jpnn.com - KEDIRI – Dua hari setelah letusan dahsyat Kamis malam lalu (13/2), aktivitas vulkanis Gunung Kelud cenderung menurun. Hujan abu tidak lagi sebesar sebelumnya. Meski begitu, ancaman dari gunung berapi tersebut belum benar-benar hilang. Warga khawatir sewaktu-waktu Kelud memuntahkan lahar dingin.
Itu dipicu hujan yang terjadi di wilayah sekitar Kelud seharian kemarin. Di antaranya, di Kecamatan Ngancar dan Puncu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Hujan memang tidak terlalu deras. Warga waswas intensitas hujan meningkat dan bergeser ke kawasan gunung. Kondisi tersebut bisa mengakibatkan material vulkanis di puncak gunung muntah.
BACA JUGA: Parpol Berlomba Bantu Korban Kelud
Biasanya, muntahan itu memiliki kecepatan yang dahsyat dan menyapu apa pun yang dilewati. ”Biasanya memang tidak hanya abu yang muntah. Lahar dingin juga bisa turun,” kata Dicky, petugas evakuasi pengungsi di Pabrik Gula Jengkol, Ploso Klaten.
Pengalaman letusan Kelud sebelumnya masih terngiang di ingatan warga sekitar. ”Biasane mboten awu kemawon, laharipun nggih medal sedanten (biasanya bukan abu saja, lahar dingin juga tumpah semua, Red),” ungkap Misni, 80, warga Simbar Lor, Ploso Klaten. Dia merasakan letusan Kelud pada 1951, 1966, dan 1990.
BACA JUGA: Istri Bupati Lulus CPNS
Karena itu, kendati erupsi Kelud mereda, petugas melarang warga kembali ke rumah masing-masing sebelum situasi benar-benar aman. Namun, hal tersebut bukan pekerjaan enteng. Banyak warga yang minta izin pulang untuk membersihkan rumah atau memberi makan ternak. ”Kalau sudah begitu, apa boleh buat, kami tak bisa mencegah,” kata Dicky.
Budiono, warga yang mengungsi di Balai Desa Tawang, Kecamatan Wates, mempunyai pengalaman menyaksikan lahar dingin Kelud. Mengerikan. Saking derasnya aliran air, suaranya berdengung seperti kapal berjalan.
BACA JUGA: Tanggap Darurat Pantura Selesai Akhir Februari
Lahar dingin yang tumpah biasanya mengakibatkan banyak kerusakan. Yang sudah pasti adalah rusaknya lahan pertanian berupa kebun dan sawah. Padahal, selama ini bertani dan berkebun adalah mata pencaharian warga yang tinggal di sekitar Gunung Kelud. Mereka mengembangkan tanaman nanas, tomat, cabai, cengkih, dan kopi.
Yang tak kalah membahayakan adalah aliran lahar dingin itu disertai material dari puncak gunung. Karena itu, warga harus ekstrahati-hati. Apalagi bila material yang terbawa adalah batu.
Kepala Operasi Basarnas Surabaya Hari Adi Purnomo mengungkapkan bahwa munculnya lahar dingin tersebut belum bisa dibilang terlalu mengkhawatirkan. ”Namun, tidak berarti warga tak harus waspada. Sebab, hujan deras bisa muncul secara tiba-tiba tanpa bisa diprediksi,” ungkapnya. Intensitas hujan di kawasan sekitar Gunung Kelud belum begitu tinggi. Hujan lebat hanya terjadi di wilayah perkotaan.
Jawa Pos kemarin mengamati jalur aliran lahar dingin Gunung Kelud di Desa Sumber Asri, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Belum terlihat peningkatan volume air di jalur lahar yang dibangun pasca letusan Kelud pada 1990 itu. Jalur lahar tersebut dimanfaatkan warga setempat untuk melintas.
Menurut Nur Alam, petugas Sentra Komunikasi Mitra Polri Kediri, sekitar pukul 14.59 warga sempat dihebohkan oleh keluarnya gas beracun. Baunya cukup menyengat. Namun, kondisi tersebut hanya berlangsung sejam. ”Setelah itu tidak ada lagi. Menurut data kami, juga tidak ada korban,” katanya.
Meski erupsi cenderung mereda, Kelud sejatinya masih berpotensi meletus lagi. Itu terlihat dari masih banyaknya gempa tremor. ”Potensi (meletus) masih ada. Dari data kegempaan terekam getaran yang terus-menerus,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Muhammad Hendrasto kemarin.
Hendrasto mengimbau masyarakat agar terus waspada. Status awas dan jarak aman radius 1 km masih diberlakukan. Langkah itu diambil sebagai tindakan hati-hati sebelum situasi di sekitar Gunung Kelud benar-benar dinyatakan aman. ”Status masih awas. Warga di pengungsian dulu,” katanya. (git/mia/c10/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gunung Kelud Masih Berpotensi Meletus
Redaktur : Tim Redaksi