Wartawan fotografer Paul Jones pertama kali menginjakkan kaki di sebuah pulau terpencil Indonesia Timur untuk mengabadikan potret kehidupan dan kegiatan masyarakat setempat yang bekerja menangkap ikan paus.

Awalnya, ia hanya mengincar foto "sempurna" dari kegiatan ini.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: PM Selandia Baru Jacinda Ardern Tiba-tiba Mengundurkan Diri

"Seringkali saya mencari foto sempurna, hanya untuk melihat seekor paus menyelam di kedalaman Laut Sawu," ujarnya.

Dari banyaknya kunjungan ke Desa Lamalera di pulau Lembata yang berlangsung sebulan setiap kalinya, Paul baru mulai mencari lebih dari sebuah foto.

BACA JUGA: Ade Scaf dan Konfir Kabo: Dua Sosok Ini Berjasa Melindungi WNI di Australia

Perlahan ia mulai menghargai interaksi dengan kebudayaan unik di sana.

Kegiatan ini masih membebankannya dengan tantangan logistik dan etis, yang jauh dari kegiatan liburan.

BACA JUGA: Dokter di Tiongkok Disarankan Tidak Menulis COVID Sebagai Penyebab Kematian

"Saya harus terbang ke Bali, Denpasar, lalu terbang dengan pesawat ke Flores, dilanjutkan perjalanan dengan bus kecil, motor, feri, lalu motor lagi," kata Paul, mantan fotografer berita internasional dari daerah Wollongong di New South Wales.

"Perjalanan ke pulau ini bisa memakan waktu empat hari."

Dan sekalinya tiba di sana, hidup kembali menjadi sederhana.

"Tidak ada listrik, tidak ada air mengalir, dan makanannya biasanya hanya nasi dan daging paus yang dikeringkan. Tidak ada hotel, tidak ada alkohol," ujar Paul.

Meski mengapresiasi kebudayaan dan masyarakat setempat, Paul mengatakan dirinya tidak bermaksud mempromosikan pembunuhan paus, lumba-lumba atau pun ikan pari.

"Meskipun topik paus sangatlah kontroversial dan mungkin menyeramkan untuk dilihat, warga di sini adalah orang-orang ceria yang selalu menolong orang seperti saya, pendatang yang berusaha datang dan melihat kebudayaan mereka seperti apa," katanya.

"Perburuan paus adalah sumber penghasilan di sini, sehingga setiap warga pasti terlibat di dalamnya."

Pelakunya didominasi pria, yang membangun kapal dan perlengkapan memancing dengan tangan mereka sendiri.

Sementara itu perempuan biasanya memasak dan merapikan rumah.

Warga yang memiliki otoritas tertinggi dalam pekerjaan memancing ini disebut lamafa.

"Ia dianggap sebagai bintang di desa," ujarnya.

"Anak-anak kecil bermimpi jadi lamafa."

Paul mengatakan dulunya ia tidak mendukung penangkapan paus, seperti layaknya orang Barat atau Australia pada umumnya.

"Selalu ada yang saya rasakan setiap kali melihat hewan besar, entah paus, lumba-lumba atau ikan pari, yang semuanya adalah obyek buruan warga Indonesia di Lamalera ... kadang membuat saya bertanya-tanya, 'Ya Tuhan, ini benar atau salah?'"

"Tapi saya sadar bahwa saya adalah seorang wartawan. Jadi saya melihatnya secara objektif, karena ini hidup mereka. Bisakah saya mengatakan mana yang benar dan salah?"Bahaya melekat

Yang tidak bisa dihindari Paul adalah bahaya yang melekat dengan kegiatan ini dan seringkali mencelakakan para nelayan.

"Kapal-kapal mereka sering dirusak paus," katanya.

"Paus sperma khususnya sangat agresif. Mereka biasanya berusaha merusak kapal dengan ekornya."

Paul tidak jarang melihat kapal yang setengah tenggelam atau rusak. Ia juga suka mendengar kabar tentang warga yang meninggal atau pun terluka ketika berusaha menangkap paus.

Paus yang berhasil ditangkap akan memberi makan 1.000 warga di desa itu, atau dijual.

"Tergantung seberapa besar pausnya, biasanya jasadnya bisa bertahan seminggu atau bahkan sebulan, dan dagingnya bisa dikeringkan atau dibarter," ujar Paul.

"Mereka akan menukarkannya dengan warga dari pulau lain untuk mendapat nasi atau sayur. Ini cara hidup yang sebenarnya."

Desa tersebut memiliki kuota penangkapan 12 ekor paus per tahun yang ditetapkan oleh Komisi Penangkapan Paus Internasional.

Sayangnya tanpa penjelasan yang memadai, paus sudah menjadi semakin langka, seperti juga diamati Paul.

"Waktu saya ke sana lagi tidak lama ini, mereka mengatakan belum melihat paus selama lebih dari setahun," ujarnya.

Belum ada bukti bahwa kegiatan masyarakat tersebut adalah sebab dari terjadinya hal ini.

Paul yang baru saja merampungkan studi S2 nya di bidang pemburuan paus berencana untuk melanjutkan pendidikan S3 tentang topik yang sama.

Ia akan meluncurkan buku berisi foto-fotonya dan mengadakan pameran di Galeri Wollongong Februari mendatang.

Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Presiden Vietnam Mengundurkan Diri Karena Dugaan Kasus Korupsi

Berita Terkait