jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memastikan pihaknya akan menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam kasus suap yang menjerat Kepala Subbagian Pidana dan Hak Asasi Manusia (HAM) Bagian Penerapan Hukum Biro Bantuan Hukum pada Divisi Hukum Mabes Polri AKBP Bambang Kayun Bagus PS (BK).
“Kami berharap mudah-mudahan nanti Pak BK bisa memberikan keterangan, termasuk juga ada keterangan lain-lain yang bisa membantu proses penyidikan ini,” kata Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/1).
BACA JUGA: Amankan Kasus Pengusaha di Bareskrim, AKBP Bambang Kayun Terima Duit Sebegini plus Mobil Mewah
Firli menyatakan penetapan tersangka terhadap Bambang Kayun sudah melewati proses hukum yang ada karena perbuatannya dan atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan.
Firli juga tidak berharap ada pihak lain yang terlibat di Polri terkait kasus ini.
BACA JUGA: AKBP Bambang Kayun Ditahan KPK
“Kami tidak berkeinginan, berangan-angan apakah ada pelaku lain, tetapi ini akan mengikuti proses sepanjang penyidikan,” kata dia.
Firli menerangkan dalam Pasal 55 KUHP disebutkan adanya pelaku yang turut serta atau membantu dalam tindak kejahatan. Dia berharap Bambang Kayun bisa bekerja sama untuk mengungkap pihak-pihak itu.
BACA JUGA: Nasib AKBP Bambang Kayun, Dulu di Mabes Polri, Ditahan KPK Kini di Fasilitas TNI
Seperti diketahui, KPK menyebut AKBP Bambang Kayun Bagus PS (BK) menerima suap dan gratifikasi berupa barang dan duit puluhan miliar.
Suap puluhan miliar itu diterima secara bertahap dengan nilai total mencapai Rp 56 miliar, di mana sekitar Rp 6 miliar untuk membantu pihak berperkara di Bareskrim, yaitu Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW).
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan kasus bermula dari pelaporan pidana dengan pihak terlapor Emilya Said dan Herwansyah terkait kasus dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak waris PT Aria Citra Mulia (ACM).
Bambang, Herwansyah, dan Emilya kemudian bertemu di sebuah hotel pada medio 2016. Bambang pun menyatakan kesiapannya untuk membantu Emilya dan Herwansyah dengan kesepakatan pemberian uang dan barang.
"Tersangka BK lalu memberikan saran di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri," kata Firli dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/1).
Dalam perjalanan kasusnya, Emilya dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim.
Terkait penetapan status tersangka itu, Bambang menyarankan kepada Emilya dan Herwansyah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp 5 miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya," kata Firli.
Selama proses pengajuan praperadilan, Bambang diduga membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum. Hasil rapat itu dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan.
Atas informasi yang dibocorkan Bambang itu membuat hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah.
"Tersangka BK, sekitar Desember 2016 juga diduga menerima satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh tersangka BK," kata Firli.
Selang lima tahun, sekitar April 2021, Emilya dan Herwansyah kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.
Bambang diduga kembali menerima duit Rp 1 miliar dari Emilya dan Herwansyah untuk membantu pengurusan perkara tersebut sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan.
"Hingga akhirnya ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO Penyidik Bareskrim Mabes Polri," lanjut Firli.
Selain dari kasus Emilya dan Herwansyah, Bambang kemudian menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp 50 miliar.
Alhasil total duit suap dan gratifikasi yang diterima Bambang sampai saat ini mencapai Rp 56 miliar.
Atas perbuatannya, Bambang Kayun disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (tan/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Setelah Dijemput Paksa, Saksi Terkait Kasus AKBP Bambang Kayun Ini Dicecar KPK soal Ini
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga