BACA JUGA: Mulai 2011 Warga Bisa Melahirkan Gratis
Tak sedikit yang telah divonis, namun hal tersebut masih saja terjadi.Data yang dilansir Transparency Internasional Indonesia (TII), sepanjang 2004-2010 terdapat 1.800 kasus korupsi yang terungkap dan masuk pengadilan
Maraknya korupsi ini, kata Vidya, tak lepas dari pemberlakuan sistem Otoda
BACA JUGA: Separo Jemaah Haji Khusus Pulang
Selama 10 tahun terakhir sejak Otoda berlangsung, Indonesia sudah melahirkan 205 daerah baru, yang terdiri dari tujuh provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kotaBACA JUGA: Wajah Sumiati Akan Direkonstruksi Total
“Hal inilah yang diindikasikan menjadi sasaran empuk untuk memperkaya diri sendiri,” ujarnya.ProfDrAulia Tasman, guru besar Unja yang didaulat oleh TII sebagai panelis dalam seminar tersebut mengatakan munculnya mental korupsi bermula dari kewenangan tanpa batas yang dimiliki para pemangku kebijakan, eksekutif, dan legislatifMenurutnya, dengan kewenangannya, eksekutif dan legislatif, dapat merencanakan proyek hanya sekadar formalitas belaka
Tender proyekpun sudah dapat ditebak siapa yang akan memenangkanBahkan tak jarang anggota DPRD yang menjalankan tender tersebutDengan berpayung pada perusahaan yang notabene milik anggota dewan tetapi dikendalikan oleh orang-orang kepercayaan.
“Bagaimana tidak terjadi korupsi, jika para wakil rakyat yang terpilih menyusun dan merancang suatu peraturan daerah untuk melancarkan proyek yang sedang digarapnyaAPBD pun menjadi pundi-pundi kekayaan negara yang enak untuk dinikmati sendiri ataupun dinikmati beramai-ramai,” urainya.
Sehingga, katanya, tak heran di daerah banyak terdapat korupsi berjamaah, seperti yang terjadi pada DPRD Kota Jambi periode 2004-2005, dimana 35 anggotanya terjerat kasus video bagi-bagi uang.
Pemateri lainnya, Rois Solihin, Kabid Tindak Pidana Korupsi Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negara (MenPAN) mengatakan hal samaKatanya, selain APBD, anggaran yang kerap menjadi target korupsi di daerah adalah anggaran pemekaran daerah, anggaran pemilihan kepala daerah, anggaran penanggulangan bencana, dan anggaran kunjungan kerja.
Modusnya antara lain, penyelewengan APBD serta dana alokasi umum (DAU), penggelembungan dana dalam pengadaan barang dan jasa, pembuatan proyek-proyek fiktif, alih status prasarana sosial dan areal hutan, hingga penerimaan gratifikasi serta upah pungut
“Banyak temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengindikasikan banyak penggunaan anggaran tidak tepat sasaran,” ujarnyaBanyak juga pemda saat mengajukan rancangan APBD tidak didahului dengan perencanaan yang baikPenyusunan APBD oleh DPRD dan kepala daerah seringkali melahirkan proyek dengan pembengkakan dana, tanpa melihat kebutuhan masyarakat luas, nilai kegunaan dari proyek dinilai kurang bahkan terkesan menghamburkan uang rakyat.
Diterangkan, sering dijumpai rencana proyek pembangunan dan pelayanan publik yang diajukan oleh pemda hanya sekadar formalitas anggaranAkibatnya, pada saat proyek selesai dilaksanakan, ternyata tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan kebutuhan.(cr03)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhammadiyah Senang Busyro Ketua KPK
Redaktur : Tim Redaksi