BACA JUGA: Sel Asli untuk Kelabui Petugas Sidak
Padahal, saat itu sedang berlangsung pertandingan antara timnas dan Oman untuk kualifikasi Piala AsiaLaporan ZULHAM MUBARAK, Cikarang
SEPEKAN sudah Hendri Mulyadi menjadi selebritis dadakan
BACA JUGA: Buku Kopassus untuk Indonesia; Rahasia Pasukan Komando
Sejak aksi nekadnya menerobos lapangan Stadion Utama GBK Senayan pekan lalu, Hendri mulai kewalahan meladeni undangan wawancara dengan berbagai stasiun televisi"Maaf, sudah menunggu lama
BACA JUGA: Tjokorda Istri Rai Manik, Perempuan di Pusaran Orang Gila di RS Jiwa Bangli
Saya harus kenduri dulu," ujar pemuda yang akrab disapa Eji itu ramah.Tak berselang lama, Hendri meminta jeda wawancara untuk beberapa menitMengenakan sarung lengkap dengan baju koko dan kopiah, pemuda itu menenteng beberapa kitab kuning dan tafsir, lantas melenggang menuju Pondok Pesantren Nurul Islam Nihayatul Amal yang berjarak 50 meter dari rumahnya"Sudah seminggu Hendri absen dari pesantrenHarap maklum ya, MasBiar mengaji dulu," ujar sang ibunda, Mumun, sembari tersenyum.
Ibu berusia 48 tahun itu kini bisa tersenyum legaBerbeda dengan sepekan lalu ketika dia menyaksikan sang putra bungsu "beraksi" di televisi nasionalKetika itu, Mumun langsung pingsan dan tak sadarkan diri"Saya kaget bukan kepalangAwalnya tak percaya kalau itu anak sayaTapi, setelah dia dijatuhkan polisi, saya langsung yakinSetelahnya nggak ingat apa-apa lagi," kenang Mumun.
Peristiwa itu tak akan pernah dilupakan oleh MumunPada hari itu, ada dua kejadian besar yang dialami MumunPaginya, motor bebek milik kakak Hendri, Nanang Mulyana, raib ketika diparkir di pabrik tempatnya bekerjaBelum tuntas merenungkan hal itu, malamnya dia melihat Hendri digelandang belasan polisi karena dianggap "mengganggu" laga internasional antara timnas Indonesia melawan Oman.
Saat itu, ketika timnas kalah dari Oman, Hendri nekad masuk ke tengah lapanganDia menggiring bola hingga di depan gawang tim OmanSaat itulah dia dibekuk polisi"Alhamdulillah, ternyata anak saya tidak ditahan dan boleh langsung pulang," lanjutnya.
Hendri mengatakan, tindakan nekadnya itu merupakan buntut dari kekesalannyaUntuk menyaksikan pertandingan ke Senayan, dari rumahnya dia butuh waktu tiga jam dengan jarak tempuh sekitar 50 kilometerSetiap kali timnas berlaga, dia mengaku hampir tak pernah absenNamun, seringkali ekspektasi melihat permainan all out Timnas Garuda Indonesia jarang terpenuhi.
"Mungkin itu buntut kekesalan saya selama iniMewakili suara suporter seluruh Indonesia ,saya merasa ada yang tidak benar dengan PSSIMencari 11 pemain bola dari 200 juta penduduk masa tidak bisa?" katanya.
Fanatisme Hendri terhadap sepakbola memang bukan main-mainEmpat kali Jawa Pos bertanya tentang cita-citanya, dengan mantap dia menjawab: menjadi pemain bola! Lantas mengapa tidak menggapai mimpinya itu? Mumun menjawabnya dengan alasan klasik, karena tak ada biaya"Sebelum almarhum bapaknya meninggal, lulus SMP Hendri sudah minta masuk sekolah bolaTapi tidak boleh sama beliauKini tinggal saya yang merawat HendriJadi, ya, mau tidak mau mimpi itu harus dipendam," ujarnya.
Hendri dan dua kakaknya tinggal di rumah berukuran 15x10 meter di komplek pesantrenTiap hari sang ibu berjualan untuk memenuhi kebutuhan keluargaDi ruang tamu yang hanya beralaskan karpet, tampak deretan buku dan kitab kuning terjajar rapiFoto keluarga dan kaligrafi ditempel di tembok bercat kuning sejajar dengan stiker hijau logo Nahdlatul Ulama (NU).
Hendri lahir dan besar di CikarangSetelah lulus dari SMAN 1 Cikarang Selatan, Hendri memilih mendalami ilmu agama di pesantrenDi waktu senggang, dia hobi bermain bola dan membaca berita tentang sepakbolaDi sela wawancara dengan Jawa Pos sendiri, tak jarang Hendri mencuplik pengetahuannya tentang sepakbola yang memang cukup mumpuni.
Hendri jatuh cinta dengan sepakbola sejak usia 7 tahunDia adalah seorang Internisti alias pencinta klub Inter MilanPoster sejumlah pemain Inter Milan pun memenuhi dinding dan langit-langit kamar bercat biru tersebut"Saya paling senang sama Javier Zanetti," katanya pula.
Aksi nekad Hendri memang terbilang istimewa, karena fotonya ketika menggiring bola di lapangan hijau dipajang sebagai foto headline di harian sepakbola internasional terbitan Spanyol, MarcaSejumlah channel televisi internasional seperti ESPN dan CNN juga memuat berita HendriNamun, ketenaran singkat itu tak membuatnya banggaDia dengan tulus mengatakan, aksi itu adalah ekspresi kekecewaan semata, tanpa bertujuan mencari sensasi, apalagi meraih simpati.
Dengan alasan itu, Hendri mulai membatasi diri bertemu wartawan, terutama untuk tidak melakukan wawancara live di stasiun televisiBahkan, tiga hari terakhir Hendri sempat mematikan telepon genggamnyaNamun, katanya pula, wartawan stasiun televisi swasta sering tiba-tiba muncul di depan pintu rumahnyaMau tak mau, dia pun lantas mengiyakan untuk dibawa ke Jakarta.
"Tapi, mulai hari ini saya sudah stop duluSaya takut opini publik terhadap saya bergeserSaya tak ingin dianggap cari sensasiLebih baik mengaji saja di sini," katanya datar.
Hendri tidak merasa ada yang istimewa dengan tindakannya itu, karena benar-benar berasal dari hatiNamun, yang berkesan baginya adalah ketika bertemu Nugraha Besoes di sebuah acara televisiSecara langsung, Hendri sempat menyampaikan protesnya kepada salah satu tokoh PSSI itu.
"Waktu saya sampaikan uneg-uneg saya, Pak Nugraha bilang, 'Bagus kamu ya?'Entah menyindir atau tersinggung, saya kurang paham," katanya polos.
Lalu bagaimana dengan fee menjadi pembicara di televisi? Hendri dengan tegas menjawab tak ingin dikomersialkanBeberapa kali diundang menjadi narasumber acara live, Hendri lebih sering menolak uang transpor yang disiapkan kru televisi.
"Tapi, kadang agak dipaksaKarena kasihan sama ibu, ya, saya terima saja," kata dia, sambil lantas menatap Mumun dan menghela nafas"Saya ingin menyenangkan ibu, Mas," lanjutnya lirih(kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dinar-Dirham yang Mulai Populer sebagai Alat Pembayaran
Redaktur : Tim Redaksi