Diambil Alih KPK jika Diserahkan

Selasa, 23 November 2010 – 09:22 WIB

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memberikan sinyal kesiapannya untuk mengambil alih perkara-perkara dugaan korupsi yang mandeg di kejaksaan dan kepolisian di daerahJuru Bicara KPK Johan Budi menjelaskan, pengambilalihan akan dilakukan jika prosedurnya terpenuhi.

Dijelaskan Johan, kasus dugaan korupsi yang bisa diambil alih KPK adalah kasus yang saat dimulainya penyidikan, KPK menerima laporan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

“Pengambilalhan ada mekanismenya

BACA JUGA: KPK Rahasiakan Hasil Sitaan dari Rumah Syamsul

Sudah ada SPDP-nya belum? Kalau sudah ada, kita bisa ambil alih dengan catatan, mereka sudah menyatakan merasa tidak bisa
Kalau tidak ada SPDP-nya, ya kita tak bisa tahu apa kasusnya dan bagaimana perkembangan penanganannya,” ujar Johan Budi kepada JPNN ini di gedung KPK, Jakarta, kemarin (22/11).

Johan memaparkan, jika kasus yang tersendat-sendat penanganannya itu ada SPDP-nya, maka akan dilakukan supervisi

BACA JUGA: Dipindah ke Cipinang, Gayus Pasrah

Mekanisme supervisi ini didahului dengan ekpos perkembangan penanganan perkara di gedung KPK
Dari ekpose itu akan diketahui apa saja hambatan-hambatannya sehingga prosesnya tersendat-sendat.

“Kalau sudah tahu apa hambatannya, kita tanya apa yang bisa kita lakukan

BACA JUGA: Jamaah Pulang, Kargo Naik 15 Persen

Ekspose itu bagian dari fungsi supervisi,” terang JohanKhusus kasus di Sumut, dalam kesempatan yang sama, Johan mengakui, memang banyak kasus dugaan korupsi yang terjadi di wilayah SumutYang sedang ditangani KPK adalah kasus Langkat dengan tersangka Syamsul Arifin, kasus dugaan korupsi dana bencana di Nias dengan tersangka Bupati Nias Binahati B Baeha, dan kasus dugaan korupsi APBD Pematangsiantar.

“Untuk Pematangsiantar kasus APBD 2007-2008, saat ini masih tahap penyelidikan,” terang JohanTerkait dengan fungsi supervisi, kemarin Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto menjelaskan, supervisi oleh KPK bisa langsung dilakukan dengan pihak kepolisian dan kejaksaanAlasannya, kata Bibit, memang sudah ada Memorandum of Understanding (MoU) antara KPK, kepolisian, dan kejaksaanJadi, selalu terbuka lebar peluang KPK mengambil alih kasus yang ditangani kepolisian atau kejaksaan“Kemungkinan selalu adaKita sudah ada MoU, tinggal mengembangkan saja,” kata Bibit.

Sebelumnya, Koordinator Divisi Korupsi Politik, Indonesia Corruption Watch (ICW) Ibrahim Fahmi Badoh mengajak para penggiat antikorupsi di daerah untuk terus menekan KPK agar mau mengambil alih sejumlah kasus dugaan korupsi, terutama yang melibatkan kepala daerah.

“Jadi sangat tergantung dari seberapa kuat tekanan masyarakat ke KPKSemakin kuat, maka semakin cepat KPK bergerak, seperti kasus Nias itu," terang Ibrahim Fahmi Badoh.

Dia mengatakan, mestinya KPK tidak perlu menunggu adanya tekanan dari masyarakatJika penanganan perkara korupsi oleh kejaksaan atau kepolisian daerah lambat maka KPK harus sigap“Apalagi jika alasan lambatnya penanganan itu tidak jelas, KPK wajib mengambil alih,” terangnya.

Kapolda Sumut Irjen Pol Oegroseno sudah menyatakan pihaknya akan melakukan komunikasi dengan KPK sebagai dua lembaga hukum“Bila perlu asistensi,” tegasnyaMenanggapi kemungkinan KPK mengambil alih kasus-kasus yang ditangani Sat III Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Dit Reskrim Polda Sumut, Kapolda menyatakan tidak keberatan“Silakan (kasusnya) ditarikDan targetnya harus tuntas, “ cetus OegresenoHal itu baru akan dilakukan bila KPK dan Poldasu sulit mencari solusi dalam menanggapi kasus-kasus korupsi dimaksud(sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tunjangan Pengamanan Perbatasan Cair


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler