Saya Ngurusi Orang Kasmaran

Rabu, 19 Agustus 2015 – 06:09 WIB
Razman Arif Nasution. Foto: dok.Jawa Pos

jpnn.com - RAZMAN Arif Nasution menyatakan pengunduran dirinya sebagai kuasa hukum Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan istri mudanya Evy Susanti sudah final. Mantan pengacara Komjen Budi Gunawan itu pun blak-blakan ditanya pengalamannya selama mendampingi dua kliennya itu, yang sedang beperkara dalam kasus suap hakim PTUN Medan dan bansos Pemprov Sumut.

Berikut wawancara wartawan JPNN Soetomo Samsu dengan Razman Arif di Jakarta, kemarin (18/8).

BACA JUGA: Sang Pengadang: Kalau Bukan Polisi, Warga yang Beraksi

Apa yang Anda rasakan selama menjadi kuasa hukum Pak Gatot dan Bu Evy?

Saya merasa, selama mendampingi beliau berdua ini, bukan saja sebagai penasihat hukum, tapi juga seperti menjadi penasihat orang yang sedang kasmaran, antara Romeo dan Juliet. Ini perasaan saya ya, bukan tuduhan.

BACA JUGA: Tahun Ini Sangat Pintar dengan IQ Tinggi

Seperti apa sih hubungan asmara keduanya?

Ya menurut saya tidak penting, menurut mereka penting. Misalnya Bu Evy tanya, "Bagaimana keadaan Bapak di sana (Gatot di rutan Cipinang, red). Bagaimana belanjanya? Bagaimana makannya?". Pak Gatot sebaliknya, tanya," Bagaimana kabar Ibu? (Evy di rutan KPK, red). Mandinya air dingin ya?" Yang kayak gitu-gitu kan pusing saya. Di mana pun, namanya penjara, ya tak mungkin enak. Kalau enak bukan penjara, bukan tahanan namanya.

BACA JUGA: Saya Kecewa Berat di Riau

Itu juga menjadi alasan pengunduran diri Anda?

Ya mestinya, hukum ya hukum. Asmara ya asmara. Kalau hukum campur dengan asmara, ya susah. Saran saya, Pak Gatot mestinya bisa menempatkan diri sebagai gubernur yang punya kharisma, meski sedang menghadapi masalah hukum. Beliau harusnya fight menghadapi kasus hukumnya, jangan cengeng, hanya mendengar apa perkataan Ibu Evy.

Jadi begitu kental urusan asmaranya?

Begitulah. Yang ditanya bagaimana kesehatan Ibu Evy, bagaimana di kamarnya (ruang tahanan, red). Bagaimana saya harus menghubungkan keduanya. Jadi, pekerjaan saya melebihi dari obyek pekerjaan saya. Pak Gubernur harus menunjukkan kewibawaannya sebagai pejabat negara.

Ada alasan lain lagi?

Saya merasa Ibu Evy itu terlalu masuk hal-hal teknis penanganan perkara yang menjadi porsinya kuasa hukum. Misal terlalu mengarahkan saya, jangan begini, jangan begitu. Sementara, Pak Gubernur hanya apa kata Ibu Evy. Itu yang membuat saya gerah, yang membuat anggota tim saya gerah.

Anda menyebut kedua klien Anda itu tidak terbuka, bisa dijelaskan?

Pak Gatot dan Ibu Evy belum semua mau terbuka. Kalau seperti itu sikapnya, bagaimana saya bisa mendapatkan informasi detil tentang kasus ini. Bagaimana saya bisa mengambil langkah konkrit. Setiap saya tanya, bilang tak terlibat, tak terlibat. Tapai bagaimana mungkin tak terlibat kalau kejaksaan agung sudah mengambil langkah sejauh itu. KPK juga sudah punya rekaman. Saya tak mau menggadaikan integritas saya pada upaya pemberantasan korupsi. Yang saya butuhkan sebagai pengacara, harus jujur. Jujur kalau memang tak ambil, jujur kalau memang ambil, tapi harus dengan argumen, bukan sekadar kata-kata saya tak terlibat, saya tak terlibat. Ini yang membuat saya kewalahan. Sudah puluhan kasus saya tangani, ini yang sulit buat saya.

Tapi sebagai pengacara kan memang harus mengikuti kemauan klien?

Saya katakan mereka kurang terbuka. Saya harus bagaimana? Terakhir mulai mengarahkan saya, jangan bicara ke media, jangan begini, begini. Tidak bisa saya serta merta mengikuti kemauan klien, bahaya saya. Saya harus dengar keluhan-keluhan mereka, iya. Tapi kalau ngotot saya tak terlibat, saya tak terlibat, ya gak bisa begitu. Sebagai pengacara, saya harus punya kapasitas yang jelas, menjaga integritas yang jelas sebagai aparat penegak hukum.

Apa bedanya Ibu Evy dengan Pak Gatot dalam menghadapi kasus hukumnya ini?

Kalau Ibu Evy, beliau itu proaktif. Kalau Pak Gatot hanya menunggu. Pak Gatot menunggu bahasa Ibu Evy. Bisa kebayang nggak? Gubernur itu.

Anda sebenarnya pesimistis bisa memenangkan perkara ini?

Saya tidak mengatakan bahwa beliau bersalah. Tapi saya sulit untuk meneruskan kasus ini (sebagai pengacara Gatot dan Evy, red). Saya ini petarung. Tapi kalau saya bilang saya pastikan klien saya tidak terlibat, bagaimana? Itu saya katakan ke media setelah Bu Evy bilang tak terlibat. Eh, tahu-tahu ada rekaman. Saya tanya beliau kok ada rekaman? Beliau jawab iya disadap. Kalau terus bilang tak terlibat, ya sulit saya.

Bagaimana klien Anda yang lain, mereka terbuka?

Biasanya, klien-klien saya punya testimoni yang jujur. Seperti Bang Sutan Bhatoegana, beliau testimoni langsung, siapa saja yang terlibat. Saya selalu allout. Ini saya mau allaout, kok dilarang bicara ke media. Lawyer itu ya antara lain tugasnya bicara ke media, untuk melawan pembentukan opini publik yang menghakimi. Saya ini lawyer, bukan menteri penerangan.

Kasus apa yang Anda tangani saat ini?

Ada beberapa, tapi yang menarik perhatian publik pasti kasus Haji Lulung (Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta). Saya baru saja meneken surat kuasa dari Haji Lulung, terkait pemanggilannya dalam kasus dana UPS. Tadinya lawyernya Ramdamsyah dan kawan-kawan, sekarang saya dan Ramdamsyah. ***

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gusti Allah Maunya Seperti Itu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler