jpnn.com, JAKARTA - Keberadaan mafia tanah dianggap telah mengacaukan tata kelola pertanahan di Indonesia.
Selain memunculkan penghambat pelaksanaan reforma agraria, keberadaan mafia tanah juga dinilai merugikan masyarakat luas.
BACA JUGA: Komite I DPD RI Jaring Permasalahan Pertanahan di Sulut
Oleh karena itu Komite I DPD RI mengajak pihak terkait untuk bersama-sama memberantas mafia tanah.
Menurut Wakil Ketua Komite I DPD RI Benny Rhamdani, tata kelola pertanahan di Indonesia saat ini berhadapan dengan tiga kekuatan besar yang bersekongkol dalam sebuah kelompok yang disebut mafia tanah.
BACA JUGA: Sambangi DPD, Belarusia Ingin Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi
Menurut dia, tiga kekuatan besar tersebut bisa berasal dari pengusaha, oknum BPN yang korup, dan oknum penegak hukum yang menyelewengkan kewenangannya.
“Tiga kekuatan ini sempurna satu sama lain saling mengikat diri. Jika rakyat berhadapan dengan tiga kekuatan lain ini, rakyat tidak memiliki kekuatan apa pun,” ujar Benny usai pertemuan dengan stakeholder di Sulawesi Utara terkait reforma agraria, Selasa (17/10).
BACA JUGA: DPD RI Usulkan Kuota Haji Tahun 2018 Ditambah
Senator dari Sulawesi Utara ini meminta setiap institusi negara, para pejabat, dan pemangku kepentingan dalam tugas-tugas tata kelola pertanahan berpihak pada kepentingan rakyat.
Dia juga meminta ketiganya tunduk pada konstitusi undang-undang dan tidak berpihak pada mafia tanah.
“Bahwa setiap daerah maupun negara harus welcome terhadap segala bentuk investasi memang iya. Namun, tidak boleh masuknya investasi kelompok pemilik modal menyingkirkan rakyat. Rakyat atas nama kepentingan umum yang dijamin dalam undang-undang pokok agraria tetap harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Sementara itu, senator dari Sulawesi Barat Muh. Asri Anas mengatakan, keberadaan mafia tanah merusak sistem tata kelola pertanahan.
Bahkan, mafia tanah telah menguasai banyak lahan milik masyarakat.
Dirinya mendorong DPD RI bersama instansi lain untuk segera mengatasi keberadaan mafia tanah.
Menurut dia, tanah dan lahan harus dikembalikan oleh rakyat, tidak hanya dikuasai oleh pemilik modal ataupun korporasi besar.
Di sisi lain, senator dari Sulawesi Tengah Nurmawati Dewi Bantilan mengatakan, berbagai permasalahan terkait pertanahan dikarenakan adanya kelemahan dalam undang-undang yang mengatur mengenai tata kelola pertanahan.
Undang-undang tersebut dinilai multitafsir dan kurang berpihak pada masyarakat kecil.
“RUU Pertanahan yang belum tuntas perlu didorong lagi untuk menghasilkan payung hukum yang lebih mempunyai kekuatan hukum. Harus ada kesepakatan bersama untuk memperbaiki sistem hukum pertanahan di indonesia dengan mendorong RUU Pertanahan yang belum tuntas,” ucapnya.
Menurut Benny Rhamdani, Komite I akan membentuk Pansus Pertanahan yang membahas permasalahan pertanahan bersama dengan dengan kementerian terkait, Kapolri, menteri agraria, menteri LHK, dan Bappenas.
“Pansus pertanahan ini akan melakukan koreksi total terhadap segala bentuk penyimpangan penyalahgunaan abuse of power dalam hal kebijakan reforma agraria, termasuk mafia tanah,” ujarnya.
Benny menambahkan, Komite I DPD RI saat ini telah menginisiasi tiga RUU terkait pertanahan, yaitu RUU Pertanahan, RUU tentang Hak Atas Tanah, dan RUU Peradilan Agraria.
RUU Hak Atas Tanah bertujuan melindungi hak atas tanah yang berdasarkan pada prinsip keadilan dan kepentingan umum.
RUU tersebut akan membatasi jumlah lahan atau tanah yang dapat dibeli atau dimiliki oleh satu badan usaha, korporasi, atau perseorangan.
Sedangkan RUU Peradilan Agraria mendorong kasus terkait pertanahan tidak lagi ditangani oleh peradilan umum, tapi oleh peradilan agraria.
“Karena Indonesia sudah masuk dalam fase darurat agraria. Kejahatan pertanahan oleh mafia tanah harus dikategorikan sebagai kejahatan extraordinary crime. Oleh karena itu, penanganan tidak boleh lewat peradilan umum, harus peradilan agraria,” tegasnya. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembangunan Bandara di Kayong Utara Diusulkan Masuk PSN
Redaktur : Tim Redaksi