Ajaran-ajaran "Islam Tua" atau yang sekarang bernama resmi Badan Koordinasi Organisasi Kepercayaan Masade (BKOK) sudah ada sejak abad ke-17Bahkan, aliran kepercayaan itu pernah mengalami zaman keemasan
BACA JUGA: Dikenal Agak Temperamental, Sering Jaga Tanah
Laporan Wartawan JPNN KARDONO S
Zaman keemasan itu terjadi ketika imam besar "Islam Tua" dipegang Masade, yang juga dikenal sebagai pahlawan lokal terhadap penjajahan Belanda
BACA JUGA: Sehari-hari, Garasi Formula 1 Berisikan Lapangan Futsal
Penamaan Islam Tua pun terjadi pada masa MasadeBACA JUGA: Pemulihan Cedera Lebih Baik daripada di Amerika
Setiap daerah taklukannya berusaha diislamkanNamun, begitu memasuki Sangihe, para juru dakwah Ternate kagetSebab, ternyata di sana sudah ada Islam terlebih dahuluSempat terjadi ketegangan karena ritual Islam Sangihe dianggap berbeda dengan Islam TernateNamun, Masade berhasil membuat perjanjian dengan sultan TernateYakni, para juru dakwah Ternate bebas menjalankan tugasnyaDan, penganut Islam "asli Sangihe" bebas menjalankan kepercayaannyaUntuk membedakan, Islam asli Sangihe disebut sebagai Islam TuaArtinya, Islam yang lebih dulu ada di Sangihe"Jadi, kami tidak mengklaim lebih lama ada daripada agama IslamDulu, kami lebih suka menyebut diri sebagai salah satu aliran dalam IslamTapi, demi tertib administrasi dengan pemerintah, kami menerima disebut sebagai kepercayaan," jelas Kepala Seksi Kerohanian BKOK Hermanto Muly.
Selain itu, Islam Tua tersebut merupakan sebuah bentuk perlawanan terhadap ekspansi Kerajaan TernateArtinya, masyarakat Sangihe lebih suka berdiri sendiri daripada tunduk kepada Kerajaan Islam TernateDengan berani, penduduk Sangihe menyebut keyakinannya sebagai Slang Matatimade (Islam leluhur atau Islam Tua).
Dalam sebuah literatur sejarah Islam Tua yang dipegang Hermanto, tak disebutkan siapa yang sebenarnya menjadi pendiri ajaran ituHanya disebutkan bahwa pengaruh Islam di Sangihe muncul ketika masyarakat Sangihe bersentuhan dengan warga muslim Tiongkok yang berdagangPengaruh tersebut semakin kuat ketika ekspedisi besar dilakukan Laksamana Cheng Hoo
Setelah dari Filipina Selatan, para muslim Tiongkok tersebut sampai ke Sangihe"Saat itu, muslim Tiongkok yang ke sini rata-rata Syiah," tuturnyaSebagai penyederhanaan, Syiah memang lebih bersifat esoteris ketimbang SunniIni klop dengan agama lokal masyarakat Sangihe saat itu, yakni agama SundengLaiknya agama-agama lokal peninggalan dari animisme-dinamisme, agama Sundeng juga lebih bertitik berat kepada soal roh-roh gaibDengan pengaruh Islam Syiah, kepercayaan soal banyaknya dewa tersebut tereduksi menjadi tauhidYakni, hanya mengakui satu Tuhan Yang Maha Berkuasa
Karena itu, ketika Islam Ternate "yang Sunni" berusaha menaklukkan dan mengislamkan Sangihe, terjadilah resistansiItu terjadi seperti kepanjangan perdebatan yang terus terjadi antara Syiah-Sunni di dunia IslamNamun, setelah Eropa, terutama Portugis, mulai berekspedisi ke luar benua dan berkredo 3G (Gold, Glory, dan Gospel), Islam Tua kemudian bersentuhan dengan KristenSerombongan misionaris pun tiba di SangiheAlih-alih terjadi resistansi, justru terjadi asimilasiTerutama ketika ketegangan antara Islam Tua dan Islam Ternate semakin panasKarena kalah kekuatan, penganut Islam Tua berpaling ke para misionaris untuk mencari perimbangan kekuatan
Usaha itu berhasil karena Kesultanan Ternate tak pernah benar-benar bisa menaklukkan SangiheNamun, di sisi keyakinan terjadi asimilasi yang kuat"Ajaran utama kami adalah KasihKami harus mengasihi sesama manusia dan membantunya bila mengalami kesulitan, tak peduli apa pun agamanya," aku Hermanto.
Pada 1971, para penganut Islam Tua mengorganisasi komunitasnyaMereka menganggap ajaran yang dianutnya merupakan salah satu aliran dari IslamNamun, itu memancing reaksi keras dari umat muslim di sekitarYang paling ditentang adalah penggunaan kata IslamApalagi, penganut Islam Tua tak mengakui kitab suci Alquran. Dengan tidak mengakui Alquran sebagai kitab suci, tentu saja umat muslim tak terima penggunaan kata Islam dalam Islam Tua
Pemerintah pun bereaksi, berbicara kepada para tokoh Islam Tua dan meminta mereka untuk tak menyebut IslamUntuk itu, para penganut Islam Tua berada di bawah koordinasi Pakem (Penganut Aliran Kepercayaan Masyarakat)Pada 1978, Islam Tua bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan KebudayaanArtinya jelas, Islam Tua dianggap bukan sebagai agama, tapi hanyalah sebagai salah satu "kebudayaan"
Itu direaksi keras oleh para penganut Islam Tua"Ketika itu, kami hidup dalam ketakutanBeberapa kali kami dipanggil koramil (komando rayon militer, Red) dan sebagainya," kenangnyaSaat itu, Hermanto pernah berdialog dengan petugas Depdikbud saat itu"Kami bertanya, apa beda agama dan kepercayaan," urainya
Jawaban yang diterima dari aparat sangat menyederhanakan masalahMenurut aparat, agama mempunyai kitab suci, sedangkan kepercayaan tidakItu ambigu karena ada beberapa ajaran yang mempunyai kitab, tapi tak diakui sebagai agama di IndonesiaNamun, pada 1984, para penganut ajaran tersebut "menyerah" setelah sejumlah kesulitan mereka alamiMulai pernikahan yang tak pernah dilayani oleh aparat pemerintahan (seperti akta kelahiran dan akta nikah) hingga intimidasi fisikKarena dengan bersikap melawan justru tak ada manfaat yang diambil untuk kelangsungan hidup ajaran ini, akhirnya mereka menerima keyakinannya hanya dianggap sebagai kepercayaan, bukan agamaPada 26 Februari 1984, Islam Tua mengubah namanya menjadi Himpunan Penghayat Kepercayaan Masade
Bukan berarti setelah "menyerah" dan menerima diri sebagai penganut kepercayaan kesulitan-kesulitan yang mereka alami telah berakhirMasih banyak kesulitan yang terus dialami"Saya, misalnya, sering dicemooh "kok kamu tak mau beragama" ketika mengurus sesuatu," tuturnyaMaklum saja, dalam kolom agama di KTP Hermanto hanya ada garis datar
Kesulitan terbesar dialami anak-anak merekaAnak Hermanto yang kini duduk di kelas 1 SMP adalah contoh unik kesulitan merekaKetika SD, anaknya mengambil agama Kristen sebagai mata pelajaran agama yang harus diikutiKemudian, saat SMP ini, dia mengambil mata pelajaran agama Islam"Saya juga bingung sendiri dengan kondisi iniTapi, mau bagaimana lagiSebab, seorang siswa wajib mengambil pelajaran agama di sekolahKalau tidak ambil, tentunya tidak akan lulus," tuturnya
Bagaimana kondisi psikologi anaknya" Hermanto mengatakan, anaknya sering mengeluh kepadanyaSebab, apa yang diajarkan di sekolah berbeda dengan ritual sehari-hari di rumahnya"Dia sering mengeluh sendiriTapi, saya terus membesarkan hatinya," tambahnya
Hermanto juga berkisah bahwa tahun lalu ada anak salah seorang penganut kepercayaan itu mendapat intimidasi keras sehingga tak mau sekolahAnak yang masih bersekolah di kelas 5 SD tersebut dicerca oleh guru agama Islam "karena si anak memilih agama Islam sebagai salah satu mata pelajaran agama yang harus diikuti"Kiblatnya kok Filipina," ucap Hermanto menirukan ucapan guru tersebut
Menurut Hermanto, dirinya sampai turun tangan menyelesaikan masalah tersebutHanya, dia cukup pintar dengan tidak mengambil jalan konfrontatifDia merendah dan meminta guru tersebut memberikan "dispensasi" untuk memaklumi kondisi itu"Terserahlah, mau diberi nilai nol tidak apa-apa asal jangan diperlakukan seperti ituKasihan anaknya," katanya kepada sang guruMasalah itu pun selesaiSi anak kembali mau sekolah, sementara si guru memaklumi dan memberikan nilai minimal untuk bisa naik kelas
Bagaimana cara penganut kepercayaan itu menambah pengikut" Hermanto menggeleng"Tidak ada cara khususYang paling sering mendapat tambahan pengikut dengan cara kawinSebab, kami mensyaratkan tidak boleh ada pernikahan silang dengan penganut kepercayaan lainBoleh nikah, tapi harus masuk kepercayaan kami," imbuhnyaSelain itu, tentu saja dengan cara mempunyai anak sebanyak-banyaknya supaya kelangsungan kepercayaan itu tetap ada.
Tapi, pernikahan juga menjadi salah satu pintu keluar penganut tersebut memeluk keyakinan yang lain"Meski aturan kepercayaan seperti itu, namanya manusia, banyak penganut kepercayaan kami yang akhirnya pindah keyakinan karena pernikahan," ucapnya pasrah
Apakah ada penurunan populasi penganut kepercayaan tersebut" Hermanto menggeleng"Jumlahnya ya hanya sekitar itu-itu saja (sekitar 1.800-an, Red)Jumlah yang menikah dan pindah keyakinan lain berimbang dengan yang menikah kemudian memeluk keyakinan kami," terangnya
Hanya, dia mengakui bahwa jumlah mereka terus menurun bila dibandingkan dengan yang sebelum-sebelumnyaSaat ini, kata dia, di seluruh Sangihe terdapat 12 pengamarengSebagai penganut kepercayaannya, Hermanto tentu berharap bahwa keyakinannya itu terus ada dan semakin berkembangYang jelas, dengan kondisi seperti ini (kesulitan terhadap penganut kepercayaan dan anggapan sebagai sekte), Hermanto bersikap realistisYang dia minta pun sederhana, yakni segala kesulitan administrasi terkait kepercayaannya (seperti anak SD yang bingung harus mengambil mata pelajaran agama) bisa diatasi(kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Paling Enjoy jika Tahan 3,5 Jam tanpa ke Toilet
Redaktur : Tim Redaksi