Gampang Terbitkan SP3, Komnas Perempuan Sindir Polisi

Minggu, 18 Desember 2011 – 07:39 WIB

JAKARTA - Kritik terhadap kinerja polisi terus mengalirUrusan pembantaian massal di sejumlah perkebunan sawit belum tuntas, muncul kritikan jika polisi belum optimal mengawal tindak kejahatan kekerasan terhadap perempuan

BACA JUGA: Anggota DPR dari Dapil Sultra Anggap Rekayasa

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebut, polisi masih gampang mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) terhadap sejumlah kasus kekerasan terhadap perempuan.

Anggota Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan Tumbu Saraswati di Jakarta, Sabtu (17/12) menyebutkan, kasus pengeluaran SP3 kerap muncul jika kasus kejahatan kekerasan perempuan melibatkan oknum pejabat atau politisi
Kasus penerbitan SP3 paling gres yang disebut Tumbu adalah pelecehan seksual terhadap tiga orang PNS di Badan Pertanahan Nasional (BPN)

BACA JUGA: Video Pembantaian Diduga Diambil dari Konflik Thailand

"Pihak terlapor dalam kasus ini jabatannya direktur," tandas Tumbu
Dalam laporan Komnas Perempuan, direktur yang dimaksud berinisial GN.

Tumbu menuturkan, kasus pelecehan ini masuk dalam laporan Komnas Perempuan pada 12 September lalu

BACA JUGA: Satu Lagi, Anggota DPR Dapil Sultra Terseret

Para korban mengaku, mendapatkan kekerasan berupa pelecehan seksual oleh GN yang dilakukan di ruang kerjanya sendiri"Setelah kami menganalisa laporan, perilaku direktur terhadap ketiga PNS tadi sudah memenuhi unsur tindak pidana," ungkap mantan anggota DPR itu.

Selanjutnya, pelecehan seksual ini dilaporkan juga ke Polda Metro Jaya pada 13 September laluNah, disinilah Tumbu menyayangkan sikap polisi yang belum tegas terhadap tindak pidana pelecehan seksual"Setelah menjalani pemeriksaan, pihak polda menyatakan laporan (pelecehan seksual, red) tidak cukup bukti," papar Tumbu.

Menurut Tumbu, polisi harus professional menjalankan tugasnya setiap mendapatkan laporan dari masyarakatDalam kasus ini, Komnas Perempuan menuntut polisi menjalankan fungsinya untuk mencari atau mengumpulkan bukti-bukti supaya laporan dugaan pelecehan seksual semakin terangTumbu mengatakan, polisi malah sebaliknya meminta bukti-bukti dari para korban

"Saya sangat heranSeharusnya polisilah yang bertugas mencari bukti, bukan pelapor," tegas TumbuDari pernyataan tidak cukup bukti tadi, Komnas Perempuan menuding dijadikan dasar penerbitan SP3

Komnas Perempuan berharap, polisi harus lebih professional dalam mengawal kasus-kasus kekerasan perempuan tanpa pandang buluSelama ini, Komnas Perempuan memandang polisi masih tebang pilih dalam menegakkan keadilan untuk tindak kejahatan kekerasan perempuan

Polisi dimata Komnas Perempuan masih terlihat sangar ketika menghadapi kasus pelecehan seksual atau kekerasan perempuan lainnya yang melibatkan masyarakat kelas teriTetapi jika kejahatan tadi melibatkan pejabat atau politisi, penanganan polisi masih belum optimal.

Komnas Perempuan menilai, jika kinerja polisi dalam mengawal kejahatan kekerasan perempuan masih melempem, akan menambah panjang daftar laporan yang tidak sampai ke pengadilan

Untuk itu, Komnas Perempuan akan meminta Mabes Polri untuk menginstruksikan jajarannya mematuhi Momorandum of Understanding (MoU) penanganan pelanggaran HAM"Polisi harus tegas jika pelecehan seksual atau kejahatah kekerasan perempuan itu juga melanggar HAM," tandas TumbuDia juga mengatakan, Komnas Perempuan akan mendampingi korp Bhayangkara untuk meningkatkan penanganan kasus pelecehan seksual atau kekerasan terhadap perempuan lainnya(wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berkas Lengkap, Umar Patek Segera Sidang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler