jpnn.com - MESKI senja telah tiba, Tonny Hendriawan masih sibuk di kantor ITPC Sao Paulo. Dia mengaku baru akan pulang setelah semua urusan kantor kelar. Karena itu, ketika Jawa Pos menemuinya menjelang malam itu, dia tidak berkeberatan. Dia justru merasa senang mendapat ’’tamu’’ dari tanah air.
Obrolan sore (19/6) itu bertambah gayeng dengan ikut nimbrungnya dua staf ITPC, Shinta Surentu dan Fabio Sin, warga Brasil yang sudah lama bekerja di kantor perwakilan perdagangan Indonesia di negeri bola tersebut. Tonny membutuhkan dua stafnya itu agar bisa menjawab dengan terperinci. Maklum, dia baru ditunjuk menjadi direktur ITPC pada Januari lalu.
BACA JUGA: Pernah Mengira Sulit Hamil lantaran Kista
’’Sebelum ke Brasil, saya di bagian humas Kementerian Perdagangan di Jakarta,’’ ujar Tonny. Selain di kementerian yang pernah dipimpin Gita Wirjawan tersebut, Tonny pernah bertugas di Kedutaan Besar RI di Norwegia.
Enam bulan memimpin ITPC, Tonny mengaku tidak mengalami banyak kesulitan. Semua berjalan sesuai dengan harapan. Hanya satu yang menjadi masalah. Dia agak repot dalam berkomunikasi dengan orang Brasil yang umumnya tidak bisa berbahasa Inggris. Sementara itu, dirinya tidak menguasai bahasa Portugis, bahasa nasional rakyat Samba.
BACA JUGA: Uang Cepat Lusuh karena Disimpan di Dalam Koteka
’’Kendalanya hanya bahasa. Kalau cuaca dan makanan, masih bisa menyesuaikan,’’ tuturnya.
Pria kelahiran 10 Juni 1969 itu menyatakan beruntung bisa menjabat direktur ITPC Brasil saat ini. Sebab, timing-nya pas dengan pelaksanaan Piala Dunia 2014. Karena itu, dia bisa merasakan langsung atmosfer pesta sepak bola sejagat tersebut di negara penyelenggara.
BACA JUGA: Keropak Pernah Hanya Berisi Bungkus Permen dan Amplop Kosong
Meski tim jagoannya, Inggris, harus angkat koper lebih awal setelah kalah oleh Italia dan Uruguay, dia tetap bisa menikmati nuansa seru Piala Dunia 2014. Apalagi euforia Piala Dunia ikut mendongkrak nilai perdagangan Indonesia di Brasil.
Bapak tiga anak tersebut menceritakan, hidup di Brasil tidak bisa lepas dari hiruk-pikuk sepak bola. Karena itu, kendati baru enam bulan bertugas, dia sudah perlu mencari klub sepak bola favorit. Tonny pun mulai tertarik untuk mendukung tim Palmeiras, klub yang bermarkas di kota tempat tinggalnya, Sao Paulo.
’’Tapi, anak saya ikut sekolah sepak bola Santos di dekat rumah,’’ katanya.
Tonny menyatakan tidak kesepian tinggal di Brasil. Selain istri dan anak-anaknya sudah diboyong semua, komunikasi yang terjalin dengan orang-orang Indonesia di Brasil sangat gampang. Apalagi dia diminta duta besar RI di Brasil untuk cepat membaur dengan masyarakat setempat.
Untuk berkomunikasi dengan orang Brasil, suami Vivi Lifdawati tersebut sudah menemukan cara tersendiri. Dengan cara itu, pembicaraan bisnis berjalan lancar.
’’Orang Brasil itu welcome dan agak santai. Itu harus saya kenali secara personal seperti pesan yang disampaikan Wamen (Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Red) sebelum berangkat dulu,’’ terangnya.
Mengenai perdagangan Indonesia di Brasil, lulusan marketing communication Universitas Indonesia itu mengungkapkan potensinya sangat besar. Bahkan, beberapa pasar sudah terbentuk dengan baik. Misalnya, produk ban buatan Indonesia cukup diminati.
Sebenarnya, kata Tonny, makanan khas Indonesia di Brasil punya pasar yang masih besar. Sayangnya, belum ada toko atau restoran Indonesia yang siap memasarkan makanan tersebut.
’’Kita kalah oleh Thailand yang mampu menjual bumbu kemasan di sini. Andai kita punya toko atau restoran yang menjual produk-produk makanan tanah air, pasti neraca perdagangan kita bertambah,’’ paparnya.
Meski demikian, dia mengakui, membesarkan ekspor komoditas makanan Indonesia di Brasil tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak faktor yang menghadang. Salah satunya menyangkut beberapa bumbu masakan yang diperlukan seperti kayu manis yang tidak ada di Brasil.
Sebaliknya, para pengusaha Brasil ingin memasukkan daging sapi ke Indonesia. Namun, sampai saat ini aturan di Indonesia belum memungkinkan untuk membuka keran masuknya daging sapi dari Brasil.
Saat ini produk pangan yang beredar di Brasil baru sebatas makanan kemasan ringan dari salah satu produsen besar di Indonesia. Ada pula permen kopi dan beberapa snack yang siap meramaikan pasar di negara asal bintang Barcelona Neymar itu.
Selain makanan, pangsa pasar yang peluangnya terbuka adalah spare part kendaraan bermotor. Peluang pasar itu terlihat ketika ITPC mengikuti pameran perdagangan di Curitiba, ibu kota negara bagian Parana.
’’Spare part kendaraan dan aki dari Indonesia di Brasil diminati karena harganya relatif miring jika dibandingkan dengan harga produk mereka sendiri,’’ jelasnya.
Bagaimana dengan pasar alat-alat olahraga? Tonny menilai cukup potensial. Apalagi pendapatan per kapita penduduk Brasil berkisar USD 12 ribu. Bandingkan dengan pendapatan per kapita penduduk Indonesia yang masih di kisaran USD 4 ribu.
Fakta itu mengindikasikan daya beli warga Brasil yang cukup besar. Indonesia pun sudah lama mengekspor bola sepak dan sepatu ke negara di Amerika Selatan itu.
Untuk sepatu, nilai ekspor Indonesia ke Brasil lumayan besar, mencapai USD 3,6 juta atau sekitar Rp 42 miliar. Padahal, perhitungannya baru terdata hingga April 2014. Selain bola sepak dan sepatu, Indonesia banyak mengekspor tekstil.
Hingga April 2014, secara keseluruhan nilai ekspor Indonesia ke Brasil terus naik. Tonny pun yakin nilai transaksi tahun ini bisa lebih baik daripada sebelumnya.
Akhir Juni nanti ITPC kembali mengikuti pameran perdagangan di Sao Paulo. Beberapa produk kembali ditawarkan seperti makanan khas Indonesia. ’’Semangatnya, kami ingin produk Indonesia bisa lebih dikenal dan dibeli orang Brasil,’’ ucapnya. (*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tentang Perempuan Menemukan Tujuh Telur dan Cenderawasih
Redaktur : Tim Redaksi