jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah mendesak Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) untuk tidak 'mencekik' para nelayan kecil pengguna kapal ukuran 5Gt hingga 60GT dalam upaya peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Dia berharap PNBP bisa lebih menyasar para korporasi besar yang bermain dalam industri perikanan.
BACA JUGA: Baru Disahkan DPR, Revisi UU P3 Langsung Digugat Buruh
"Kami harapkan PNBP-nya besar, tetapi nelayan kecilnya itu happy, nah itu baru baru prestasi gitu loh," ujar Luluk dalam rapat dengar pendapat bersama KKP, Rabu (25/5).
"Tapi kalau kemudian targetnya besar penerimaannya juga memang bertambah tetapi ternyata ada komunitas nelayan kecil tercekik ini salah, karena nelayan kecil itu harus dilindungi," sambungnya.
BACA JUGA: Soal Revisi UU Ciptaker, Puan: DPR Tunggu Surat Presiden
Dia berharap PNBP bisa lebih menyasar korporasi besar.
Luluk mengungkapkan penerapan tarif PNBP sebesar 5 persen untuk kapal nelayan kecil ukuran 5 GT hingga 60GT saat ini banyak dikeluhkan oleh nelayan.
Pasalnya, kenaikan tarif tersebut tidak serta merta memberi peningkatan sarana prasarana bagi para nelayan.
BACA JUGA: DPR Sahkan Revisi UU PPP, Partai Buruh Bereaksi Keras, Pakai Diksi Akal-akalan
Ditambah lagi dengan penerapan pungutan setelah produksi yang juga turut menyasar kapal kecil ukuran 1GT.
"Di sisi lain bahwa kenaikan tarif PNBP ini sudah diterapkan bahkan kita juga mendapatkan masukan dari para nelayan kecil khususnya," lanjutnya.
Tidak hanya itu, Luluk menyoroti sistem pengawasan yang dilakukan KKP dalam pemungutan PNBP terhadap korporasi industri perikanan.
Pada prakteknya, kata dia, para korporasi nakal diduga memindahkan ikan hasil tangkapannya di atas laut, dari kapal ke kapal dan langsung mengekspornya ke negara tujuan tanpa transit di darat dan penghitungan PNBP di KKP.
"Adanya model transaksi main pindah ikan dari kapal ke kapal di atas laut, sehingga enggak perlu dibawa ke daratan. Nah, kalau kemudian di laut, ya, enggak ketahuan, karena begitu sampai di daratan enggak dia bawa itu ikannya sehingga enggak bisa dihitung," ungkapnya.
Sementara terkait pencapaian KKP dalam PNBP di 2022 per Mei ini, yakni sebesar Rp 657 miliar.
Menilai pencapaian itu bukan sebagai prestasi, mengingat target dari Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono yang menyatakan hingga 2024 mendatang KKP akan menyumbang sebesar Rp 12 triliun untuk PNBP hasil laut dan perikanan.
"Kenaikan penerimaan PNBP yang diklaim KKP ini agak sulit dikatakan sebagai prestasi KKP faktanya kenaikan pungutan malah melemahkan produktifitas nelayan dan mencekik perekonomian nelayan," tegasnya.
Selain itu, dirinya juga meminta KKP lebih transparan dan menjalankan fungsi pengawasan yang serius dari pada penegak hukum terkait dengan pungutan, penerimaan, dan realisasi PNBP ini.
"Harus dicegah praktik yang tidak fair apalagi gelap akibat pemberlakuan PP no 85 tahun 2021," ungkap dia.
Sebelumnya pada rapat tersebut, Sekjend KKP Antam Novambar melaporkan adanya peningkatan PNBP hasil laut yang dikumpulkan KKP pada 2022 ini.
Terhitung sejak Januari hingga Mei 2022 pihaknya berhasil mengumpulkan sebanyak Rp 657 miliar.
Angka tersebut dinilai mengalami peningkatan yang drastis dibandingkan pencapaian PNBP di 2021 yang hanya mencapai angka Rp 995,74 miliar. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KSOP Gresik dorong Nelayan Urus Pas Kecil
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian