Enam Alasan Denny Laporkan Loyalis Anas

Kamis, 09 Januari 2014 – 15:44 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana resmi melaporkan dua fungsionaris Perhimpunan Pergerakan Indonesia Ma'mun Murod dan Tri Dianto ke Mabes Polri, Kamis (9/1).

Denny yang datang bersama tim kuasa hukumnya, itu diterima Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

BACA JUGA: KY Minta Informasi Penegakan Kode Etik Hakim ke KPK

"Saya sudah melaporkan ada dugaan dalam KUHP tentang pencemaran nama baik atau perbuatan tidak menyenangkan, yang orang sebut fitnah. Pasal 310,311,335 dengan ancaman lima tahun penjara," kata Denny kepada wartawan usai melapor, Kamis (9/1).

Namun, kata Denny, pihak Mabes Polri juga menambahkan dalam laporan itu dengan pasal 51 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang ancamannya enam tahun penjara. "Terlapor tadi fungsionaris PPI Ma'mun Murod dan Tri Dianto," kata Denny.

BACA JUGA: Dahlan Iskan Puji Terobosan Basrief Arief

Ia mengaku punya enam alasan melaporkan dua loyalis Anas Urbaningrum itu.

Pertama, Denny menjelaskan, informasi yang disampaikan Ma'mun dan diulangi Tri itu jelas-jelas fitnah, informasi tak berdasar dan bohong.

BACA JUGA: Ditjen Pajak Pastikan Garap Kasus Wilmar

Sehingga, Denny melanjutkan, Ma'mun dan Tri harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu di hadapan hukum. "Agar ini menjadi pelajaran untuk tidak sembarangan berbicara yang mengakibatkan merusak kehormatan dan nama baik orang lain," katanya.

Kedua, sambung Denny, sebenarnya banyak yang menyarankannya langsung lapor polisi. Namun, Denny masih memberikan kesempatan 1 x 24 jam untuk minta maaf.

"Kenapa singkat hanya 1 x 24 jam, itu untuk menunjukkan kalau ini serius," katanya. Dia mengatakan, kalau makin lama dibiarkan beredar informasi itu kemudian ada yang menganggap benar, maka semakin rusak.

"Sehingga saya beri waktu 1 x 24 jam untuk minta maaf. Sayangnya, kesempatan itu tidak digunakan dengan baik," ungkapnya.

Ketiga, Denny melanjutkan, permasalahan ini bukan persoalan pribadi. Bahkan, dia mengaku tak kenal dengan Ma'mun. Namun, ia heran pada Selasa (7/1) kemarin Ma'mun tiba-tiba berbicara tentang dirinya. "Tidak tahu (Ma'mun)  tahu darimana tentang saya," heran dia.

Namun, kata Denny, yang lebih mengganggu adalah karena ini terkait kehormatan lembaga-lembaga negara. Karena, kata dia, lembaga kepresidenan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi turut disebut-sebut.

"Tentu saja harus kita jaga martabatnya, kehormatannya dari  fitnah-fitnah semacam ini," ungkapnya.

Keempat dan yang paling penting, Denny mengatakan dalam upaya memberantas korupsi salah satu garda paling depan itu adalah KPK.

Menurutnya, banyak cara dan  upaya untuk melemahkan, mengkriminalisasi KPK. "Saya pikir cara-cara seperti ini jangan dibiarkan. Jangan sampai KPK sendirian," katanya.

Denny menambahkan, dalam konteks ini dirinya ingin membantu KPK menghadapi fitnah-fitnah semacam itu agar lembaga tersebut tidak sendirian dalam memberantas korupsi. "Dan saya pikir  banyak sekali rakyat yang mendukung KPK," tegasnya.

Kelima, lanjut Denny,  harus dicegah dengan serius cara-cara fitnah semacam ini supaya tidak menjadi modus atau preseden yang dilakukan untuk membela diri apalagi dalam kasus tindak pidana korupsi.

"Jangan sampai ke depan kalau tidak ada yang mengambil sikap tegas, tidak dilawan, ini nanti ada yang datang lagi orang diperiksa KPK (lalu) bikin alasan lagi, bikin fitnah lagi," ujarnya.

Karenanya, kata dia, harus ada pelajaran untuk hal yang seperti ini sehingga ke depan orang harus lebih berhati-hati. "Cara-cara fitnah seperti ini harus dihentikan agar tidak jadi preseden dalam pembelaan diri, khusunya dalam tindak pidana korupsi," ungkapnya.

Keenam, Denny melanjutkan, demokrasi harus diselamatkan dari kebebasan memfitnah. Memang, kata dia, kebebasan berbicara dijamin dalam konstitusi. "Tapi, kebebasan memfitnah, tidak dong. Harus dipisahkan dengan tegas," katanya.

Bekas Staf Khusus Kepresidenan itu mempersilakan untuk mengkritik dan beda berpendapat, asal jangan memfitnah.

"Kalau itu dicampuradukkan, demokrasi kita jadi tidak dewasa. Harus kita bangun demokrasi yang berkeadaban, salah satunya dgn memisahkan kebebasan bicara dengan memfitnah yang merupakan tindak pidana," ungkapnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kunjungi Andi, Eep Syaefulloh Hanya Bawa Doa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler