jpnn.com - MAKASSAR - Percepatan penanggulangan kemiskinan di Indonesia, tidak lepas dari kebijakan pembangunan yang tidak mengejar pertumbuhan semata. Tetapi secara integratif dan komprehensif mendorong terwujudnya kesejahteraan bangsa.
“Upaya percepatan penanggulangan kemiskinan sesuai amanat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, ” kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri dalam Rapat Koordinasi Pengembangan SDM dan Pembangunan Kesos III Tahun 2014 di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (15/4).
BACA JUGA: Sudah Dipenjara, Rahudman Masih Walikota
UU tersebut, lanjut Mensos, menjelaskan berbagai program pembangunan kesejahteraan sosial (kesos) difokuskan pada penanggulangan kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana atau korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi, serta permasalahan sosial lain akibat dampak negatif perkembangan global.
Pada prinsipnya, karakteristik kemiskinan dan sebarannya tidak merata antarwilayah, maupun permasalahannya berbeda-beda di setiap rumah tangga. Sehingga memerlukan keterpaduan penanganan di berbagai tingkatan.
BACA JUGA: Gubernur Yakin Polemik Qanun Bendera Aceh Segera Selesai
Perkembangan permasalahan kesos yang semakin kompleks, tuntutan masyarakat terhadap orientasi kebijakan dan program pembangunan nasional bertumpu pada keadilan untuk semua, serta melindungi hak asasi manusia.
“Dibutuhkan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan kesos yang didukung Sumber Daya Manusia (SDM) andal,” tandasnya.
BACA JUGA: Mayoritas Caleg Incumbent Bakal Kandas
Ke depan, menurut Salim, dibutuhkan orientasi pada Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera (Pandu Gempita) atau One Stop Services. Tentu saja, dengan jangkauan seluruh warga yang mengalami masalah kesos, sistem dan program kesos yang melembaga dan profesional, mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga serta masyarakat, serta menjadi isu dan sasaran strategis dalam RPJMN III dam Rencana Strategis Pengembangan kesos.
“Tahun lalu, Pandu Gempita ditetapkan di lima kabupaten/kota sebagai lokasi pilot project, yaitu Kota Payakumbuh, Kota Sukabumi, Kabupaten Sragen, Kabupaten Berau serta Kabupaten Bantaeng,” sebutnya.
Dalam unit Pandu Gempita, diintegrasikan pemberian pelayanan sosial kepada penduduk miskin dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) secara terpadu, yang mencakup pelayanan di bidang Pendidikan, Kesehatan, Sosial Ekonomi, dan Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha serta Relawan Sosial.
Didukung Pemerintah Daerah (pemda) di lokasi tersebut dan secara bertahap pelayanan sosial terpadu bisa diwujudkan dengan penyediaan gedung tersendiri, sistem IT memadai, maupun personel dari masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Upaya penanggulangan kemiskinan, juga didukung oleh perkembangan Program Keluarga Harapan (PKH). PKH sebagai salah satu bentuk kebijakan dan program perlindungan sosial yang dimulai sejak 2007 telah memperlihatkan hasil menggembirakan.
Hingga 2013, PKH telah menjangkau 2,4 juta Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang tersebar di 334 Kabupaten/Kota dan 2.843 Kecamatan didukung oleh 11.132 tenaga Pendamping di seluruh Indonesia.
“Tahun ini, PKH ditargetkan menjangkau 3,2 juta RTSM yang tersebar di 497 kabupaten/kota dan 3.342 kecamatan dan didukung 14.432 tenaga pendamping,” ujarnya.
Hasil kajian dari Bappenas (2009), Bank Dunia (2010), dan Puslitbang Kemensos (2012), terjadi peningkatan akses dari RTSM terhadap dua jenis pelayanan dasar, yaitu pendidikan dan kesehatan, yang berdampak pada peningkatan capaian pendidikan, peningkatan status kesehatan ibu dan anak, maupun penurunan angka kurang gizi.
“BPS pada 2012 merilis jumlah kemiskinan sukses diturunkan meski sejak 2010 melambat, secara absolut menurun sekitar 1 juta penduduk miskin per tahun, ” ujarnya.
Ada tiga dimensi terkait kemiskinan sebagai masalah sosial, yaitu Pertama, kemiskinan dipicu oleh keterbatasan kualitas SDM, disebabkan oleh rendahnya kesadaran bersekolah khususnya perdesaan, tidak terjaganya ataupun tidak berkembangnya kearifan dan pengetahuan lokal, maupun pola hidup yang tidak sehat.
Kedua, keterbatasan infrastruktur, seperti fasilitas air bersih, jalan perdesaan dan irigasi, jaringan listrik, maupun pemukiman yang layak. Ketiga, hambatan ekonomi, seperti kurangnya diversifikasi keahlian, ketiadaan modal, ketidaklancaran arus barang karena minimnya infrastruktur, dan kewirausahaan yang tidak berkembang.
Pada 2013 dilaksanakan resertifikasi kepesertaan PKH hasil merekrut pada 2007. Resertifikasi pada tahun ke-6 kepesertaan yang akan menghasilkan dua bentuk implikasi. Pertama status transisi, yaitu RTSM masih dikategorikan dalam kondisi mengharuskannya tetap berada dalam program.
Untuk RTSM di tahun ke-6 masih dalam status transisi dimaksud di samping masih mendapatkan bantuan PKH, juga diberikan penguatan kapasitas keluarga dalam bentuk sesi pengembangan keluarga, meliputi empat aspek, yaitu pendidikan, ekonomi, kesehatan dan perlindungan anak.
Kedua status graduasi, yaitu RTSM yang dinyatakan “lulus” dan dirujukkan mendapatkan pelayanan lanjutan, berupa penguatan dan pemberdayaan sosial ekonomi melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi lainnya.
Acara Rakorbang yang dilaksanakan, menjadi bagian dari rangkaian kegiatan serupa di enam wilayah regional, meliputi Padang, Bandung, Yogyakarta, Banjarmasin, Makassar, serta Jayapura.
“Saya apresiasi jajaran Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Badiklitkesos), karena menjadi tahun ketiga diselenggarakan yang semakin strategis dan fundamental, khususnya dalam pengembangan SDM untuk pembangunan kesejahteraan sosial, ” tandasnya.(ris/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... FPI Ancam Segel Hotel Pelanggar Syariat
Redaktur : Tim Redaksi