Di tengah meningkatnya biaya hidup, banyak warga Australia di kawasan Toowoomba, negara bagian Queensland, yang saling bertukar pakaian untuk mengurangi pengeluaran.

Salah seorangnya di antaranya adalah Alison Howes yang selama enam bulan terakhir sibuk membuat program bertukar pakaian, khurusnya pakaian untuk bayi dan anak-anak.

BACA JUGA: Australia Bikin UU Baru demi Jegal Upaya Rusia Bangun Kantor Kedubes

"Banyak sekali hal yang dialami orang tua saat ini, pendapatan yang berkurang, pengeluaran yang bertambah," katanya.

"Program saling bertukar pakaian ini semakin populer karena biaya hidup semakin tinggi dan kita memerlukan pilihan lain seperti ini."

BACA JUGA: Polisi Hentikan Kasus Penganiayaan WN Australia kepada Warga Indonesia

Dengan menggunakan rumahnya sendiri, Alison menerima pakaian-pakaian yang sudah tidak dibutuhkan lagi.

Lalu warga yang memberikan pakaian tersebut akan mendapatkan kredit yang bisa digunakan untuk "membeli" pakaian lainnya.

BACA JUGA: Kemenko Perekonomian Dukung Australia untuk Keanggotaan Financial Action Task Force

"Saat ini saya sering kali terkejut kalau pergi ke toko dan melihat harga baju untuk anak-anak kita," katanya.

"Para orang tua sangat mendukung, mereka senang sekali bisa menemukan pakaian yang masih pantas bagi anak-anak mereka."

Cassandra Layton, seorang ibu dari dua anak balita mengatakan ada manfaat ekonomi dengan mengikuti program bertukar pakaian ini.

"Saya senang karena kita bisa membawa pakaian bayi yang sudah kekecilan, kemudian ditukar dengan pakaian yang lebih besar, seiring dengan bertumbunya mereka," katanya.

"Ini sangat menghemat karena tidak harus terus membeli pakaian yang nantinya tidak bisa dipakai lagi."Semakin meningkatnya permintaan

Sistem bertukar pakaian ini sebenarnya sudah dilakukan sejumlah komunitas di Australia, namun para pakar mengatakan media sosial membuatnya lebih populer.

"Kita melihat adanya pertukaran untuk pakaian orang dewasa juga. Sekarang semakin banyak muncul toko yang menjual kembali pakaian-pakaian bekas dengani kualitas yang masih bagus," kata Georgia McCorkill, dosen bidang fesyen di RMIT University di Melbourne 

"Jadi masuk akal jika kemudian berkembang ke pakaian anak-anak juga."

Mereka yang terlibat di Clothing Exchange, sebuah kelompok yang sudah berdiri di Melbourne dan Sydney sejak tahun 2004, mengatakan melihat meningkatnya permintaan pertukaran pakaian di berbagai kelompok umur.

"Mereka ingin lebih ramah lingkungan, mereka ingin hidup lebih berkelanjutan, dan tidak mau mengeluarkan dana terlalu banyak untuk membeli pakaian," kata Kirsten Fredricks, direktur Clothing Exchange . 

"Di Sydney, ada seorang ibu yang mengatakan tidak pernah mengeluarkan biaya untuk membeli pakaian untuk seluruh keluarganya selama 10 tahun terakhir.

"Artinya mereka bisa mengalihkan uang mereka untuk membayar cicilan rumah."

Kirsten juga mengatakan organisasinya mulai memperluasa program pertukaran pakaian ini ke kawasan pedalaman di Australia, tak hanya di kota-kota besar.Penjualan di toko amal juga meningkat

Toko-toko pakaian bekas milik lembaga amal yang dikenal dengan nama 'op shop' di Australia juga mengalami peningkatan penjualan, walau beberapa pembeli mengatakan harganya juga menjadi lebih mahal dari sebelumnya.

Salah satu jaringan toko milik lembaga agama Katolik, St Vincent de Paul's, di Queensland mengatakan mereka mencatat angka penjualan tertinggi dalam sejarah dalam 12 bulan terakhir.

Manajer operasional Drew Eide mengatakan toko-toko amal mereka semakin berkembang.

"Baru-baru ini kami penjualan kami naik 50 persen selama akhir pekan dan menjadi penjualan tertinggi yang pernah terjadi di Queensland selama sepekan terakhir," katanya.

Dr McCorkill mengatakan warga menjadi lebih memilih beli pakaian bekas atau bertukar pakaian, karena meningkatnya biaya hidup, selain juga berupaya selamatkan lingkungan dengan mengurangi sampah pakaian.

Diperkirakan setiap tahunnya 200 ribu ton pakaian bekas dibuang ke tempat pembuangan sampah terakhir.

"Khususnya pakaian anak-anak, karena pakaian mereka kadang banyak yang harus dibuang dalam jumlah besar setelah tidak digunakan lagi," katanya.

Ia mengatakan meningkatnya biaya hidup juga bisa membuat banyak komunitas yang melakukan perbaikan baju yang rusak.

Bagi Alisson, program pertukaran baju yang dilakukannya juga merupakan kesempatan untuk membangun komunitas.

"Dengan pertemuan kami bisa bertemu orang-orang baru, membangun komunitas, membangun jaringan yang kuat dan menemukan teman-teman baru dengan mudah," katanya.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Australia Keturunan Asia yang Memilih Kerja Bukan Jadi Dokter atau Insinyur Seperti Harapan Keluarga

Berita Terkait