Jatim Lebih Suka Jepang, Kelompok Medan Bule

Kamis, 27 Mei 2010 – 14:12 WIB
Meski sekilas, kehidupan para anak pantai di Bali digambarkan dalam film dokumenter berjudul Cowboys in ParadiseFilm itu sempat menghebohkan

BACA JUGA: Perjuangan Maemunah Berubah Kelamin Menjadi Laki-Laki

Jawa Pos tertarik menelusuri asal-usul, gaya, dan perilaku para anak pantai tersebut dalam menggaet "mangsa"
Berikut laporannya

BACA JUGA: Takziah di Rumah Duka BJ Habibie di Munchen, Jerman



 THOMAS AQUANIO, Denpasar


 Welcome to my paradise, where the sky so blue" Potongan lirik lagu berirama reggae milik grup band Steven and Coconut Treez itu terdengar sayup-sayup
Setelah didekati, ternyata suara tersebut berasal dari sebuah kawasan di bibir Pantai Kuta.

 Siang itu, sekelompok anak pantai sedang gayeng menyanyikan lagu berirama reggae tersebut

BACA JUGA: Detik-Detik Terakhir Mantan Ibu Negara Hasri Ainun Habibie

Kulit mereka rata-rata hitam dengan tubuh yang atletisSalah seorang di antara mereka memainkan gitar bolongTeman-temannya yang lain berjoget mengikuti iramaBeberapa bule perempuan ikut berjoget sambil berjingkrak-jingkrak

 "Ya begini ini kerjaan anak-anak pantaiKalau nggak surfing, ya minum-minum sambil nyanyi sama tamu," kata Joko Martono, salah seorang anggota kelompok anak pantai yang biasa mangkal di pantai depan Hotel Hard Rock Kuta

 Dia menceritakan, jumlah anak pantai di Kuta semakin banyak saja setiap tahunMereka dengan mudah bisa ditemui hampir di setiap meter bibir pantai.  Meski demikian, sangat sulit mencari data pasti soal jumlah anak pantai di sekitar KutaData yang ada hanyalah pemilik persewaan papan selancar dan sekolah surfingItu pun dimiliki desa adat di sekitar Pantai Kuta.

 Sebenarnya, Kuta yang memiliki pantai sepanjang 6,4 kilometer itu berada di tiga wilayah desa adatYakni, Desa Adat Kuta, Legian, dan SeminyakYang terpanjang memang milik wilayah desa adat Kuta, sekitar 2,4 kilometerSisanya dibagi antara Desa Adat Legian dan SeminyakMasing-masing sekitar 2 kilometer

 Satgas desa adat Kuta mencatat ada 118 pemilik persewaan papan selancarDi Legian ada 51 dan di Seminyak ada 35 persewaanTotalnya 204 tempat persewaanTapi, itu hanya jumlah dari sisi pemilikPadahal, di setiap satu persewaan, ada lima sampai lebih dari sepuluh anak pantai yang menjadi "marketing" papan selancar itu"Biasanya teman-temannya sendiri," kata Wakil Ketua Satgas Kuta Wayan Sirna"Kami tidak punya data pastinya," imbuhnya.

 Dia menambahkan, di Kuta, mayoritas anak pantai berasal dari luar BaliYang paling banyak adalah pemuda asal wilayah di JatimBanyuwangi, Jember, dan Lamongan adalah tiga terbanyakDi luar Jatim, biasanya mereka berasal dari Medan, Flores, Bandung, dan JakartaSelain itu, ada kelompok dari BaliYakni, dari Karangasem, Bangli, Klungkung, dan lainnya"Hampir semua suku ada di sini," ungkap pria berambut gondrong itu.

 Begitu pula di dua desa adat lainnya (Legian dan Seminyak), anak pantai didominasi pemuda asal JatimKetua Pengelola Pantai Desa Adat Legian (PPDAL) I Wayan Suarta menyatakan, pemilik persewaan papan selancar lebih banyak berasal dari warga desa adat KutaYang mengelola adalah pendatang-pendatang itu.

 Joko Martono yang sudah lima tahun berkecimpung di Kuta mengakui bahwa anak-anak pantai dari Jatim memang paling banyakDia menjelaskan, kehidupan anak pantai berkelompok sesuai dengan daerah asalnyaAda kelompok Jember, kelompok Banyuwangi, kelompok Medan, dan sebagainya

 Dia menerangkan aturan-aturan yang berlaku untuk kelompok-kelompok tersebutSetiap kelompok biasanya memiliki batas wilayah sekitar 20 meter"Kami tidak boleh beroperasi melebihi batas itu," tegas pria berambut jabrik tersebut sambil menunjuk gapura kecil pintu masuk pantai

 Memang, kadang ada sentimen pribadi di setiap kelompokNamun, Joko menyatakan semua kelompok itu akur dan tidak pernah bertikai"Kami ini cinta damai, nggak ada istilah musuh-musuhanYang penting, kami bermain sesuai aturan," ujarnya

 Hasan, nama samaran anak pantai dari kelompok Jember, mengungkapkan, persaingan antarkelompok itu sudah biasaCara mainnya pun wajar-wajar saja seperti persaingan bisnis pada umumnya.
 
 Bahkan, trik dengan menjelek-jelekkan kelompok lain juga menjadi rahasia umum di antara kelompok tersebutMisalnya, anggota kelompok A menceritakan kepada turis bahwa kelompok B itu umumnya orang-orang yang tidak jujur"Memang itu kurang baik, tapi sudah biasa," imbuhnya.
 
 Tentang selera dan target, kelompok-kelompok anak pantai itu punya favorit berbeda dalam hal tamu yang akan digaetHasan menyatakan, kelompok Jatim cenderung memilih mendekati perempuan-perempuan asal JepangKelompok dari Medan dan lainnya lebih suka mendekati bule, baik Australia maupun dari negara lain

 Hal itu lebih disebabkan faktor bahasa saja"Kebanyakan anak pantai dari Jatim lebih gampang berbahasa Jepang daripada bahasa Inggris," jelas Hasan yang mengaku sudah sekitar 10 tahun menjadi anak pantai

 Selain itu, karakteristik Jepang dan bule berbedaKatanya, wisatawan Jepang lebih gampang didekatiJika orang berjalan sendiri, hanya dengan disapa pun, dia sudah senang"Mungkin karena di negaranya orangnya cuek-cuekJadi, di sini dia merasa diperhatikan," ungkapnya.

 Mengenai keuangan, orang Jepang lebih royal di depanDia akan dengan mudah mengeluarkan uang untuk orang yang membuatnya senang, meski baru kenal"Tapi, lama-kelamaan mereka pelit," ucapnya
 Karakter itu berlainan dari buleMereka lebih sulit didekatiNamun, jika sudah merasa cocok dan percaya kepada seseorang, mereka akan royalTapi, kalau untuk menawarkan surfing, anak pantai itu tak pandang buluSemua mereka sikat, baik Jepang maupun bule.

 Bagaimana dengan pemuda asli Kuta" "Mereka sangat jarang berada di pantai," jawab HasanKatanya, anak pantai asli desa adat Kuta lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, bukan di pantaiMenurut dia, pemuda Kuta hanya pergi ke pantai untuk surfing, setelah itu langsung pulang.

 Tapi, jangan salahPermainan anak pantai asli Kuta lebih cantikModusnya, mereka mencari dan berkomunikasi dengan teman atau pacarnya di luar negeri melalui internetMelalui situs-situs jejaring sosial, mereka melancarkan rayuanBiasanya, yang mereka garap adalah teman-teman perempuan lama yang pernah ke Kuta.

 Anak pantai asal Kuta lebih modern dan melek IT daripada kelompok yang lainBiasanya mereka punya blog pribadi yang didesain menarik, khas desain dunia surfing modernDi dunia maya itu, mereka merayu agar teman atau pacarnya tersebut datang lagi ke BaliMisalnya, yang dilakukan Aryana (nama samaran), anak pantai asli KutaDia mengungkapkan, bule maupun wisatawan asal Jepang sangat senang berteman dengan pemuda-pemuda asli Bali"Menurut mereka, gantengnya orang Bali beda dibanding pemuda lain," ujarnya(c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anti Batu, Mampu Rekam Demo dari Jarak 500 Meter


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler