Errol

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Rabu, 26 Mei 2021 – 11:27 WIB
Errol Jonathans. Foto: Suara Surabaya

jpnn.com - Pepatah Inggris mengatakan, Everybody dies, but only some leave a legacy. Artinya: setiap orang akan mati, tetapi hanya orang-orang tertentu yang meninggalkan warisan berharga.

Pepatah Indonesia mengatakan, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang.

BACA JUGA: Khofifah

Errol Jonathans, pendiri Radio Suara Surabaya (SS), adalah salah satu di antara sedikit manusia yang mati dan meninggalkan legacy. Errol meninggal Selasa (25/5) dalam usia 63 tahun dan meninggalkan legacy penting bagi jurnalisme radio di Indonesia.

SS yang dibangun Errol bersama pengusaha Soetojo Soekomihardjo menjadi radio pertama yang mengembangkan citizen journalism. SS menjadi ikon jurnalisme radio di Indonesia.

BACA JUGA: Ganjar

SS menjadi salah satu success story jurnalisme radio di Indonesia. Jurnalisme radio interaktif yang dikembangkan SS telah menjadi model dan membawa pengaruh penting dalam sejarah jurnalisme radio Indonesia.

Pada 1984, Errol berkolaborasi dengan Soetojo, pengusaha keturunan Madura, untuk mengembangkan bisnis radio. Errol punya pengalaman jurnalistik tulis ketika menjadi wartawan harian Pos Kota biro Jawa Timur.

BACA JUGA: Jilbab, Najwa Shihab, dan Ide Socrates

Sejak menjadi mahasiswa di Akademi Wartawan Surabaya, Errol sudah menunjukkan minatnya yang serius terhadap radio. Oleh karena itu,  Errol tidak berpikir panjang ketika Soetojo menawarinya mengembangkan radio.

Kolaborasi pengusaha dengan jurnalis semacam ini sudah banyak melahirkan kisah-kisah sukses dalam dunia media di Indonesia. Goenawan Mohamad, wartawan muda yang penuh idealisme, bersama sejumlah kawannya bertemu Ciputra pada 1971.

Ciputra merupakan pengusaha sukses di bidang properti dan menjadi ketua Yayasan Jaya Raya, Jakarta. Pertemuan itu melahirkan kesepakatan mendirikan Majalah Mingguan Tempo.

Ciputra yang menyediakan uang, sedangkan Goenawan yang mempersiapkan konsep majalahnya. Tempo kemudian menjadi ikon majalah berita mingguan di Indonesia.

Pada 1964, guru dan wartawan muda Jakob Oetama bertemu P.K Ojong, seorang pengusaha idealis yang juga penulis, Mereka bersepakat mendirikan Harian Kompas.

Duet sosok muda idealis itu kemudian mendapat sokongan dana dari I.J Kasimo dan Frans Seda, dua orang tokoh Katolik terkemuka. Kolaborasi jurnalis dengan politisi-pengusaha itu melahirkan sejarah berupa Harian Kompas yang menjadi koran terkemuka di Indonesia sampai sekarang.

Pada 1983, Erick Samola, salah seorang direktur kepercayaan Ciputra, pergi ke Surabaya untuk mengembangkan media lokal dengan mengakuisisi Harian Jawa Pos dari seorang pengusaha The Chung Shen. Pada kesempatan itu Erick bertemu dengan Dahlan Iskan, kepala biro Majalah Tempo Jawa Timur di Surabaya.

Pada pertemuan pertama itu Erick langsung ‘jatuh cinta’ kepada Dahlan. Erick pun menyerahkan kepemimpinan Harian Jawa Pos kepada Dahlan, sehingga kesuksesan kolaborasi itu menjadi sejarah dalam perkembangan pers daerah di Indonesia.

Semua cerita sukses itu punya pola kolaborasi yang sama. Sang pengusaha menyediakan modal dan eksper manajemen, sedangkan sang wartawan menyediakan gagasan dan ide baru dalam jurnalisme yang belum pernah ada sebelumnya.

Kompas, Tempo, Jawa Pos, dan Radio SS, semuanya menunjukkan pola kolaborasi yang sama dan menghasilkan kisah sukses yang sama-sama spektakuler.

Para pengusaha itu memberi dukungan modal dan kepercayaan, sedangkan wartawan memberikan profesionalisme dan idealisme.

Konsep penulisan jurnaisme sastrawi belum pernah ada sebelum Goenawan menerbitkan Tempo. Konsep jurnalisme makna dengan filosofi Jawa yang halus belum pernah ada sebelum lahirnya Kompas.

Konsep koran popular dengan gaya penulisan berkarakter daerah belum pernah ada sebelum lahirnya Jawa Pos. Demikian pula konsep jurnalisme radio interaktif belum pernah ada sebelum lahirnya Radio SS.

Oleh karena itu, tidak berlebihan jika Errol disejajarkan dengan Goenawan Mohamad, Jakob Oetama, dan Dahlan Iskan. Mungkin tidak sepenuhnya berada pada satu kaliber, tetapi hasil kerja Errol sudah membuktikan bahwa Radio SS mempunyai tempat tersendiri dalam perkembangan juralisme radio di Indonesia.

PWI Pusat pun menganugerahi Radio SS penghargaan kategori Pelopor Jurnalisme Warga saat peringatan Hari Pers Nasional 2017. Errol mengatakan jurnalisme warga dimulai sejak era seluler tumbuh.

Ketika jurnalisme warga berkembang, banyak info berkembang, sehingga agenda setting di Suara Surabaya sering kali berasal dari kebutuhan warga.

Konteks jurnalisme warga adalah komunikasi dua arah. Masyarakat tidak lagi jadi konsumen yang pasif, tetapi sudah menjadi pelaku informasi.

Masyarakat memberi info ke masyarakat dan memberikan solusi atas persoalan yang muncul. Perkembangan teknologi informasi juga selalu diadopsi Suara Surabaya sehingga melahirkan konvergensi multimedia antara jurnalisme radio, video jurnalistik, dan video streaming.

Sosok Errol pun menjadi bagian identik dari perkembangan dunia radio di Indonesia. Ide-idenya cemerlang, selalu sukses, dan diikuti yang lain.

Errol banyak menebar ilmu di berbagai wilayah di Indonesia untuk menularkan kualitas jurnalisme radio yang lebih baik.  Jurnalisme interaktif Radio SS melahirkan ikatan yang kuat dengan pendengarnya.

Begitu kuatnya ikatan pendengar SS sampai-sampai bila ada orang kehilangan motor atau mobil, langsung melaporkannya ke SS, disiarkan saat itu juga. Pada hari yang sama, motor atau mobil yang hilang sudah terlacak atau ditemukan.

?Slogan “dari warga untuk warga” mewujud dalam program Kelana Kota Suara Surabaya yang sukses menjaring konsumen urban kelas atas. Sukses ini membawa sukses bisnis bagi Radio SS.

Tarif iklan Radio SS menjadi yang termahal di Indonesia. Pemasang iklan harus antre untuk mendapatkan slot tayangan.

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam Sembilan Elemen Jurnalisme (2001) menyebutkan salah satu elemen penting jurnalisme ialah menyediakan forum bagi publik. Tanpa forum publik sebuah media hanya akan menjadi corong humas kekuasaan.

Dengan menyediakan forum publik, media menjadi bagian langsung dari kehidupan publik. Itulah legasi yang diwariskan Errol untuk jurnalisme radio di Indonesia.

Selamat jalan, Bung Errol. Rest in peace.(*)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Yahudi


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler