Dicemooh, Dikejar Orang Bawa Golok, Akrab dengan Binatang Buas

Senin, 01 Agustus 2016 – 00:53 WIB
Dulhadi, sang penjaga hutan konservasi dan hutan lindung. Foto: Padang Ekspres/JPNN.com

jpnn.com - SOSOK Dulhadi, sang penjaga hutan konservasi dan hutan lindung terlihat biasa-biasa saja. Bertubuh mungil, sedikit bicara banyak bekerja. Tak sekadar moril dan materil saja dikorbankannya demi penyelamatan hutan dari pembalakan liar, bahkan nyawanya hampir  melayang ketika dikejar dengan golok oleh banyak orang. 

Arditono- Solok Selatan 

BACA JUGA: Kisah Mama Alegonda, Berjualan Sagu Demi 3 Anak Asuhnya

Dulhadi membentuk kelompok konservasi penyelamatan hutan lindung dan hutan konservasi tahun 2000, meskipun tak digaji siapapun. Dia tetap mempertahankan keasrian hutan melalui patroli sepanjang hutan ,tiga kali dalam sebulan. Upayanya itu, tak sekadar ditentang warga setempat, oknum pejabat, aparat, politikus, bahkan anak dan istrinya pun melarang.  

"Saya seringkali dicemooh, kerja tak dapat apa-apa, malah melarang orang buka hutan untuk berladang. Dasar kelompok konservasi gila, sok jadi pahlawan,” ujar Dulhadi mengutip kalimat yang mencemoohnya, kepada Padang Ekspres (Jawa Pos Group), Minggu ( 31/7) jelang keberangkatannya ke puncak Gunung Kerinci.

BACA JUGA: Kematian Suami jadi Titik Balik Kehidupan Sulastri

Dulhadi cerita, saat melarang warga mengunduli hutan konservasi dan hutan lindung, ia dikejar dengan golok. Berkat ketabahan dan kesabaran melakukan penyelamatan hutan sejak tahun 2000 bersama anggota kelompok konservasi, Dulhadi terima penghargaan Kalpataru dari Gubernur Sumbar tahun 2012. 

Selain itu, juga terima penghargaan desa biasa jadi desa model tahun 2013 dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)  dan tahun 2015, penghargaan kampung  iklim pun diraihnya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

BACA JUGA: Dilepas Dengan Upacara Pedang Pora, Kepergian Jonan Ditangisi..

Bagi Dulhadi, selelah apapun, jika dia memasuki hutan, hatinya akan senang. Hutan dan binatang buas sudah jadi temannya. Sebab, saat ia melakukan patroli  di kawasan hutan seluas 21 km banyak binatang buas yang ditemuinya. Baik harimau sumatera, beruang madu, rusa, tapir, ular piton dan binatang buas lainnya. Namun, binatang buas tersebut tak sekalipun pernah menyerangnya.  

Dua hari yang lalu, dia menemukan harimau sumatera yang sedang beranak di ladang warga di Jorong Bangun Rejo. Pemilik ladang dan warga setempat pun diingatkannya agar tak mengganggu anak binatang buas itu. Sebab, bila diganggu akan mendatangkan petaka.

"Sudah 16 tahun patroli di hutan, tiga kali dalam sebulan. Sehingga terjalin keakraban kami dengan binatang buas yang ada di dalamnya. Kami pun aman, baik siang maupun di malam harinya,"sebut pelopor kesejahteraan ekonomi ratusan KK di Jorong Bangunrejo itu.

Sebagai penyelamat hutan, tiap ada masalah ditangani sendiri, tak ada yang membantu menyelesaikan persoalan itu. Berkat kegigihannya menjaga habitat dan kelestarian hutan, Kelompok Konservasi Bangun Rejo mendapatkan program International Council for the Day of Vesak(ICDV) dibiayai bank dunia. 

Tahap pertama diterima Rp120 juta dan tahap kedua Rp100 juta tahun 2002. Dan tahun 2003 dana tersebut tak lagi didapatkan kelompok pengelola hutan itu hingga sekarang.

"Dana ini lemparan dari desa lain, karena 35 di daerah lain tak sanggup. Karena upaya kita menjaga hutan, akhirnya bank dunia menguncurkannya sewaktu Solsel masih bagian dari  Kabupaten Solok,"terangnya.

Katanya, selain mendapatkan dana dari bank dunia,  kelompok konservasinya juga mendapatkan dana hibah konservasi desa sebesar Rp 220 juta. Dana itu bukan dimanfaatkannya untuk biaya operasional pengawasan hutan. 

Namun, dibagikannya untuk 17 kepala keluarga (KK)  yang terlanjur merambah hutan berupa pinjaman modal usaha untuk menanam cabai, dan ternak sapi. Mulai dari Rp3 juta hingga Rp 8,5 juta perorang dengan ketentuan maksimal 2,5 satu tahun harus dibayar.

"Dari 17 KK  kita sarankan membeli sapi ternak dan diberi pinjaman Rp 7 juta. Kemudian warga harus mengembalikannya Rp 8,5 juta, dana itu dipinjamkan lagi untuk modal membeli sapi untuk puluhan warga miskin dan warga yang berminat beternak. Sejak 2003 hingga sekarang sapi di Bangun Rejo sudah capai 1.400 ekor,"katanya.

Kelompok konservasi juga membuat pagar hidup batas TNKS dengan ladang warga sepanjang 7 km dengan tanaman pinang tiga lapis berbaris, hingga mereka dirangkul pihak TNKS tahun 2008 lalu.

"Jalur batas tanaman pinang, tahun 2009 lalu diganti dengan pohon surian. Tiga baris ada fungsi masing. Baris ujung atau utama, tidak boleh ditebang. Baris kedua untuk kegiatan sosial, bila ada untuk bangunan umum dan bedah rumah warga miskin. Bagian lapis tiga, untuk aset pengelola konservasi," jelasnya.

Ketua Kelompok Tani Mekar Berbuah, Witdodo mengatakan, sejak ada modal yang dipinjamkan oleh Kelompok Konservasi, ternak masyarakat semakin berkembang biak. Selanjutnya, masyarakat disarankan untuk membentuk kelompok ternak.  Seluruh kelompoj peternak juga diajak bekerja sama membantu pengamanan hutan . 

Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat (SPTNKS) Wilayah IV Solok Selatan, David, mengatakan, adanya kepedulian kelompok konservasi membuatnya merangkul kelompok itu pada tahun 2008. 

Dan tahun ini nama kelompok konservasi diganti dengan nama Masyarakat Mitra Polisi Kehutanan. "Meraka pejuang konservasi, dan pahlawan penyelamat lingkungan dan alam sekitar hutan dari ancaman bencana alam," tukasnya. (***/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rudi Soedjarwo Jual Rumahnya yang Megah, Rp 45 Miliar!


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler