Emir Moeis Muncul Lagi, Tuding KPK Percaya Akal-Akalan WNA

Selasa, 26 Juli 2016 – 09:49 WIB
Emir Moeis dan tim penasihat hukumnya ketika menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, 2014 silam. Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Mantan Ketua Komisi XI DPR yang sempat menjadi narapidana kasus suap, Emir Moeis kini telah menghirup udara bebas. Namun, politikus PDI Perjuangan yang diganjar hukuman tiga tahun penjara dalam perkara suap  proyek PLTU Tarahan, Lampung itu tetap merasa tak bersalah.

Emir yang kini menghirup udara bebas setelah menuntaskan masa hukuman mengatakan bahwa dirinya hanyalah korban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan proses peradilan yang tidak profesional. Sebab, KPK tak punya dokumen otentik untuk menjeratnya sebagai tersangka penerima gratifikasi untuk memenangkan konsorsium Alstom Power Inc pada proyek PLTU Tarahan.

BACA JUGA: 10 WNA dan 6 WNI Bakal Dieksekusi Jumat Tengah Malam?

Menurut Emir, KPK dan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta hanya merujuk pada salinan dokumen kontrak dengan tanda tangan dan paraf yang dipalsukan. Pelaku pemalsuannya adalah warga negara Amerika Serikat, Pirooz Muhammad Sarafi yang juga presiden direktur Pacific Resources Inc (PRI). “Penegak hukum terlalu percaya kepada kebohongan Pirooz, seorang warga negara Amerika Serikat yang memalsukan dokumen-dokumen kontrak," kata Emir di Jakarta, Senin (25/7).

Emir menambahkan, kejanggalan lain dalam kasusnya adalah pemeriksaan saksi-saksi yang baru dilakukan setelah ia menjadi tersangka. “Dan tidak ada seorang pun saksi-saksi pejabat di Proyek Tarahan yang mengenal saya, apalagi berbicara soal proyek,” tegasnya.

BACA JUGA: Orang Tua Bantah Zefrizal Gabung ISIS, Tapi ke Pakistan

Mantan bendahara umum PDI Perjuangan itu menegaskan, satu-satunya bukti yang paling memberatkan dirinya dalam kasus itu adalah dokumen kerja sama bantuan teknis antara PT Artha Nusantara Utama (ANU) yang  ditandatangani Zuliansyah Putra Zulkarnain selaku direktur utama dengan Pirooz Sharafi selaku Presiden Pacific Resources Inc. Namun, kata Emir menambahkan, Zuliansyah ketika diperiksa KPK justru terkejut lantaran disodori kontrak kerja sama teknis itu.

Pasalnya, isinya sangat berbeda dengan yang dijanjikan Pirooz. “Yaitu untuk bantuan teknis dalam rangka pencarian lokasi batu bara, lahan kelapa sawit di  Kalimantan Timur, serta pembangunan stasiun elpiji di Bali," tuturnya

BACA JUGA: Bebas dari Bui, Politikus PDIP Kembali Persoalkan Kasusnya

Sedangkan dalam dokumen kontrak yang dipegang KPK, kata Emir, isinya adalah tender pembangunan PLTU Tarahan. Zuliansyah, sebut Emir, melihat ada perubahan dan pergantian substansi dan dokumen yang ditandatanganinya bersama Pirooz.

“Saudara Zuliansyah mengatakan kepada penyidik KPK bahwa dokumen itu tidak benar dan parafnya dipalsukan. Saudara Zuliansyah pun meminta dokumen asli ke penyidik KPK. Tapi penyidik KPK sampai pemeriksaan selesai tak pernah memperlihatkan dokumen itu,” kata Emir.

Akhirnya, Emir pun divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada persidangan 4 Maret 2014. Majelis hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan kepada mantan ketua DPD PDIP Kalimantan Timur itu. "Saya benar-benar dibantai,” keluhnya.

Sedangkan Erick S.Paat selaku kuasa hukum Emir mengatakan, nama kliennya sebenarnya dicatut oleh Pirooz. “Seolah-olah menerima gratifikasi, padahal Emir tidak pernah tahu atau pun terlibat bahkan berjanji apa pun terhadap PT Alstom," kata Erick.

Anehnya, kata Erick, justru Pirooz bisa menagih uang ke Alstom Power dengan menggunakan dokumen kontrak yang dipalsukan. Namun,  otoritas Amerika Serikat justru menganggap pembayaran dari Alstom ke Pirooz sebagai penyuapan internasional hingga dua eksekutif perusahaan energi itu dipenjara.

“Padahal eksekutif tersebut tidak pernah berbuat atau pun berjanji kepada Emir Moeis untuk memberikan hadiah. "Semua itu hanya akal-akalan Pirooz,” ucapnya.(jpg/ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswa Kedokteran Unair yang Diduga Ikut ISIS, Prestasinya Luar Biasa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler