DPK dan DPKTb Bentuk Pelanggaran Masif

Kamis, 14 Agustus 2014 – 09:56 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis mengatakan bahwa keberadaan Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan(DPKTb) dalam Pemilu Presiden (Presiden) Pilpres 2014 tidak sah. Pasalnya, implementasi DPK dan DPKTb tidak memiliki dasar hukum.

"Anda tidak menemukan satu ketentuan, baik berupa pasal, ayat, atau huruf dalam UU nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden. Apa akibat hukumnya? Akibat hukumnya adalah keberadaan dan pengunaan DPK serta DPKTb itu tidak sah," kata Margarito kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/8).

BACA JUGA: Politisi Demokrat Merasa Kehilangan Laurens

Menurut Margarito, apabila DPK dan DPKTb itu digunakan di seluruh Indonesia pada pemungutan suara Pilpres 9 Juli lalu maka terhitung sebagai pelanggaran yang bersifat masif. Implikasinya, sambung Margarito, DPT harus diperbaiki atau dilakukan pemungutan suara ulang (PSU).

"Akibat hukumnya adalah pemungutan suara ulang harus dilakukan, dengan didahului pembenahan dan atau pembetulan atas seluruh DPT," ujarnya.

BACA JUGA: Bantah Ada Intimidasi, Kapolri: Hadirkan Kapolres Dogiyai di MK

Sementara soal tudingan KPU dan tim Jokowi-JK yang menyebut gugatan Prabowo-Hatta tidak sah, Margarito punya penilaian lain. Ia menilai penarikan diri Prabowo-Hatta dari rekapitulasi suara bukan berarti mundur dari pilpres.

Ia mengingatkan, mundur dari pilpres tak bisa hanya dilakukan secara lisan dan harus sesuai dengan tata cara pengunduran diri dalam Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008.

BACA JUGA: Jokowi Butuh Camen yang Bersih, Cerdas dan Paham Anggaran

"Hati-hati bicara soal mundur. Sebab jika Prabowo mundur, maka Jokowi tidak sah. Mengapa? Dengan mundurnya Prabowo, maka yang tersisa hanya satu pasangan calon. Tidak pemilu bila cuma satu pasang calon," tandas Margarito. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden ISIS Dibebaskan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler