Ikhyah Ulumudin, kepala Sub Direktorat Penyidikan Direktorat Intelijen dan Penyidikan DJP, mengungkapkan secara nasional tahun ini berkisar 40 perusahaan yang diduga menerbitkan faktur pajak fiktif.
Faktur pajak fiktif itu kemudian digunakan ratusan bahkan jutaan wajib pajak baik yang tinggal satu daerah dengan perusahaan penerbit maupun di luar daerah seperti Lampung, Makasar, dan Bali
BACA JUGA: Mendagri Ajak Pemda Bentuk Perusda
Tak hanya perorangan, perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang go public pun turut menjadi korban penerbit faktur pajak fiktifDari 40 perusahaan, tambah dia, 25 di antaranya sudah P-21 dan disidangkan
BACA JUGA: Tiongkok Dominasi Elektronik Impor
Sedangkan di Jawa Timur, ada 8 perusahaan penerbit faktur pajak fiktif yang divonisBACA JUGA: Faktur Pajak Fiktif Marak, Negara Rugi Rp 500 Miliar
Transaksi pembayaran pajak dengan laporan pajak tidak sesuaiAda pula yang hanya memberikan faktur tapi ternyata transaksinya fiktif.Setelah dicek, uang pembayaran pajak tidak disetor ke bank"Ada indikasi setoran palsuKita cek ke bank, ada bukti tapi tidak masuk ke bankDari sini, kantor pajak mulai bergerak," jelasnya
Rangkaian pengguna faktur pajak fiktif biasanya diimbau terlebih dahulu untuk membetulkan atau membayar pajak sesuai transaksiMereka diminta membayar setidaknya 50 persen dari transaksiTapi jika tetap membandel, mereka akan diadili dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda 400 persen dari jumlah pajak yang harus disetor
"Rentang waktu 6 bulan, kita baru lakukan tindakan hukumSebelumnya, kami persuasif meminta pengemplang pajak membayar sesuai kewajiban," cetusnya.
Kepala Kanwil DJP Jatim I Suharno mengatakan penyelidikan terhadap kasus penggelapan pajak bukan untuk menghukum, tapi lebih kepada meningkatkan penerimaan setoran pajak ke negaraKarena itu, dengan adanya pengusutan hingga penangkapan tersangka penggelapan pajak, diharapkan bisa menimbulkan efek jera bagi wajib pajak nakal lainnya"Trennya terus menurun, tahun ini tercatat kerugian Rp 6 miliarTahun lalu Rp 9 miliar," ujarnnya.
Mengenai kasus HR, Suharno mengatakan dia dianggap sebagai perantara pengusaha WD dengan penerbit faktur fiktif MWWD adalah pendiri, pemilik dan pimpinan CV PT, PT MNTP, PT MNTC, dan CV PTPerusahaan-perusahaan itu adalah rekanan pabrik gula yang bergerak di bidang pengadaan mesin, suku cadang, dan material termasuk pemasangannyaMW sendiri sekarang masih dalam daftar pencarian orang.
Faktur pajak fiktif tersebut, papar Suharno, digunakan WD memperbesar nilai harga pokok penjualan (HPP) sehingga laba yang dilaporkan ke dalam laporan pajak menjadi lebih kecil"Itu mengakibatkan nilai pembayaran pajak menjadi lebih kecil daripada yang seharusnya sehingga timbul kerugian negara," katanya.
Goerge Handiwiyanto, pengacara HR, mengatakan kliennya tidak tahu apa-apa tentang kasus faktur fiktifHR yang selama ini menjadi pengusaha besi itu hanya mengenalkan WD dengan MW"Nanti kita buktikan di pengadilan," pungkasnya(dio/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PBB Tetap Berlaku untuk Bangunan di Atas Air
Redaktur : Tim Redaksi