Duh! Program Bulan Tertib Kejagung Panen Kritik

Sabtu, 03 Desember 2016 – 10:59 WIB

jpnn.com - JAKARTA-Kebijakan Bulan Tertib Disiplin 2016 yang diterapkan di Kejaksaan Agung (Kejagung) menuai kritik. Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap berpotensi menimbulkan masalah di internal kejaksaan.  

”Desember kan bulan suci peribadatan umat nasrani, dikhawatirkan timbul gesekan internal apalagi saat ini masyarakat Indonesia sedang sangat sensitif terhadap isu agama, Jamwas seharusnya memahami itu,” kata pengamat kebijakan publik dari Indonesia Justice Watch (IJW) Fajar Trio Wijanarko kepada wartawan, kemarin.

BACA JUGA: Kejaksaan Harus Berhenti Berlindung di Balik Label Oknum

Para jaksa yang beragama nasrani pun mengeluhkan kebijakan Jamwas, Widyopramono tersebut karena sebelum jam 07.00 dan sore hari biasanya diadakan peribadatan dan latihan koor untuk menyambut perayaan Natal di bulan Desember ini.

Tak hanya itu, setiap pagi setidaknya ada antrian panjang  ratusan orang yang terdiri dari para jaksa maupun pegawai Kejaksaan Agung, karena batas waktu absensi yakni 30 menit saja, yakni mulai pukul 07.00-07.30. 

BACA JUGA: Berstatus Tersangka, Ahmad Dhani tak Ditahan

Sementara jaksa atau pegawai yang ingin beribadah pagi dan yang ingin bersidang di beberapa lokasi di Jakarta, merasa kebijakan tersebut sangat membatasi aktifitas kerja mereka. ?

Ia berpendapat, implementasi disiplin yang dipergunakan Bidang Pengawasan tersebut masih sangat konvensional dan tidak produktif. 

BACA JUGA: Polisi Resmi Tahan Sri Bintang Pamungkas

Padahal, lanjutnya, era Pemerintahan Joko Widodo menginginkan kedisiplinan pegawai itu lebih mengarah pada peningkatan kualitas kinerja, inovasi dan etos kerja yang profesional. 

”Bulan Disiplin versi Jamwas merupakan pemikiran pemimpin klasik, mendefinisikan disiplin itu secara sempit. yakni identik dengan datang dan pulang kantor tepat pada waktunya. Padahal sejatinya disiplin kerja diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai aturan dalam bentuk tertulis maupun tidak, serta berorientasi pada hasil,” ungkap Fajar.

Senada dengan Fajar, pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menyatakan, disiplin absensi pegawai kejaksaan bukan solusi yang baik untuk peningkatan etos kerja. 

Menurutnya, seharusnya Bulan Disiplin lebih mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan publik sebagaimana diharapkan masyarakat. 

”Kalau hanya terkait absensi ini subtansinya sangat kecil. Pembenahan terbesar yang harus dilakukan adalah bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan publik. Contoh terkecil, kejaksaan harus bisa mengubah kebiasaan komunikasinya dengan ramah dan penuh “sense of hospitality” sehingga masyarakat merasa sangat terbantu, itu sudah bagian dari kedisiplinan kerja,” demikian Emrus. (ydh/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kualitas Jaksa di Era Prasetyo Dinilai Amburadul


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler