Dua Ahli Berbeda Pendapat

Selasa, 26 Januari 2010 – 01:19 WIB
AHLI - Pakar Hukum Pidana yang juga mantan Hakim Konstitusi, Ahmad Syarifuddin Natabaya, dan Guru Besar Hukum Ekonomi UI Erman Rajaguguk, di depan Pansus Century DPR, Jakarta, Senin (25/1). Foto: Muhamad Ali/Jawa Pos.

JAKARTA - Status dana Rp 6,7 triliun yang digunakan LPS untuk mem-bailout Bank Century juga memicu perdebatan dalam rapat pansus yang menghadirkan dua pakar hukum senior, yakni mantan hakim konstitusi Profesor H Ahmad Syarifuddin (HAS) Natabaya, serta Guru Besar Hukum UI Profesor Erman Rajagukguk.

Natabaya menegaskan bahwa posisi dana yang dimiliki LPS berasal dari keuangan negaraSesuai UU 17/2003, katanya, dana yang bersumber dari pihak lain, namun mengunakan fasilitas negara, adalah keuangan negara

BACA JUGA: Sejak FPJP, Ada Uang Negara di Bank Century

Persoalan yang membedakan saat ini adalah status badan hukum yang dimiliki LPS.

Menurut Natabaya, meski uang yang digunakan untuk mem-bailout Bank Century merupakan hasil dari premi pembayaran bank peserta penjaminan dan tidak mengurangi modal awal LPS dari APBN yang sebesar Rp 4 triliun, namun tetap saja uang premi tersebut adalah uang negara
"Sebab, uang itu dikumpulkan dengan fasilitas negara dan diamanatkan dalam undang-undang

BACA JUGA: Mantan Dirjen Depnakertrans Tak Ajukan Banding

Jadi, ini jelas uang negara," tegasnya.

Natabaya menegaskan, berdasarkan UU tentang Kekayaan Negara, disebutkan bahwa dana LPS adalah bagian dari kekayaan negara
"Sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berhak mengaudit LPS," jelas mantan Hakim Konstitusi itu.

Berbeda dengan Natabaya, ahli hukum Erman Rajagukguk mengatakan bahwa dana yang ada dan dialirkan LPS sudah merupakan modal dalam LPS

BACA JUGA: KPK Terus Kembangkan Kasus di Siak

"Dana berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tapi merupakan kekayaan negara yang dipisahkan," jelasnya.

Selain itu, lanjut Erman, dana yang disalurkan berasal dari premi bank peserta program penjaminan, sehingga LPS sebagai penjamin berhak menggunakan dana itu untuk menyelamatkan bank"Jadi, pendapat saya jelas, itu tidak terkait langsung dengan uang negara," ujarnya.

Erman juga menjelaskan bahwa kelebihan dari penggunaan dana LPS akan dimasukkan ke APBN sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)Namun ahli hukum ekonomi Universitas Indonesia (UI) ini tetap menegaskan bahwa dana LPS bukan uang negara, meski penggunaannya diaudit oleh BPK"Berdasarkan doktrin hukum, badan publik punya kewenangan atas uangnya, tidak otomatis uang negara meski diaudit oleh BPK," ujar Erman.

Menanggapi hal itu, anggota Pansus Century Azis Syamsuddin, menyatakan heran pada Erman yang berpendapat bahwa dana LPS bukan dana negara"Berdasarkan amanah UU No 10 tahun 2004 tentang LPS, disebutkan secara jelas bahwa dana LPS adalah dana negara," kata Azis Syamsuddin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/1).

Ia mengatakan, sebagai praktisi hukum, dirinya prihatin terhadap pendapat Erman Rajagukguk yang memiliki pendapat bahwa dana LPS bukan dana negara"Silakan saja Prof Erman berpendapat seperti ituNanti Panitia Angket akan mengundang ahli yang lain (dan) pendapat akan berbeda lagi," ujarnya.

Keterangan Natabaya dalam rapat Pansus Century juga memperkuat keabsahan penolakan Perppu oleh DPR RIParipurna DPR pada 18 Desember 2008 yang meminta pengajuan RUU JPSK, sudah menyiratkan adanya keputusan penolakan"Kalau DPR mintanya UU baru, artinya Perppu itu ditolak," kata Natabaya.

Natabaya menyatakan, tidak perlu diperdebatkan adanya skala persetujuan yang terjadi saat paripurna 18 DesemberKetika itu, empat fraksi menyatakan setuju, empat fraksi menolak, sementara sisanya belum menyatakan persetujuan.

Nah, meski yang setuju dan yang menolak berimbang, yang dilihat kini adalah surat yang dilayangkan Ketua DPR Agung Laksono saat ituSuratnya jelas, meminta agar pemerintah mengajukan UU baru pengganti Perppu JPSK"Dari situ, bisa dikatakan bahwa yang belum mengambil keputusan akhirnya memutuskan menolak," katanya.

Natabaya juga menolak jika keputusan paripurna DPR saat itu dikatakan mengambangSebab katanya, pernyataan bahwa Perppu JPSK diminta adalah wewenang DPR"(Isi surat) itu kan tergantung tata tertib DPRDi situ diatur atau tidakUUD 1945 tidak menyebut kata menolak atau menerima, tapi persetujuan," jelasnya.

Keterangan lain yang memperkuat posisi penolakan Perppu JPSK juga berasal dari pencairan Penyertaan Modal Sementara (PMS) dari LPSPada pencairan tahap I dan II, LPS menggunakan dasar hukum Perppu JPSKPencairan itu dilakukan sebelum DPR menggelar paripurna pada 18 Desember.

Natabaya menyatakan, jika tidak dicantumkan, maka Perppu JPSK itu dianggap tidak berlaku oleh LPSSebab, harus ada pijakan hukum dari setiap keputusan yang bersifat kenegaraan"Kalau tidak dicantumkan, berarti tidak lagi mengikatJika (dasar hukum) yang lainnya ada, berarti ada perubahan," jelas Natabaya.

Sementara itu, Ketua Pansus Century Idurs Marham merasa kesal, karena keinginan pansus untuk mendapatkan semua dokumen terkait kasus bailout Bank Century, rupanya terhambatPasalnya, ada beberapa dokumen yang hingga kini masih belum diserahkan oleh Departemen Keuangan (Depkeu) dan Bank Indonesia (BI).

Menurut Idrus, permintaan kepada Depkeu dan BI, termasuk Sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), sudah disampaikan jauh hariNamun, sebagian dokumen itu baru sampai ke Sekretariat Pansus kemarin"Kenapa sih? Apa susahnya menyampaikan dokumen?" ujarnya dengan nada kesal.

Idrus mengatakan, dokumen-dokumen tersebut sangat diperlukan untuk melengkapi keterangan yang didapat dari para saksiDokumen yang diminta terdiri dari risalah, transkrip, rekaman, hingga minutes meeting dari rapat konsultasi BI dengan KSSK pada tanggal 13, 14, 17, 18, 19, 20, dan 21 November 2008, termasuk rapat KSSK dan rapat kabinet di kantor Wapres JK pada 20 November 2008, atau pada siang hari menjelang rapat KSSK.

Idrus mengakui, dalam surat pengantar Depkeu dan BI, tidak disebutkan alasan kenapa ada dokumen yang belum diberikan"Kalau alasannya dokumennya tidak ada, lha ke mana datanya selama ini? Nanti kan bisa ada interpretasi lain (sengaja tidak diberikan, Red)Yang jelas, apapun caranya, data itu harus kita ambil," tegasnya.

Menurut Idrus, dokumen-dokumen tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui jalannya rapat, termasuk siapa melontarkan ide apa dan bagaimana perdebatannyaKarena krusial, maka pansus sudah menyiapkan senjata pamungkas, jika ternyata masih ada pihak-pihak yang enggan menyerahkan dokumen yang diminta"Sesuai undang-undang, kami berhak melakukan penyitaan melalui pengadilan negeri," tegasnya.

Sementara, terkait rapat pansus untuk mengambil kesimpulan sementara yang sedianya dilakukan Senin malam tadi, akhirnya diundur karena masih ada beberapa fraksi yang perlu pendalaman lebih lanjut"Rencananya akan kami lakukan besok malam (nanti malam, Red)," ujar Idrus pula(bay/owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Proyek PLTU Riau dan Kaltim Ditenderkan Februari


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler