Dipotong Pakai Cusa, Harus Rapi dan Tidak Berdarah

Sabtu, 30 Januari 2010 – 04:50 WIB
OPERASI - Tim dokter RSUD dr Soetomo Surabaya di ruang operasi donor, memperhatikan cara pemotongan hingga pencucian liver dan penutupan perut pasien. Foto: Nany Wijaya/Jawa Pos.
Tepat sekali mantan CEO Jawa Pos yang kini menjadi Dirut PLN, Dahlan Iskan, menganjurkan tim liver transplant RSUD dr Soetomo Surabaya agar belajar ke OOTC, Tianjin, TiongkokSebab, para ahli di center itu mengizinkan kami melihat dari dekat setiap tahap dalam transplantasi liver, baik pada donor maupun resipien (penerima)-nya.

Laporan NANY WIJAYA, Jawa Pos

TRANSPLANTASI
liver adalah pekerjaan yang rumit, detail, dan membutuhkan banyak ahli

BACA JUGA: Mirip Bengkel, Sehari Bisa Delapan Kali Transplantasi

Apalagi, yang diganti adalah organ sebesar dan sepenting liver
Pastilah ruang operasinya besar, peralatannya canggih, operasinya belasan jam dengan belasan ahli bedah dan anestesi.

Setidaknya, itulah yang ada di benak saya

BACA JUGA: Bermula dari Dahlan, agar Cangkok Hati Lebih Terjangkau

Saya tidak tahu gambaran para dokter yang bersama saya, karena saya tidak bertanya.

Ketika tiba di ruang ganti OOTC (Oriental Organ Transplant Center) yang terletak di lantai 12, saya yakin gambaran itu tidak salah
Sebab, di ruang ganti wanita saja, ada lebih dari 200 loker yang terbagi dua

BACA JUGA: Pernah Menolak Tawaran Tinggal di Negerinya Ronaldo

Satu loker di bagian depan, dekat rak sandalSatu lagi di belakang, dekat kamar mandi dan pintu ke tangga yang menuju ke ruang operasi di lantai 13Yang di ruang ganti pria juga begitu.

Seperti di rumah sakit lain, sebelum masuk kamar operasi OOTC, kita juga harus pakai baju dan sandal khusus kamar operasi, yang benar-benar bersihUntuk mendapatkan baju dan kunci loker, kita harus memintanya dari ibu penjaga ruang lokerSandalnya, bisa ambil sendiri di rak yang ada di samping loker depan.

Setiap orang berhak atas dua loker, yang nomornya samaSatu loker di ruang depan, satu lagi di belakangYang depan untuk menyimpan jaket, tas dan sepatuSedangkan loker belakang untuk baju dan perhiasanRuang loker yang di depan agak berbeda dari yang di belakang karena lantainya bertingkat duaAtas dan bawahJarak antara lantai atas dan bawah hanya 10 sentimeter.

Lantai yang bawah disediakan untuk kaki yang masih bersepatu atau sandal dari luarSedang yang atas buat kaki telanjang atau yang memakai sandal ruang operasiKarena kondisinya sangat bersih, sandal ruang operasi itu tak boleh menyentuh lantai yang bawah.

Antara ruang loker yang depan dan belakang, ada kamar mandi dan toiletDi kamar mandi itulah para dokter dan perawat selalu mandi dan keramas setiap kali selesai operasi, atau sebelumnya bagi yang merasa tubuhnya berdebu atau berkeringat saat tiba.

Pengalaman pertama kami - baik dokter pria maupun wanita - di ruang loker ini sama: terkaget-kagetSebab, para dokter dan perawat di sana berangkat mandi dan kembali ke loker dalam keadaan bugil, tanpa penutup apa punUntungnya, ruang loker pria dan wanita terpisah oleh tembok dan ruang ibu penjaga lokerJadi, tak bisa saling mengintipMeski begitu, tak ada dari kami yang berani mandi lantas lari bugil ke loker.

Setelah berganti dengan seragam ruang operasi yang berwarna agak kehijauan, kami ngumpul sebentar di ruang pertemuan yang tak jauh dari kamar gantiDi situ, kami ditemani dr Cheng Pan, salah seorang direktur transplantasi liver OOTCDi center itu ada 10 direkturEmpat direktur membawahi departemen transplantasi liver, dua untuk ginjal dan pankreas, satu untuk ICU, satu untuk anestesi, dan dua untuk ilmu penyakit dalam yang terkait dengan transplantasi ginjal dan liver.

Dengan dr Pan sebenarnya kami sudah bertemu, yakni saat perkenalan pada pagi harinyaTapi, belum sempat ngobrolKarena itu, momen menunggu persiapan pasien tersebut kami manfaatkan untuk ngobrol tentang transplantasi.

Sangat di luar dugaan kami, ketika ahli bedah yang pernah menimba ilmu di Amerika Serikat itu mengatakan bahwa transplantasi liver itu sulit"Tak mungkin bisa dilakukan oleh orang yang hanya mempelajarinya selama seminggu," kata ahli bedah andal itu.

Jujur, ciut juga nyali kami mendengar itu"Sangat discourage," komentar dr Philia, salah seorang ahli anestesi dan konsultan ICU dari SurabayaTetapi, akhirnya kami sadar, dia pasti tak bermaksud mengecilkan hati kamiNamun sebaliknya, menantang kami agar lebih serius ketika mempelajarinya dan tidak over confidence atau kelewat pede, sepulang dari OOTC.

Keyakinan tersebut terbuktiSelama kami di sana, dr Pan termasuk yang tidak pelit berbagi ilmu dengan kamiBaik selama di kamar operasi maupun di luarnyaTak lama berdiskusi, dokter andalan OOTC itu lantas mengajak kami ke ruang operasi di lantai 13Akses ke ruangan tersebut sangat khusus dan tak bisa diterobos orang-orang yang tidak berkepentinganTermasuk keluarga pasien-pasien VIP.

Di ruang operasi nomor delapan, kami melihat seorang lelaki tua yang sangat kurus sudah tergolek di meja operasiKulit perutnya sudah mulai disayat, tetapi rongga perutnya belum terbukaPasien yang kulitnya sudah sangat menghitam itu "ditangani" oleh tiga dokter sajaTepat di atas kakinya, ada seorang perawat kamar operasi yang bertugas melayani alat-alat yang dibutuhkan ketiga ahli bedah ituMisalnya gunting, benang, pisau bedah atau scalpel, kasa, spet, dan sebagainya.

Keempat orang itu melaksanakan tugasnya dalam posisi berdiriDan mereka akan terus berdiri selama operasi, yang rata-rata memakan waktu delapan jamSelain mereka, ada seorang dokter ahli anestesi yang duduk tak jauh dari kepala pasienSelama operasi, posisi duduk dan berdirinya di situ terusSebab, semua peralatan dan obat-obatan yang jadi tanggung jawabnya ada di sekitar kepala pasien.

Dan seorang perawat stand by, yang tugasnya mengambilkan tambahan cairan, obat, albumin, kasa steril, instrumen bedah, dan lain-lainBiasanya, dia itu dibutuhkan pada awal pembedahan dan di tengah-tengahnya.

Tak ada yang istimewa pada tahap yang sangat awal tersebutCara menyayatnya pun standarKarena itu, kami geser ke ruang sebelah, di mana donor beradaBapak itu akan ditransplan dengan liver dari donor hidup yang kabarnya adalah anak kandungnya.

Setiap ruang operasi di lantai 13 itu memiliki bentuk dan ukuran yang samaTidak terlalu luas, tapi tampak modern dan mewah karena dinding dan plafonnya berlapis bahan semacam epoxy berwarna abu-abu muda agak kehijauanBegitu pula lantainya yang berwarna biru terangPintunya memakai sistem geser, yang bisa menutup secara otomatisUntuk membukanya, cukup dengan menyentuhkan ujung sandal ke kotak stainless steel di ujung bawah bingkai pintu.

Peralatan operasinya? Wah dan mahalItu bisa dilihat dari merek dan bentuknyaHampir tak ada sarana operasi di situ, termasuk pisau bedah, gunting, dan klem-klem untuk operasinya, yang bermerk lokalHampir semua bikinan Eropa dan Amerika SerikatBegitu pula dengan obat-obatan dan cairan yang digunakan.

Semua atau 10 ruang operasi di lantai itu dilengkapi monitor, ultrasonografi untuk melihat aliran darah di pembuluh darah, dan alat rontgen ber-"lengan"Ketika kami masuk ke ruang sebelah, tampak seorang anak muda bertubuh kekar tergolek di meja operasi dalam keadaan lemas tetapi sadarDada, lengan, hidung, dan mulutnya juga masih "bebas"Artinya, belum disambung dengan jarum-jarum, alat-alat monitor, atau slang-slang pembiusanBahkan, kateter untuk kencing pun belum terpasangDan karena itu, meja operasinya belum ditinggikan.

Meja operasi di situ bisa dinaikturunkan dan dicondongkan ke arah kepala maupun kaki, sesuai kebutuhan dokterSaat persiapan, biasanya posisi meja masih rendahTetapi, setelah pasien dibius dan siap dibedah, biasanya meja dinaikkan sebatas dada ahli bedahnyaItu untuk memudahkan dokter menjalankan tugasnya.

Meski donor tersebut masih sadar, kami tak berniat mengajaknya bicaraApalagi, kami lihat mata lebarnya sedang asyik menjelajah ruangan dan alat-alat canggih di dekat kepalanya, yang pasti belum pernah dia lihat sebelumnya.

Dengan perawat yang sedang menyiapkannya pun, kami tidak berbicaraSatu-satunya komunikasi kami dengan perawat tersebut hanya terjadi saat kami masuk ruanganItu pun sebatas anggukan kepala.

Seorang perawat lain, lebih cantik, masuk ruangan, disusul seorang dokter yang masih sangat mudaDi center itu tak ada dokter atau perawat yang tuaHanya yang sudah berpangkat direktur yang umurnya di atas 40 tahunTak ada yang lebih dari 48 tahunProf Shen Zhongyang sendiri, Presdir OOTC, umurnya baru 48 tahunPara perawatnya lebih istimewa lagiMereka tidak cuma muda, tapi umumnya juga cantik-cantikPersis seperti komentar Pak Dahlan di buku Ganti Hati-nya.

Sesaat kemudian, anak muda tersebut mulai "ditangani"Tangan kanannya direntangkan ke penahan lengan di samping meja operasiDi pergelangan tangan itulah, jarum infus yang kepalanya memiliki tiga mulut kecil untuk memasukkan infus, obat, dan entah alat apa lagi, dipasangSedangkan tangan kirinya dibiarkan tergolek sejajar tubuhDi lengan atasnya hanya dipasang alat pengukur tekanan darah.

Lewat salah satu mulut jarum infus, dokter menyuntikkan sesuatu, yang saya kira adalah obat bius karena setelah itu si pasien tertidurSesudah itu, baru perawat memasang kateter kencingSeusai memasang kateter, perawat yang sama meletakkan dua ganjalan kecil di bawah lutut pasienSementara perawat lain memasang semacam bantal kecil di bawah punggung atas pasien, sehingga posisi dada pasien agak mendongak.

Setelah itu, dia meninggalkan ruang operasi sambil membawa selembar celana panjang dari bahan flannel, yang dikenakan si donor saat dibawa ke kamar operasi tadiItu hal baru bagi sebagian di antara kamiSebab, biasanya pasien sudah berpakaian khusus yang hanya bertali di bagian lehernya saat masuk ke ruang operasi.

Setelah itu, intubasi (memasukkan slang untuk pembiusan, untuk makanan dan bantuan napas) dilakukanDilanjut dengan pembiusan dan pemasangan drap (kain steril penutup bagian tubuh yang tidak dioperasi) yang berlubang kotak di bagian perut hingga ketiakSebelum itu, bagian perut hingga leher pasien sudah disterilkan.

Bagian tubuh yang tidak tertutup drap ditutup selembar plastik steril yang kedua ujungnya berkantongKantong-kantong itu berfungsi menampung darah yang mungkin meleleh dari tubuh pasien, saat insisi (penyayatan) dilakukan atau selama operasi berlangsung.

Berbeda dari kantongnya, bagian tengah plastik tersebut berperekat dan menempel relatif kuat di kulit pasienGunanya untuk melindungi sterilitas kulit pasien yang tidak ikut dibedahKarena menempel, saat dokter menyayat, plastik itu juga ikut robekNamun, posisinya tidak bergeserPinggiran bagian yang tersayat juga tidak menganga sedikit pun.

Dengan dipasangnya plastik itu, berakhir sudah proses persiapanDan dimulailah tindakan pembedahanTiga dokter yang melapisi seragam operasinya dengan gaun operasi disposable (sekali pakai) berlengan panjang, yang steril dan tahan air, mengambil posisi di kiri dan kanan pasienYang ada di kanan pasien, tempat di mana liver berada, adalah kapten pembedahanSedangkan dua yang di kiri yang membantu.

Sebelum ketiganya mengambil posisi, perawat yang bertugas melayani kebutuhan pisau, gunting, jarum, dan sejenisnya lebih dulu memposisikan diriSecara bertahap dan hati-hati, dokter mulai menyayat perut donor dengan irisan melintang dari pinggang kanan depan hingga pinggang kiri depanIrisan itu tidak lurus, melainkan agak melengkung ke arah uluhati.

Untuk memudahkan pemotongan livernya, dokter lantas menambah bukaan perut dengan melakukan irisan tambahan di tengah irisan tadi, vertikal ke arah uluhati.

Bagian perut yang sudah terbuka tersebut lantas dikuakkan menggunakan retractorAlat dari besi steril itu berbentuk lempengan pengait, yang bertumpu pada pipa-pipa tipis yang dirangkai di atas dada pasienKaki alat tersebut menempel dengan bantuan baut-baut kecil ke kaki meja operasi.

Besi penahan retractor itu hanya sebesar kelingking saya, tetapi kekuatannya sangat bisa diandalkanBuktinya, tidak roboh atau melengkung ketika disandari ahli bedah (bukan kapten)-nyaAlat sederhana bikinan Jerman tersebut memiliki arti pentingTanpa itu, mana mungkin dinding perut bisa ditahan dalam posisi menganga selama delapan hingga 12 jam.

Sebenarnya saya ingin membeli alat itu sebagai bagian dari persiapan untuk transplantasi liver perdana kitaSayang, tak terjangkau karena harganya sekitar Rp 200 jutaSemoga Pak Gubernur Jatim bersedia membelikannya, sehingga transplantasi liver bisa segera dilaksanakan di Surabaya.

Dalam waktu setengah jam, perut terbukaSeluruh isinya terlihat, termasuk liver donor yang berwarna merah jambu, montok dan mulus seperti pipi bayiItu menunjukkan liver tersebut sangat sehat.

Dengan tangan, dokter mendongakkan liverLantas mengambil kain steril yang sudah dibasahi untuk menutup usus pasien agar tidak tergores saat sang kapten membelah liverSetelah itu, baru dia memeriksa liver dan posisi pembuluh darah-pembuluh darah liver yang akan dipotong.

Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan dengan sangat hati-hati karena sangat menentukan kualitas potongan liver yang akan dipasang ke donor dan yang terpenting, nasib sang donor sendiri.

Kalau salah potong, bisa terjadi perdarahan hebat yang salah-salah bisa merenggut nyawa si donorTragis sekali kalau hal itu sampai terjadi, karena donor hidup biasanya orang sehat dan berusia produktifSebab, salah satu syarat untuk menjadi donor hidup adalah berusia di bawah 50 tahunSelain livernya harus sehat, tidak punya penyakit kanker yang bisa menyebar, diabetes atau gangguan jantung, paru, dan ginjalOrang berusia 55 tahun juga masih bisa jadi donor liver, tapi yang terbaik adalah yang di bawah 50 tahun.

Selain untuk menghindari perdarahan, mengetahui posisi pembuluh darah liver sangat pentingSebab, yang harus dibagi antara donor dan resipien (penerimanya) bukan cuma livernya, tapi juga pembuluh darahnya.

Seperti diketahui, liver terdiri atas dua bagianMasing-masing bagian disebut dengan lobusBesar kedua lobus itu tidak samaYang kanan lebih besar (65 persen) daripada yang kiri (35 persen)Kalau resipiennya bertubuh besar, yang diambil dari donor adalah lobus kananKalau kecil atau wanita, biasanya yang dipakai lobus kiriSedangkan anak kecil dan bayi, hanya dua segmen (sekitar separo) dari lobus kiriKeseluruhan liver memiliki delapan segmen.

Masing-masing lobus memiliki pembuluh darah sendiri, tetapi saling berhubunganTerutama cabang-cabangnyaBentuk dan jumlah cabang-cabang tersebut tidak sama pada setiap orangKarena itu, dokter harus sangat sangat berhati-hati dan jeli saat membelahnya, agar liver yang diberikan kepada resipien maupun yang ditinggal di tubuh donor sama-sama berfungsi dan hidup sebagaimana mestinya.

Liver adalah satu-satunya organ dalam tubuh manusia yang bisa tumbuh sendiriHanya, pertumbuhan kembali liver donor jauh lebih cepat daripada yang ada di tubuh resipienBahkan, dua hari setelah dipotong, liver donor sudah menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan kembaliDalam tempo dua tahun, liver donor sudah kembali utuh.

Pertumbuhan yang ada di tubuh resipien memang tak secepat ituTetapi, begitu pembuluh-pembuluh darahnya tersambung sempurna, potongan liver yang hanya separo (atau secuil pada anak-anak) itu sudah langsung berfungsiMaha Besar Tuhan!

Rumitnya pemotongan liver tidak hanya menyangkut pembuluh darah dan saluran empedunyaTetapi juga pada tepian potongan yang harus rapi dan tidak berdarahKarena itu, dianjurkan untuk menggunakan cusaPemotong liver yang mata pisaunya bukan metal, tapi berupa gelombang ultrasoundsAlat yang sangat mahal tersebut sudah dimiliki RSUD dr Soetomo Surabaya.

Kalau terpaksa, pemotongan bisa juga dikerjakan dengan pisau harmony, pemotong liver yang mata pisaunya metalTetapi, hasilnya tak bisa sebagus cusa.

Meski menggunakan cusa, kehati-hatian tetap menjadi suatu keharusan dalam membelah liver donorKarena itu, proses tersebut bisa memakan waktu hingga dua jamBahkan bisa lebih, kalau kaptennya belum betul-betul jagoan(bersambung/iro)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Laporan Khusus Lima Halaman di Koran Nasional


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler