DPD Tuding DPR Tak Terbuka

Kamis, 18 September 2008 – 16:55 WIB
JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah lebih terbuka dan partisipatif membahas revisi Undang-Undang Mahkamah Agung (MA) dan UU Komisi Yudisial (KY)DPD juga mendesak agar dibuka ruang bagi publik mendapat informasi dan pemantauan selama proses pembahasan berlangsung

BACA JUGA: Aparat Ogah Usut Korupsi Berjamaah?

Karena sejauh ini proses pembahasan terkesan ditutup-tutupi.

Pernyataan tersebut disampaikan sejumlah anggota DPD, antara lain I Wayan Sudirta (Bali) selaku Koordinator Penasihat Hukum DPD, Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) I DPD Marhany VP Pua (Sulawasi Utara), Wakil Ketua Panitia Musyarwarah DPD Sudharto (Jawa Tengah), Wakil Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD Joseph Bona Manggo (Nusa Tenggara Timur), dan Wakil Ketua PAH II DPD Abdul M Killian (Papua Barat), saat menerima Koalisi Nasional untuk Peradilan Bersih (KNPB) di Jakarta, Rabu (17/9).

KNPB diwakili Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin, Arsil (Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan/LeIP), Affan (KNPB), Deta Arta Sari (Indonesia Corruption Watch/ICW), dan Wahyudi (KRHN).

Dalam pemaparannya, KNPB menyebut masih banyak permasalahan krusial materi revisi UU MA dan UU KY yang patut diperdebatkan lagi
Terkait revisi UU MA, Firmansyah menyatakan, permasalahan yang ramai diperdebatkan publik antara lain usia pensiun hakim agung yang diusulkan menjadi 70 tahun, seleksi hakim agung, serta pengawasan dan pemberhentian hakim agung.

”Usia pensiun hakim agung menjadi 70 tahun akan menghambat proses reformasi MA dari pengurangan tumpukan perkara,” tandasnya.

Semetara Wayan dan Marhany menegaskan, usulan tersebut cenderung mengikis eksistensi KY

BACA JUGA: Dirut Pertamina Lepas Tangan Soal Blok Cepu

Sebabnya, dengan memperpanjang usia pensiun hakim agung menjadi 70 tahun maka otomatis dalam 3-5 tahun ke depan KY tidak menyeleksi hakim agung
”Sepertinya perpanjangan usia pensiun hanya akal-akalan, karena alasan penetapan angka 70 tahun juga tidak jelas,” tambah Marhany.

Selain itu, pertanyaan juga berkaitan dengan pembahasan revisi UU KY yang relatif cepat yang mendahului pembahasan revisi UU MA

BACA JUGA: Dewan Adat Papua Demo di DPR Papua

Padahal, dalam putusannya, MK merekomendasikan kepada Presiden dan DPR agar menyempurnakan UU KYPaling tidak, pembahasannya bersamaan untuk mengharmonisasi materi revisian kedua UU(Fas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bintang Kejora Berkibar Lagi di Papua


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler