Enam Alasan Kornas MP BPJS Dukung Pembentukan Pansus JKN

Rabu, 04 September 2019 – 19:34 WIB
Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kornas MP BPJS) Hery Susanto. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisi XI DPR RI mengusulkan untuk membentuk panitia khusus (pansus) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pansus ini bertujuan untuk mencari solusi atas defisit BPJS Kesehatan.

Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP BPJS) Hery Susanto mendukung terbentuknya pansus JKN tersebut. Sedikitnya ada enam faktor yang dinilai penting untuk digelarnya pansus JKN.

BACA JUGA: BPJS Kesehatan Terus Tekor, Misbakhun Wacanakan Pembentukan Pansus JKN

"Pertama, pemerintah menyubsidi peserta PBI hingga 96.8 juta orang untuk kelas III sebesar Rp23 ribu per orang per bulan selama satu tahun ini, itu banyak yang tidak tepat sasaran, indikasinya dengan dihapusnya 5.2 juta orang dari PBI," ujar Hery Susanto di Jakarta, Rabu (4/9).

BACA JUGA: Ferdian Lacony: Alhamdulillah, Masyarakat PALI Dapat Menikmati Program Jaminan Kesehatan

BACA JUGA: Mardani PKS Ungkap Akar Masalah BPJS Kesehatan, Bukan Iuran Kecil

Kedua, fasilitas kesehatan (faskes) dan rumah sakit (RS) mitra BPJS Kesehatan seakan belum ikhlas menerima skema pembiayaan INA-CBGs, karena dianggap tak menguntungkan secara bisnis.

Ketiga, banyak peserta BPJS Kesehatan mandiri menunggak dan cuma membayar kala sakit saja.

BACA JUGA: Mardani PKS: Kenaikan Iuran BPJS Menyakiti Hati Rakyat

Keempat, iuran BPJS Kesehatan pemberi kerja unsur pemerintah daerah (pemda) banyak yang menunggak iuran. Tercatat enam pemerintah provinsi menunggak iuran, yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau, Banten, Papua, dan Papua Barat.

"Ada 76 pemda kabupaten/kota yang menunggak iuran BPJS Kesehatan. Bahkan, ada lima pemda kabupaten/kota yang belum membayar iuran sama sekali dengan total piutang pemda tersebut mencapai Rp 240,5 miliar," bebernya. Piutang itu berdasarkan data tahun 2016.

Kelima, pelayanan sejumlah faskes dan RS mitra BPJS Kesehatan dianggap buruk dan tak taat asas. Sayangnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPJS Kesehatan tak tegas dalam menerapkan sanksi.

"Contoh, adanya diskriminasi antara pasien umum dan BPJS Kesehatan. Banyak ditolaknya pasien BPJS Kesehatan, karena fasilitas kamar rawat inap RS penuh, RS minta uang muka perawatan kesehatan, kelangkaan obat bagi peserta BPJS, dan sebagainya," beber Hery mencontohkan.

Keenam, menguatnya fenomena moral hazard yang mendera pengelolaan BPJS Kesehatan. Ini, ditandai dengan temuan KPK atas satu juta klaim fiktif dari mitra BPJS Kesehatan.

Sejak berdiri pada 2014 silam, BPJS Kesehatan selalu merugi. Di tahun pertama, misalnya, defisit sebesar Rp3,3 triliun. Naik menjadi Rp5,7 triliun di 2015 dan Rp 9,7 triliun pada 2016. Defisit pada 2017 membengkak di atas Rp 11 triliun. Pada 2018 kembali alami defisit Rp 9 triliun hingga 2019 disinyalir defisit Rp 28 triliun.

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan JKN dan BPJS Kesehatan sebagai realisasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) harus ditata ulang. Menurutnya, untuk mendesain ulang JKN harus ada upaya mengurai persoalan yang selama ini terjadi.

Lebih lanjut, Misbakhun menduga ada data yang tak valid tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Skema siapa yang berhak menerima PBI, sebut dia, juga menjadi masalah dan harus dicari solusinya agar tak muncul ketidakadilan.

Berangkat dari hal-hal tersebut, Misbakhun menyatakan, sebaiknya persoalan menyangkut BPJS Kesehatan diurai melalui Pansus JKN bentukan DPR. Alasannya, persoalan BPJS Kesehatan bukan hanya masalah keuangan.

“Kombinasi permasalahan di BPJS ini bukan single, sangat banyak. Ide mengenai pembentukan Pansus JKN ini penting untuk membedah dan kemudian hasilnya kita rekomendasikan ulang SJSN kita,” pungkasnya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Arief Gerindra Yakini BPJS Kesehatan Tekor karena Duit Bocor


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler