Fientje de Feniks, Nestapa Pelacur Papan Atas di Zaman Kompeni

Sabtu, 20 Februari 2016 – 07:35 WIB
Pak Silun dan dua anak buahnya yang menghabisi nyawa Fientje de Feniks, pelacur papan atas di zaman kompeni. Foto: Repro buku Jakarta Tempo Doeloe.

jpnn.com - FINTJE DE FENIKS sohor sebagai wanita penghibur di awal abad 20. Nama dan kisah hidupnya jadi buah bibir orang-orang Batavia. 

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network 

BACA JUGA: Macao Po Nenek Moyang Kalijodo

Jumat, 17 Mei 1912. Sesosok mayat terbungkus karung ditemukan tersangkut di pintu air Kali Baru Batavia (sekarang Senen).  

Ternyata Fintje de Feniks. Perempuan indo yang cukup sohor di Batavia. 

BACA JUGA: Pelacuran di Zaman Kompeni, Begini Aturan Mainnya...

"Kehebohan segera menjalar di kalangan peduduk Betawi," tulis Tan Boen Kim dalam buku Fientje de Feniks.

Inilah pertama kalinya terjadi peristiwa dengan bumbu-bumbu kekerasan dan sex di zaman Hindia Belanda. 

BACA JUGA: Anak Bung Karno, Ali Sadikin dan Lantai Dansa

Saking sohornya, pada 1915 Drekkerij Tjiong Koen Bie merilis buku 146 halaman dengan judul Nona Fientje de Feniks.

Pada 1916 terbit lagi buku setebal 87 halaman bertajuk Sair Nona Fientje de Feniks dan Sakalian Ia Poenja Korban jang Bener Terjadi di Betawi antara taon 1912-1915.

Kisah pelacur papan tersebut juga diulas Peter van Zonneveld dalam 75 halaman buku De moord op Fientje de Feniks: een Indische Tragedie.

Rosihan Anwar dalam Petite Histoire Indonesia jilid 1 juga mengulas sedikit banyak kisah Fientje.

Fintje de Feniks, sebagaimana disarikan dari buku-buku tersebut, adalah penghuni rumah pelacuran milik seorang germo bernama Umar.

Ia idola yang kerap disambangi para pembesar. Perkara tarif, ia masuk klasemen papan atas. 

Punya paras campuran Eropa-Melayu, mata bulat, hidung mancung, bibir sensual dan rambutnya panjang, hitam bergelombang. 

Investigasi Komisaris Reumpol

Saat ditemukan tewas, usia Fientje belum genap 20 tahun.

Setelah melakukan identifikasi, Kepala Polisi Batavia, Komisaris Reumpol dan anak buahnya  memastikan bahwa wanita tersebut tewas karena lehernya dicekik.

Umar sang germo diperiksa. Dari pengakuan Umar, polisi mendapatkan nama seorang tuan besar bernama Gramser Brinkman.

Brinkman anggota Sosietet Concordia (kemudian Gedung Harmonie, sekarang lokasinya jadi kantor Sesneg, samping Istana Negara) yang cukup terkenal.

Brinkman langganan Fientje. 

Ia tak berkutik ketika seorang pelacur bernama Raonah bersaksi melihat Tuan Brinkman bersiteru dengan Fientje saat berada di belakang rumah pelacuran milik Umar. 

Bagi Brinkman, keterangan seorang pelacur pribumi tak ada artinya. 

Dia juga yakin, mana mungkin tuan besar sepertinya dikenakan hukuman hanya karena membunuh seorang pelacur indo.

Rupanya, pengadilan menyatakan Brickman bersalah. Diancam hukuman mati, Brickman panik dan bunuh diri dalam sel. 

Belakangan diketahui, ternyata Brickman memakai tangan algojo pribumi bernama Pak Silun dan dua anak buahnya. 

Pak Silun menyesal sekali. Bukan karena tertangkap, tapi karena bayarannya belum penuh. Baru persekot saja yang dia terima. 

Nah, saking kesohornya, lakon Rientje de Roo dalam roman sejarah Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, ternyata diilhami kisah nyata Fientje de Feniks. --bersambung (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SENI...! Cara Anak Bung Karno Memukau Orang di Zaman Soeharto


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler