jpnn.com, SOLO - Aksi penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran versi Maret 2024 dilakukan oleh sejumlah organisasi penyiaran di Solo Raya, Selasa (21/5) sore. Mereka menuntut dibatalkannya beberapa pasal dalam RUU tersebut.
AJI Kota Surakarta/Solo, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Solo, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Solo, Forkom Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Solo, dan sejumlah jurnalis televisi menggelar aksi teatrikal di Plaza Manahan Solo.
BACA JUGA: RUU Penyiaran Jadi Topik Hangat, Gibran Ikut Berpendapat
Aksi teatrikal itu menampilkan seorang awak media yang dibungkam oleh seorang pejabat. Seolah menyampaikan pesan bahwa RUU penyiaran akan membelenggu kebebasan bicara.
Selain teatrikal aksi tolak RUU Penyiaran itu juga diwarnai oleh sejumlah orasi dari beberapa perwakilan organisasi.
BACA JUGA: Menkominfo Sebut RUU Penyiaran Jangan jadi Alat Pembungkaman Pers
Ketua AJI Solo Mariyana Ricky P.D mengungkapkan bahwa di dalam RUU Penyiaran versi Maret 2024 banyak mengandung pasal problematik.
Salah satu yang menjadi concern adalah Pasal 42 dan Pasal 50B ayat 2c. Pasal tersebut mengancam kebebasan pers lewat larangan jurnalisme investigasi dan ambil alih wewenang Dewan Pers oleh KPI.
BACA JUGA: Ramai-Ramai Tolak RUU Penyiaran: Makin Dilarang, Makin Berkarya
Mariyana menjelaskan aturan kepemilikan lembaga penyiaran nantinya tidak bisa dimiliki oleh komunitas ataupun perseorangan, tetapi menjadi konglomerasi (perusahaan induk yang memiliki beberapa anak perusahaan dan bergerak di berbagai bidang).
"Aksi ini adalah untuk menolak RUU Penyiaran yang di dalamnya terdapat pasal problematik. Salah satunya adalah larangan penyiaran investigatif. Ini bagi beberapa pihak memang ada ketakutan di dalamnya kalau ada yang bisa terungkap dari situ. Makanya kami concern menyuarakan itu," jelas dia.
Adapun pasal-pasal yang dinilai problematik diantaranya pasal 34-36, Pasal 50B ayat 2K, dan Pasal 50B ayat 2G. Pasal-pasal dinilai membuat KPI menjadi lembaga superbody yang membuat awak media terbungkam.
"Ini menjadi isu yang sebenarnya tidak kelihatan kalau sekarang kita diam-diam saja. Misalnya seperti konten kreator yang nantinya isinya diatur, bahkan konten-konten di YouTube nantinya akan diatur. KPI akan menjadi lembaga super body yng akan bikin teman-teman menyuarakan kebebasan berekpresinya akan terbungkam," beber dia.
Mariyana menambahkan, penyusunan RUU Penyiaran juga terkesan buru-buru layaknya Udang-udang Cipta Kerja (Omnibus Law). Aksi ini diharapkan membuat pasal-pasal problematik dihilangkan dari RUU penyiaran, minimal menunda perumusan.
"Kami khawatirnya juga akan ada aksi serupa dilakukan legislator kita. Tiba-tiba RUU sudah jadi UU di depan mata," tutupnya. (mcr21/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Lembaga Penyiaran Swasta Tak Mau Ikuti Aturan, Tifatul: Ditutup Saja Izinnya
Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Romensy Augustino