Dua Kali Sengketa Pilkada Ketapang Ditolak MK

Sabtu, 14 Agustus 2010 – 02:02 WIB

JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (13/8) sore kembali mementahkan gugatan atau permohonan pasangan Yasyir-Martin terkait hasil Pemilu Kepala Daerah Kabupaten Ketapang putaran keduaMahkamah berpendapat, tidak ada pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif dalam penyelenggaraan pemilukada tersebut

BACA JUGA: Bisa Sidang Bersama DPR, DPD Senang

Karena itu, permohonan pemohon dianggap tidak terbukti dan tidak beralasan sehingga harus ditolak.

Penolakan MK ini merupakan kali kedua yang dialami pasangan Yasyir-Martin karena usai pemilukada putaran pertama lalu, gugatan yang mereka sampaikan juga ditolak
Dalam putusannya yang dibacakan hakim MK, Achmad Sodiki, majelis menilai empat pokok permohonan yang disampaikan pemohon yaitu pelanggaran/penyimpangan administratif, intimidasi, praktik politik uang dan pelanggaran penyimpangan lainnya tidak beralasan hukum.

Untuk pelanggaran administratif yang mana pemohon mendalilkan adanya empat kali revisi jadwal pemilukada oleh KPU (Termohon), majelis menganggapnya masih sesuai dengan kewenangan Termohon

BACA JUGA: MK Perintahkan Pencoblosan Susulan di 3 TPS

“Di samping itu, revisi jadwal juga tidak punya korelasi langsung dengan perolehan suara
Apalagi hal ini tidak pernah dipermasalahkan sejak pemilukada putaran pertama,” kata Achmad.

Dalil pemohon terkait surat undangan dan distribusi logistik yang terlambat, sosialisasi yang kurang dan pelanggaran administratif lain juga dinilai tidak beralasan hukum dan tidak terbukti

BACA JUGA: Desak Mendagri Tak Terbitkan SK Tigor-Suhari

Sedangkan untuk pelanggaran intimidasi para saksi pemilu, mahkamah berpendapat hal itu tidak terkait langsung dengan intimidasi kepada para pemilih yang mengancam prinsip kebebasan memilih sehingga memengaruhi perolehan suaraApalagi hal itu sudah diselesaikan secara adat.

Klaim adanya pengusiran saksi juga dianggap tidak terbuktiBegitu pula dengan indikasi isu SARA yang dihembuskan oleh tokoh pemerintah daerah“Itu tidak didukung bukti yang cukup dan baru merupakan dugaan pemohon belaka,” ujarnya

Sedangkan mengenai politik uang, mahkamah berpendapat hal itu hanya terjadi di beberapa tempat saja sehingga tidak bersifat terstruktur, sistematis dan masif yang memengaruhi perolehan suaraDi sisi lain, pemberian uang juga dinilai tidak serta-merta memengaruhi pilihan pemilih.

Adapun mengenai kondisi banjir, mahkamah menganggapnya tidak mengganggu proses pemilihan secara signifikan meskipun terjadi pemindahan beberapa TPSLagipula partisipasi pemilih di daerah banjir juga masih di atas 60 persen.

Ditemui usai sidang, kuasa hukum pemohon, Herawan Utoro,  mengaku tidak puas dengan putusan MK tersebutDia menengarai majelis hakim tidak cermat menilai bukti dan tidak konsisten dengan pernyataan semula yang menyatakan akan mempertimbangkan keseluruhan proses pemilukada serta tidak menoleransi pelanggaran .

“Kita kecewa, dalil-dalil terbukti di persidangan tetapi diingkari oleh hakimNyata-nyata saksi membeberkan politik uang dalam persidangan tetapi dianggap tidak adaMeskipun seorang saksi terkait yaitu Ismet membantah, tetapi ada empat orang yang menyatakan menerima uang darinyaKalaupun Ismet mengatakan uang itu untuk relawan, tetapi di dalam persidangan dia tidak dapat menunjukkan SK relawan,” ujar Herawan.

Mengenai adanya KPPS yang merangkap saksi peserta pemilukada juga ternyata dianggap sepi oleh hakim“Padahal KPPS itu ada SK-nyaTetapi itu tidak dipertimbangkanKita jadi bertanya apakah hakim membaca alat bukti atau tidak dalam sidang iniMungkin hakim terlalu sibuk karena banyak sidang,” katanya.

Hal lain yang menjadi puncak kekecewaan pihaknya adalah terkait dengan intimidasi berupa penghadangan saksi pemungutan dan perhitungan suaraPara  saksi persidangan sudah mengungkapkan itu di persidangan.

“Kami memang tidak mendalilkan penghadangan/intimidasi terhadap pemilih, tetapi kepada saksi kami untuk memantau pemungutan dan perhitungan suaraAkibat penghadangan itu, di beberapa kecamatan klien kami tidak punya saksi sehingga kejujuran proses pemungutan dan perhitungan suara menjadi tanda tanya,” ujar dia.

Begitu pula mengenai banjir yang dibeberkan saksi ketika pelaksanaan pemungutan suaraMenurut Herawan, dengan kondisi permukaan air yang mencapai 1,5 meter, kemauan pemilih untuk datang ke TPS jadi dipertanyakanTetapi faktanya, partisipasi pemilih justru tinggi sehingga hal itu pun menjadi tanda tanya pihaknyaWalaupun merasa tidak puas, Herawan menyatakan tetap menghormati putusan mahkamah.(rnl/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekdaprov Sulut jadi Plt Gubernur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler