BACA JUGA: Jatim Lebih Suka Jepang, Kelompok Medan Bule
Penghargaan itu mengharumkan nama Indonesia di dunia internasionalAGUNG PUTU, Jakarta
KETIKA ditemui di kompleks studio Trans TV di Jakarta Rabu malam lalu, Septinus George Saa tampak lelah
BACA JUGA: Perjuangan Maemunah Berubah Kelamin Menjadi Laki-Laki
Pria itu memang baru saja "digilir" beberapa studio televisiBACA JUGA: Takziah di Rumah Duka BJ Habibie di Munchen, Jerman
Yakni, Global TV dalam acara talk show Rossy dan Trans 7 di acara Bukan Empat Mata"Capek sih, tapi menyenangkan," katanya.Penampilan George sudah berbeda dibanding saat berusia belasan tahun duluDia lebih gemuk dan coolPenampilannya juga layaknya eksekutif muda, berkemeja lengan panjang dan celana licinGeorge kini mirip rapper asal Kanada, Aubrey Graham aka (also known as) Drake, yang populer dengan lagu Forever"Ah, enggak jugaWaktu kuliah di Amerika dulu malah ada yang mengira saya berasal dari Karibia dan BrasilTidak ada yang mengira dari Indonesia," katanya lantas terkekeh.
George kini memang lebih klimis dan trendiMaklum, pria murah senyum itu kini bekerja di sebuah perusahaan migas asing yang beroperasi di Teluk Bintuni, Papua Barat, Papua"Aku menikmati pekerjaanku," katanya lantas membisikkan gaji dolar yang dia terima tiap tiga mingguKini dia juga enggan dipanggil Oge, nama kecilnya, yang populer saat masih tinggal di Kotaraja, Jayapura"George saja lahOge itu panggilan kecil saya," ujarnya.
Penampilannya yang modis itu sempat menjadi sasaran kelakar Rosiana Silalahi dalam talk show Rossy"Ini kalau kita ketemu di jalanan New York, nggak tahu kalau dia orang IndonesiaOrang nyangka dia rapper yang kesasar," kata Rosi "panggilan Rosiana" lantas tertawaGeorge pun membalas"Yeah, wazzup dude," katanya.
Nasib Georga memang mujurPada 2004, dia mendapat First Step to Nobel Prize in Physics setelah mengikuti lomba fisika internasional itu di PolandiaDalam kompetisi yang diikuti pelajar tingkat sekolah menengah di seluruh dunia itu, George menjagokan tesis berjudul Infinite Triangle and Hexagonal Latice Network of IdenticalDia menemukan rumus yang diberi namanya sendiri, George Saa Formula (Jawa Pos, 21 Mei 2004)Tesis itu merupakan hasil risetnya selama setahunDia menyisihkan ratusan peserta dari 73 negara setelah melalui penjurian yang sangat ketat.
First Step to Nobel Prize in Physics adalah kompetisi bergengsi bagi pelajar sekolah tingkat menengah dari seluruh duniaWaktu itu, Dewan juri kompetisi yang telah berlangsung sejak 1993 tersebut terdiri atas 30 fisikawan yang berasal dari 25 negara lebih.
Seusai menerima penghargaan itu, George diganjar banyak fasilitasMenteri Pendidikan saat itu, Malik Fajar, meminta George memilih perguruan tinggi mana pun di Indonesia tanpa tesKampus tempat dia kuliah juga diwajibkan memberi fasilitas belajar
George sempat bingung memilih kampus sebelum utusan Direktur Eksekutif Freedom Institute Rizal Mallarangeng mendatangi dia"Saya diminta menemui Pak Aburizal Bakrie," kata pria kelahiran 22 September 1986.
Freedom Institute menawari George kuliah di luar negeriNegara manapun yang dia pilih akan dikabulkanMau di benua Amerika, Eropa, bahkan Afrika sekali pun, terserah GeorgeBeasiswa itu tak hanya uang kuliah, tapi juga uang saku dan biaya hidup.
Pria penghobi basket ini sempat bingung memilih negaraRizal Mallarangeng mengusulkan agar dia memilih AmerikaSebab, negara pimpinan Barack Obama itu bagus untuk belajar dan melakukan penelitianGeorge lantas mendaftar ke Jurusan Aerospace Engineering di Florida Institute of TechnologyKampus yang berada di pesisir timur Amerika di Brevard CountyKampus itu berdekatan dengan Kennedy Space Center dan tempat peluncuran pesawat NASA (National Aeronautics and Space Administration).
Di Jurusan Aerospace Engineering alias Teknik Dirgantara itu, George mempelajari semua hal tentang pesawat terbang, baik pesawat terbang di angkasa maupun luar angkasaDia juga mempelajari ilmu yang supersulit di jagat aerospace, yakni Rocket Science"Saking sulitnya, orang Amerika sering bilang, you don"t need rocket science to figure it out," katanya lantas terkekehDari 200an mahasiswa se-angkatan, hanya 40 orang yang lulus.
George mempelajari semua hal tentang pesawat terbangMulai struktur pesawat, aerodinamika, daya angkat, hingga efisiensi berat dalam teknologi pembuatan burung besi itu
Ada alasan khusus kenapa dia suka pesawat terbangSelain memang mengagumi presiden ketiga Indonesia B.JHabibie yang gandrung pesawat itu, lelaki bertubuh gempal itu semula ingin jadi pilotNamun karena kedua matanya minus 3,25, dia harus mengalihkan impiannya"Kalau nggak bisa menerbangkan pesawat, saya harus bisa membuat pesawatPaling tidak, memahami teknologi pesawat terbang," katanya.
Tahun pertama di Amerika sangat sulit bagi GeorgeSebab, dia belum fasih berbahasa InggrisPernah, dia tertahan satu jam di bagian imigrasi"Saya hanya duduk dan diam saja selama satu jam gara-gara tidak bisa bahasa Inggris," katanya.
Karena itu, tahun pertama George tak langsung kuliahDia belajar bahasa di sekolah bahasa Inggris English Language Service di Cleveland, negara bagian Ohio, Amerika SerikatSelama setahun, dia ngebut belajar bahasaMulai pukul 08.00 hingga pukul 17.00 dia melahap materi-materi bahasa Inggris"Saya mempelajari lagi grammar dan kosa kata," kata anak bungsu pasangan Silas Saa dan Nelly Wafom itu.
Belajar bahasa sudahKendala lain mulai munculYakni, pergaulanGeorge susah bergaul dengan teman-teman kampusBiasanya, setiap break makan siang, dia duduk sendiri di kantin kampusKalau tidak diajak bicara, dia tak menyahutKondisi itu dia alami selama kurang lebih dua tahun"Saya bingungPergaulan saya di Papua dulu jelas berbeda dengan anak-anak kampus di Amerika," katanya.
George mencoba mendekati dengan cara lainYakni, dengan bermain basketTiap kali anak-anak kampus main basket, dia tak pernah absenApalagi, George cukup lihai bermain, sebagai forward maupun sebagai playmaker"Saya juga bisa three points," katanya.
Cara itu terbukti manjurBanyak yang mendekat dan mengajak George bertemanSelain itu, George juga kerap menggarap PR (pekerjaan rumah) teman-teman kampusnyaApalagi, mereka kebanyakan lemah di MatematikaLama kelamaan, posisi George mulai diperhitungkan di antara teman-temannyaDia mulai punya "massa"
"Aku bilang dalam hati, oke saya nggak pintar ngomong bahasa Inggris, tapi aku yang jadi juragan merekaMereka kalau mau ngerjakan Matematika pasti larinya ke saya," kata George lantas tertawa lepas.
Tahun ketiga adalah tahun yang paling enak bagi GeorgeDia sudah punya banyak temanBahkan, tiap dua bulan sekali, anak-anak kampus rame-rame menyewa mobil untuk jalan-jalan ke pantai MiamiJarak Miami dan asrama mahasiswa George memang tak terlalu jauh"Cukup tiga jam perjalanan darat," katanya.
George lulus pada akhir 2009Kini dia bekerja di perusahaan internasional yang bergerak di bidang migas sembari bantu-bantu di lembaga yang memberinya beasiswa, Freedom Institute"Tiga minggu ini aku di JakartaNanti ke laut lagi," katanya.
Kok tidak di perusahaan pesawat terbang" George sebenarnya sangat berharap bekerja di industri pesawat terbangNamun, peluangnya baru di perusahaan migas asal Inggris tersebutDia di bagian rotating engineering, yakni memproses gas alam agar bisa dieksplorasiGas alam itu dibekukan dengan propane agar menjadi cair"Teknologinya hampir sama seperti teknologi pemrosesan bahan bakar pesawat terbang," katanya.
George ingin melanjutkan kuliah di NorwegiaSebab, di negara Eropa itu teknologi pengolahan migas cukup maju"Sekarang nabung dulu biar bisa melanjutkan sampai Ph.D," katanyaSemoga George(*/cfu)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Detik-Detik Terakhir Mantan Ibu Negara Hasri Ainun Habibie
Redaktur : Tim Redaksi