Dolar Naik, Pengembang Kelas Atas Panik

Kamis, 27 Agustus 2015 – 06:59 WIB
Foto Ilustrasi.dok.Jawa Pos

jpnn.com - JEBLOKNYA nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menghantam sendi-sendi perekonomian di Indonesia, tak terkecuali sektor perumahan. Saat ini para pengembang terutama kelas menengah ke atas memilih wait and see.

Sedangkan pengembang kelas menengah ke bawah, tetap membangun karena efek dolar ke rumah murah tidak terasa. Bagaimana keadaan sektor properti di Indonesia, berikut wawancara wartawan JPNN.com Mesya Mohammad dengan Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin, Rabu (26/8).

BACA JUGA: Rupiah Lemah, Hati-Hati Membeli Properti

Sejak awal tahun nilai tukar rupiah terhadap Dolar terus melemah. Bahkan bulan ini terpuruk di angka Rp 14 ribuan, bagaimana pengaruhnya terhadap sektor properti (perumahan)?

Melemahnya Rupiah terhadap Dolar memang ada dampaknya bagi properti, khususnya properti yang mengandalkan impor. Sebab harga mengalami kenaikan, sementara daya beli masyarakat menurun. Informasi yang saya dapat, para pengembang khususnya menengah ke atas mengalami penurunan penjualan yang signifikan. Untuk rumah di bawah Rp 5 miliar, penurunannya 30 sampai 40 persen. Sedangkan rumah kelas atas (di atas Rp 5 miliar) penjualannya merosot hingga 50 persen. Ini memang mengkhawatirkan, karena pengusaha menengah atas mengalami kerugian yang cukup besar karena harus menutupi biaya pembangunan rumah yang besar.

BACA JUGA: Saya Ngurusi Orang Kasmaran

Bagaimana dengan pengembang menengah ke bawah?

Kalau pengembang menengah ke bawah yang rata-rata membangun rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)‎ justru tidak terkena dampak ini. Lantaran mereka menggunakan content bahan lokal seperti semen, besi, tukang, kayu, dan lain-lain semuanya produk lokal. Bahkan penguatan Dolar berimbas pada menurunnya harga content lokal. Anda lihat sendiri kan, saat ini semen dan besi yang merupakan bahan utama rumah harganya malah drop. Belum lagi untuk biaya tukang. Pengembang tidak membayar tukang dengan Dolar kan.

BACA JUGA: Sang Pengadang: Kalau Bukan Polisi, Warga yang Beraksi

Berarti harga rumah murah tidak akan naik?

Ya betul, harga rumah murah tidak akan naik. Pemerintah berupaya menjaga stabilnya harga rumah murah. Selain itu pemerintah memberikan intervensi untuk suku bunga kredit di kisaran lima sampai 10 persen. Kami juga memberikan kelonggaran untuk cicilan KPR dari 15 tahun menjadi 20 tahun.

Saat ini kebutuhan rumah kelas menengah ke bawah sangat besar. Besarnya pasar menengah ke bawah ini justru akan menguntungkan pengembang. Developer bisa membangun rumah lebih banyak tanpa takut rugi, lantaran biayanya tidak terlalu besar. Permintaan masyarakat juga besar.

Meski harga rumah murah tetap tidak naik, tapi bukannya daya beli masyarakat menurun?

Kalau data yang kami punya, daya beli masyarakat akan rumah murah tidak menurun. Grafiknya malah cenderung naik, ini dibuktikan dengan realisasi kredit FLPP. Hingga Agustus ini, dana KPR FLPP yang terserap sudah Rp 5,1 triliun. Dibanding serapan tahun lalu di bulan yang sama hanya Rp 4 triliun. Saat ini ada 76 ribu MBR menggunakan fasilitas KPR FLPP.  Selain itu ada 3,1 juta orang yang ternyata memiliki rumah lebih dari satu. Nah, orang-orang ini cenderung membeli rumah untuk investasi, makanya sekarang mereka memilih menahan diri tidak membeli rumah.

Sisi positif dari penguatan dolar ini, para pengembang kelas atas sekarang sudah banting stir membangun rumah murah. Saya contohkan Agung Podomoro yang akan membangun 32 towr rusunami di Cimanggis.  Nantinya ini akan diikuti pengembang besar lainnya, karena membangun rumah mewah untuk saat sekarang terlalu berisiko.

Kalau pengembang besar melirik rumah murah, apakah tidak akan mengancam pengembang menengah ke bawah?

Ya tidak lah. Mereka ini pasarnya berbeda dengan pengembang menengah ke bawah. Sebab, pengembang kelas atas pasarnya jelas, mereka condong membangun rumah vertikal (rusunami) yang modalnya lebih besar. Untuk rumah horisontal (rumah tapak), tidak disentuh pengembang kelas atas.

Apakah pengembang atas ini juga mendapatkan fasilitas pemerintah karena membangun rumah murah?

Pemerintah tetap akan memberikan fasilitas bagi pengembang yang membangun rumah murah untuk MBR, tidak peduli apakah dia pengembang besar atau kecil. Sebab, fasilitas yang diberikan itu jatuhnya ke MBR juga. Contoh kredit KPR FLPP untuk masyarakat berpenghasilan maksimal Rp 7 juta yang ingin beli rusunami. Pemerintah juga akan membantu dari sisi penyediaan utilitas berupa sarana dan prasarana perumahan seperti air bersih, jalan, dan lain-lain.

Yang perlu dicatat, banyak pengembang kelas atas masih berhutang kepada pemerintah. Sesuai UU Permukiman, pengembang kelas atas diwajibkan membangun rumah murah untuk program kawasan hunian berimbang. Jadi misalnya mereka membangun satu rumah mewah, wajib bangun tiga rumah murah dan dua rumah menengah.

Karena itu, saya mengimbau kepada seluruh pengembang kelas atas, sudah saatnya sekarang membangun rumah murah. Ketika Dolar naik dan Rupiah terpuruk, waktu yang tepat untuk menyelesaikan kewajibannya membangun rumah murah. Memang membangun rumah murah keuntungannya tidak banyak, namun UU sudah mengamanatkan untuk menciptakan kawasan hunian yang berimbang dan itu harus dijalankan oleh pengembang. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tahun Ini Sangat Pintar dengan IQ Tinggi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler