Empat Kali Tunda Pilkada, KPU Bombana Bikin Curiga

Kamis, 20 Januari 2011 – 00:40 WIB

JAKARTA - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Syamsul Bahri menyatakan bahwa KPU Bombana, Sulawesi Tenggara tidak pernah mengajukan laporan tertulis tentang empat kali penundaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) BombanaMenurutnya, laporan ke KPU hanya disampaikan secara lisan.

"Tidak ada laporan tertulis, hanya dilaporkan secara lisan," kata Syamsul Bahri  di Jakarta, Rabu (19/1)

BACA JUGA: Sistem Politik Kecilkan Peran Pemuda

Langkah KPU Bombana menunda Pemilukada karena alasan tidak ada ada dana, dianggap Syamsul sudah tepat


Karena KPU, kata Syamsul, hanya bisa mengajukan jumlah anggaran yang digunakan dalam Pemilukada

BACA JUGA: Saatnya Desak SBY Bubarkan Satgas

"Penundaan itu bisa terjadi apabila dananya belum tersedia," ucapnya.

Apakah jika tidak tersedianya dana, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bombana dana darurat yang tersedia di APBD? Syamsul mengaku tidak tahu karena hal itu bukan urusan KPU
"Tidak tahu, itu urusan pemerintah

BACA JUGA: DPR Kecewa dengan Hasil Audit LPS tentang Century

Pokoknya yang penting KPU mengajukan anggaran," ujarnya.

Terhadap adanya dugaan persekongkolan yang dilakukan KPU Bombana dengan Pemerintah Daerah, Syamsul mengatakan KPU Pusat siap melakukan supervisi apabila ada laporan dari masyarakat maupun Panwaslu"Kalau ada laporan dari masyarakat dan Panwaslu tentu kita tindak lanjutiKami akan mengawasnya dan melakukan supervisiLaporkan dulu ke provinsi dan nanti ke pusat," katanya.

Selama proses tahapan Pemilukada Bombana dimulai tahun 2010, KPUD Bombana sudah melakukan empat kali penundaanYakni tanggal 8 Oktober 2010, 10 November 2010, 12 Desember 2010, dan terakhir 23 Januari 2011Lagi-lagi alasannya karena tidak ada anggaran yang disiapkanPadahal dalam perubahan APBD, dana Pemilukada putaran ke dua sudah dianggarkan DPRD Bombana.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow mengatakan, selayaknya KPU Pusat tangan melakukan supervisi.
Menurutnya, dugaan tarik ulur kepentingan dengan penundaan hingga empat kali memang besar.

"Empat kali penundaan sudah wajar KPU Pusat melakukan suvervisi untuk memastikan bahwa proses Pemilukada berjalanKPU harus bersikap, jangan dibiarkan," katanya.

Menurut Jeirry, alasan tidak ada anggaran karena KPUD juga menganggarkan anggaran Pemilukada yang besar memang sering dijadikan modus untuk mendapatkan keuntunganKarena itu, kata dia, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) perlu melakukan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah yang melakukan Pemilukada.

"Anggaran yang digunakan perlu dihitung lagiKPUD sering  menambah anggaran karena dan sewenang-wenang mengajukan dana yang akan digunakan Pemilukada karena mungkin mendapat keuntungan jika dikabulkanTetapi memang  kewajiban negara yang menyiapkan anggaran," katanya(awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tersangka Dilarang Maju Pilkada


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler