"Seharusnya negara yang membiayai operasional (aparat keamana), tidak boleh swasta yang membiayai," kata Ahmad Yani kepada pers, Senin di Jakarta, (14/11)
BACA JUGA: Soal Borobudur, Pemerintah Kena Semprit UNESCO
Makanya, kata Yani, perlunya dilakukan audit untuk mengusut kasus tersebut
BACA JUGA: Bungkus Rokok akan Bergambar Ngeri
"Hukum itu tidak mati, tapi hidupDi sisi lain, Yani juga mendesak agar pemerintah Indonesia bisa memperbesar nilai sahamnya di PT Freeport Indonesia melalui renegosiasi kontrak ulang
BACA JUGA: M Jasin Tidak Tahu jadi Tersangka di Kepolisian
Hal itu lebih baik dibandingkan jika mau mengikuti provokasi Amerika Serikat yang melemparkan isu pemberian dana pengamanan kepada aparat penegak hukum yang bertugas mengamankan PT Freeport Indonesia di Papua."Freeport harus duduk bersama agar bisa meningkatkan shareSejauh ini (untuk Indonesia) hanya satu persenJangan terus membicarakan uang kekamanan itu? Mengapa AS buka itu? Karena biar kita ribut, padahal ada uang kita lebih besar, uang yang menjadi hak kita melalui regenosiasi ulang," tambah Yani.
Menyelesaikan permasalahan Freeport menurut Yani tidak bisa parsialNamun harus secara integral, duduk bersama bagi republik ini untuk menentukan sikapnya"Sekarang harus ada kemampuan rill jangan hanya jargon untuk renegosiasiAmerika Latin saja bisaBahkan Libya bisa 60 persenKita tidak usahlah 60 persen, kalau bisa 20 persen maka tidak ada lagi permasalahan seperti sekarangPasti bisa diselesaikan," yakin Yani.
Menurut dia, Amerika sudah tahu bahwa pada 1998 akan terjadi gejolak politik di IndonesiaMakanya, negeri Paman Sam itu mengajukan perpanjangan kontrak pada 1997"Kalau mereka memperpanjang pada 1998 dan pemerintahan demokrasi sudah tercipta maka mereka akan kesulitanMereka ajukan perpanjangan pada 1997 karena mereka tahu 1998 akan terjadi gejolak di Indonesia," ungkapnya(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wakil Ketua KPK Disebut jadi Tersangka
Redaktur : Tim Redaksi