru dengan adanya perbedaan itu, kehidupan keberagamaan kami semakin indahKami saling menghargai," tegas Abdul Karim, salah seorang jamaah mazhab HanafiDia yakin, toleransi serupa terjadi di 69 masjid yang tersebar di antero Singapura(*/c5/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tetap Ngotot Di Perairan Indonesia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler