jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri mengatakan ada cara pandang yang keliru dari penanganan gula rafinasi. Menurutnya, gula yang telah dimurnikan dengan menghilangkan molase itu dimunculkan seolah-olah menjadi musuh petani.
Pria yang juga mantan Satgas Pemberantasan Mafia Migas mengatakan, paradigma itu muncul dari temuan Satgas Mafia Pangan di Makassar, Sulawesi Selatan dan beberapa daerah lainnya terkait gula rafinasi.
BACA JUGA: Lelang GKR Bisa Ciptakan Harga Gula Terbaik
Padalal, gula rafinasi justru akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor.
"Dosa apa yang diemban gula rafinasi. Gula rafinasi menjadi musuh masyarakat bahkan dikatakan musuh petani, menghambat swasembada gula. Bahkan disebutkan bahwa Gula Rafinasi mengandung bahaya jika dikonsumsi langsung," ujar Faisal Basri saat dihubungi, Minggu (18/6).
BACA JUGA: Kebijakan Pemerintah Lelang Gula Didukung Penuh Petani Tebu
Faisal mengatakan, justru keberadan gula rafinasi akan membuka lapangan kerja baru. Pengolahan raw sugar atau gula mentah menjadi gula rafinasi yang dilakukan di dalam negeri membutuhkan banyak tenaga.
"Persoalan petani tebu itu lebih banyak soal kebutuhan lahan. Sementara yang selama ini masuk ke kasus monopoli itu terkait gula impor illegal, bukan rafinasi. Jadi ini tiga hal berbeda yang harus dipahami,” katanya.
BACA JUGA: Sidak, Satgas Pangan Temukan Gula Rafinasi dan Makanan Kedaluwarsa
Bagaimana dengan lonjakan harga gula pasir? Menurut Faisal Basri, itu terjadi akibat dari kebijakan gula rafinasi sangat ketat yang membuka ruang monopoli.
Karena harus diimpor oleh importir terdaftar, jatah gula rafinasi hanya bisa dinikmati oleh industri makanan dan minuman dengan sekala besar.
"Sektor Industri Kecil Menengah tidak kebagian dan harus bertahan dengan gula harga yang semakin tinggi. Itu alasan mengapa akhirnya banyak Industri makanan dan minuman dalam negeri akhirnya memindahkan pabriknya ke Vietnam, Thailand, Laos, dan lainnya," tandasnya.
Sebagaimana diketahui jelang Idul Fitri 2017, tingkat konsumsi yang tinggi sering digunakan oleh pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda dari kegiatan menimbun pasokan pangan sehingga membuat lonjakan harga di pasar menjadi tidak terkendali.
Antisipasi ini menjadi salah satu yang menjadi perhatian Presiden Jokowi. Tidak heran jika Kapolri menindaklanjuti dengan menggandeng Kementerian Perdagangan, Pertanian, Bulog dan Komisi Pengawas Persaingan Persaingan Usaha.
Sejauh ini telah ditemukan 62 kasus ditangani Satgas Mafia Pangan, tercatat beberapa wilayah kerja Polda: Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Riau, Sulawesi Selatan dan lainnya dengan berbagai latar belakang kasus: perijinan, penimbunan, gula illegal, gula rafinasi. (zul/rmol)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendag Dinilai tak Tegas Kontrol Gula Rafinasi
Redaktur : Tim Redaksi