Kualitas Jaksa di Era Prasetyo Dinilai Amburadul

Sabtu, 03 Desember 2016 – 10:10 WIB
Jaksa Agung M Prasetyo. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA- Kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani kasus korupsi nampaknya mulai pudar. 

Hal ini seiring dengan kekalahan Korps Adhyaksa di sejumlah praperadilan yang diajukan oleh tersangka dalam kasus korupsi. 

BACA JUGA: Peradilan Kasus Ahok Harus Bebas dari Tekanan Eksternal

Kekalahan itu bahkan semakin sering terjadi selama dua tahun kepemimpinan Prasetyo sebagai jaksa agung.

Terakhir kali, Kejagung dikalahkan dua tersangka kasus restitusi pajak mobile 8 Telecom, Hary Djaya selaku direktur PT Djaya Nusantara Komunikasi (DNK) dan Anthony Chandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/11) lalu. 

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR: Sulit Lengserkan Jokowi Lewat Kasus Ahok

Menyikapi hal ini, Peneliti Indonesia Justice Watch (IJW) Puji Christianto mengatakan, kekalahan yang sering dialami Kejagung adalah bukti kegagalan M Prasetyo sebagai jaksa agung. 

”Ini adalah bukti kualitas jaksa penyidik di era Prasetyo sangat buruk,” ujar Puji kepada INDOPOS, Jumat (2/12). 

BACA JUGA: Motor Dititipkan, Bu Retno Jalan Kaki ke Istana

Salah satu contoh inkompetensi tersebut adalah seringnya bukti yang dikumpulkan oleh penyidik terkesan dipaksakan untuk disidangkan. Alhasil, kekalahan pun sering dialami Kejagung. 

”Tapi tetap saja, meski ada putusan praperadilan tak membuat urat kejaksaan putus. Karena era penegakan hukum saat ini gelap,” singgungnya

Dia pun merasa heran dengan langkah Kejagung yang kerap menerbitkan sprindik baru pasca kekalahan di praperadilan. 

Diakuinya, meski telah ada MA No 4 Tahun 2016 bahwa penegak hukum tidak diperbolehkan lagi mengajukan PK terhadap putusan praperadilan, namun bukan berarti harus dikeluarkan sprindik baru. 

”Kalau minimnya bukti ya harus dihentikan. Seperti halnya KPK menerima putusan praperadilan perkara Budi Gunawan,”ujarnya.

Direktur Institut Proklamasi Arief Rachman menilai, kekalahan ini adalah preseden buruk bagi penegakan hukum, khususnya di institusi Kejaksaan. 

”Ini adalah preseden buruk, karena penyidik kurang cermat dan teliti dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka,” katanya kepada koran INDOPOS.

Menurutnya, kekalahan yang sering dialami ini tidak mungkin terjadi, bila pembinaan internal telah dilakukan komprehensif. 

”Perlu ada pembinaan yang komprehensif bagi aparat kejaksaan agar lebih profesional dan kredible dalam menangani suatu perkara. Jangan sampai menjadi bahan pertanyaan bagi pencari keadilan kalau sampai dibiarkan hal itu terus terjadi,” ujarnya. 

Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa melontarkan komentar pedas saat mengetahui Kejaksaan Agung kembali kalah dalam sidang praperadilan.

Menurutnya, kekalahan Kejaksaan Agung bukan hal baru. ”Yang jadi soal jaksa agungnya punya malu nggak? Kalah-kalah melulu. Kalau jaksa agung kalah kan harus dia malu. Kalau nggak malu, ya nggak tau malu dia," tegasnya.

Desmond mengatakan, penggunaan "jaksa agung" untuk nama jabatan pimpinan tertinggi kejaksaan patut dipertimbangkan kembali jikalau penyandangnya terus-terusan membuat keputusan yang salah. 

”Berarti jaksa agungnya kan diragukan sebagai jaksa agung. Menurunkan keagungannya itu," ujarnya. 

Seharusnya, jaksa agung dalam keputusan hukumnya harus matang hingga tidak ada celah bagi orang yang diperkarakan.

”Kalau sampai kalah berarti bahasa anak-anaknya, cemen juga jaksa agungnya" sindir politikus Partai Gerindra itu. 

Apakah Jaksa Agung M Prasetyo perlu dievaluasi? "Evaluasi itu urusan Partai Nasdem dan Pak Jokowi,” pungkas Desmond

Sementara itu, belum ada tanggapan resmi dari Jaksa Agung M Prasetyo terkait kekalahan pihaknya dalam praperadilan yang belakangan sering dialami.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Mohammad Rum ketika dihubungi terpisah bahkan belum memberikan jawaban. (ydh/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cerita Aldwin tentang Rachmawati Soekarnoputri saat Diperiksa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler