jpnn.com - JAKARTA –Kepolisian mengungkap 1,5 juta ton beras yang diselewengkan.
Tak pelak, kasus itu mengarah pada adanya korupsi dalam distribusi oleh Bulog.
Sebelumnya, praktik pengoplosan beras bersubsidi ditemukan di Cipinang dan Kelapa Gading Dari temuan awal hanya 152 ton beras bersubsidi.
BACA JUGA: Lagi, Kapal Berbendera Vietnam Ditangkap
Bareskrim Polri menyebutkan, penyalahgunaan 1,5 juta ton beras bersubsidi itu dilakukan PT DSU.
Mereka mengoplos beras bersubsidi dengan beras merek Palem Mas dan kemudian dipasarkan dengan merek tersebut.
BACA JUGA: Ada Baiknya Mulai Mendorong Gerakan Kembali ke UUD 1945 Asli
Mereka mendapat keuntungan dari selisih antara harga beras bersubsidi dan beras lokal.
Ditemui di gudang Pasar Induk Cipinang kemarin, Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menuturkan bahwa 1,5 juta ton beras bersubsidi itu diimpor pemerintah dan diserahkan kepada Bulog.
Namun, ternyata 400 ton di antaranya dikuasai lelaki berinisial AL.
''AL ini yang menyewa gudang ini dan mengoplosnya dengan beras lokal Palem Mas,'' jelasnya.
Di antara 400 ton itu, diketahui sebagian telah dipasarkan. Setidaknya, ada sepuluh truk yang telah keluar untuk mendistribusikan beras oplosan tersebut.
BACA JUGA: Pj Gubernur di Tujuh Provinsi Tunggu SK Presiden
Yang telah terkejar dan diamankan Bareskrim hanya tujuh truk pembawa beras oplosan.
''Kami masih melacak tiga truk lainnya. Yang pasti, truk ini sudah membawa beras oplosan,'' katanya.
Dari keterangan AL diketahui bahwa ratusan ton beras bersubsidi yang dimilikinya didapatkan dari dua karyawan PT DSU. Mereka berinisial AS dan SU.
Selanjutnya, Bareskrim juga menemukan 800 ton beras bersubsidi yang disimpan di sejumlah gudang di Jakarta.
''AS dan SU sedang diperiksa untuk keterlibatan lebih jauh,'' katanya.
Patut diduga, 800 ton beras itu juga dikelola dan dikuasai PT DSU. Menurut dia, dengan begitu, diketahui bahwa ada 1,2 juta ton yang telah dideteksi Bareskrim.
''Sisanya yang 300 ton beras subsidi ini posisinya lost atau hilang. Kami masih berusaha melacaknya. Tapi, kasus ini cukup rumit karena beras ini sudah menyebar ke mana-mana,'' tuturnya.
Masalah bertambah pelik begitu Bareskrim memeriksa PT DSU. Sebab, ternyata PT DSU tidak tercatat sebagai perusahaan yang bekerja sama dengan Bulog untuk mendistribusikan beras bersubsidi.
''Maka, pertanyaan besarnya, bagaimana PT DSU bisa mendapatkan beras subsidi sebanyak ini?'' ujarnya.
Karena itulah, Bareskrim mengendus adanya permainan oknum Bulog dalam kasus tersebut.
Sangat mungkin ada oknum Bulog yang menyalurkan beras bersubsidi tersebut ke tangan PT DSU yang sebenarnya tidak memiliki hak.
''Ya, karena itu, konstruksi hukumnya dari pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Kosumen yang dipuncaki dengan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Bisa jadi ditambah dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang,'' tegasnya.
Beras bersubsidi itu sebenarnya akan digunakan untuk operasi pasar apabila harga naik drastis atau ada kekurangan pasokan.
''Kerugian negara akibat praktik seperti ini berlipat ganda. Uang negara hilang, masyarakat tidak bisa mengonsumsi beras dengan harga yang lebih murah,'' jelasnya.
Dalam praktiknya, pengoplosan beras itu menggunakan perbandingan 2:1. Dua bagian beras merek Palem Mas dan satu bagian beras bersubsidi.
Beras oplosan itu lantas dijual dengan merek Palem Mas.
Dengan praktik seperti itu, pengoplos bisa mendapat keuntungan ribuan rupiah per kilogram.
Apalagi bila semua kemasan Palem Mas diisi beras bersubsidi. Keuntungan mereka sekitar Rp 4 ribu per kg.
Sebab, harga beras bersubsidi Rp 7 ribu per kg, sedangkan beras Palem Mas Rp 11 ribu perk kg.
Dengan begitu, dapat dipastikan pengoplos beras tersebut mendapat keuntungan Rp 4 ribu per kilogram. Bila dijumlahkan dengan 400 ton beras yang dikuasai AL, keuntungan pengoplosan oleh AL bisa mencapai Rp 1,6 miliar.
''Ini belum dihitung kalau 1,5 juta tonnya ya, bisa jadi lebih besar lagi,'' papar Ari Dono.
Untung, pengoplosan beras tersebut bisa dicegah sebelum semua stok terjual.
Ari menyatakan, gudang tersebut disewa selama empat bulan dan pengoplosan mungkin sudah terjadi selama sebulan.
''Kami berlomba dengan waktu untuk mengungkap semuanya,'' tegasnya.(idr/c5/ang)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Dalami Peran Gubernur NTT di Kasus Nurhadi
Redaktur : Tim Redaksi