DPD Tak Akan Dorong Pemerintah Langgar UU

Kantor di Daerah Belum Terealisasi, Tak Mungkin Ada Korupsi

Sabtu, 09 Juli 2011 – 00:29 WIB

JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menepis tudingan adanya mark up (penggelembungan harga) pembangunan kantor DPD di setiap provinsiSekjen DPD Siti Nurbaya, menyatakan bahwa sampai saat ini pembangunan gedung DPD masih dalam tahap prarencana, sehingga belum ada sepeser pun dana yang digunakan.

Hal itu disampaikan Nurbaya, menanggapi adanya tudingan mark up gedung baru DPD hingga Rp 512 miliar

BACA JUGA: Dua Pasangan Calon Pemilukada Kulon Progo Gugat Ke MK

"Kalau sampai ada tudingan mark up, apalagi sampai Rp 512 miliar, tentu itu tidak berdasar," ujar Nurbaya kepada JPNN, Jumat (8/7).

Menurutnya, anggaran pembangunan kantor DPD di daerah yang mencapai Rp 823 miliar bukanlah usulan DPD
Sebab, DPD justru mengacu pada ketentuan dan kriteria dari Kementrian Pekerjaan Umum (PU)

BACA JUGA: Draf Qanun Dikembalikan ke Sekwan

"Dan angka Rp 823 miliar itu ada di surat dari Kementrian PU
Kita malah berupaya itu bisa ditekan, termasuk mempersempit atau mengurangi bangunan ruang yang tidak masuk prioritas," sebutnya.

Menurut mantan Sekjen Departemen Dalam Negeri itu, justru saat ini yang perlu dipahami adalah ketentuan dalam pasal 227 dan 402 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3)

BACA JUGA: Ical Bantah Desak Sultan Mundur Dari Nasdem

Dalam pasal 227 UU MD3 diatur tentang keharusan anggota DPD dalam menjalankan tugasnya untuk berdomisili di daerahSedang pasal 402 mengatur tentang penyediaan kantor bagi DPD di setiap ibu kota provinsi, terhitung sejak UU MD3 diundangkan.

Nurbaya menyebutkan, UU MD3 diundangkan pada 29 Agustus 2009Karenanya, kata Nurbaya, 29 Agustus 2011 mendatang merupakan batas waktu yang diwajibkan UU agar DPD berkantor di daerah.

Nurbaya justru khawatir jika ketentuan itu tidak direalisasikan bakal terjadi pelanggaran UU"Gedung itu bukan pilihan, tetapi memang harus diwujudkanYang bisa menjadi pilihan ialah volume dan postur atau modelItu pun harus dapat menjamin pelaksanaan fungsi legislatif lembaga dewan,” tandas  Nurbaya.

Hanya saja Nurbaya tak menampik munculnya anggapan mark up gedung DPD itu karena ada latar belakang politikNamun menurutnya, akurasi informasi dan data tetap harus diutamakan.

”Segala isu boleh saja berkembangTapi semestinya didukung data yang akurat, karena politisi bekerja dengan data dan informasi yang akuratKarena itu jangan terkecoh informasi yang sifatnya jebakan," ucapnya.

Apa yang dimaksud dengan jebakan itu? Nurbaya mengatakan, pembangunan gedung DPD merupakan perintah UU nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRDJika nantinya proyek itu mulai berjalan, lanjutnya, maka yang merealisasikan adalah kesekjenan yang notabene bagian dari birokrasi pemerintahKarenanya, jika sampai Kesekjenan DPD tidak merealisasikan amanah UU maka sama saja hal itu membawa pemerintah melanggar UU.

”Dalam konteks gedung DPD ini, dapat diyakini akibatnya akan berimbas kepada pemerintah, dan ujungnya kepada upaya menggiring agar pemerintah melakukan pelanggaran UUIni yang harus diwaspadai agar pemerintah terhindar dari ranjau politik,” ucapnya.

Ditambahkan pula, Kesekjenan DPD sebagai unsur pemerintah tetap berusaha berhati-hatiNurbaya juga mengajak pihak-pihak yang menuding ada mark up untuk berbagi data dan informasi"Jadi sekali lagi tidak ada mark up di siniData boleh terbuka dan siapapun bisa membahas dan berdiskusi dengan DPD RI," ucapnya.

Sebelumnya, Koordinator Divisi Monotoring dan Kebijakan Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas, menuding ada ada penggelembungan anggaran pembangunan gedung DPD hingga Rp 517,2 miliarMenurutnya, seharusnya biaya pembangunan hanya Rp 305,57 miliar.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sultan Tinggalkan Nasdem


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler