Geger Bisnis Tes PCR, Anak Buah Ungkap Kronologis Keterlibatan Luhut Binsar

Senin, 08 November 2021 – 16:05 WIB
Soal polemin bisnis Tes PCR, Septian Hario Seto beberkan kronologis keterlibatan Luhut Binsar. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Septian Hario Seto membeberkan kronologis keterlibatan Luhut Binsar dalam penyediaan tes PCR.

"Saya akan cerita dari awal, sehingga teman-teman bisa memahami perspektif mendesaknya kita akan kebutuhan tes PCR yang terjangkau dalam pandemi ini," ungkap Seto saat dikonfirmasi JPNN.com, di Jakarta, Senin (8/11).

BACA JUGA: Polemik Bisnis Tes PCR Urusan Gawat, Luhut Binsar Diminta Buka Suara

Seto mengatakan penyediaan alat tes PCR dimulai pada Maret 2020, saat-saat pertama kali Covid-19 menyerang Indonesia. Pada saat itu Seto dan istrinya mendapatkan fasilitas PCR dengan harga yang sangat mahal.

"Kalau tidak salah mencapai kisaran Rp 5-7 juta untuk satu orang. Hasilnya dijanjikan tiga hari, namun setelah lima hari baru keluar," kata Seto.

BACA JUGA: 5 Fakta soal Bisnis Alat Tes PCR yang Menyeret Nama Luhut Binsar

Berkat kejadian itu, lanjut Seto, diketahui bahwa kapasitas tes PCR tanah air sangat terbatas.

Seto menilai banyak orang harus menunggu berhari-hari untuk mengetahui status kesehatan mereka. Pasien pun akan terlambat ditangani dan merenggut korban nyawa yang jauh lebih banyak.

BACA JUGA: Geger Bisnis Tes PCR, Luhut Binsar Sampaikan Pesan Khusus untuk Devi Pandjaitan

"Tanpa berfikir panjang, saya lapor ke Pak Luhut situasi yang ada pada waktu itu. Saya sampaikan, kita harus bantu soal test PCR ini. Kalau mengandalkan anggaran pemerintah, akan butuh waktu lama untuk bisa menambah kapasitas PCR ini," beber Seto.

Menurut dia, pengadaan dari pemerintah akan butuh proses birokrasi mulai dari proses penganggaran, tender, sampai pembayaran.

"Saya cukup yakin soal ini berdasarkan pengalaman 5 tahun lebih di pemerintahan," ujar dia.

Kemudian, Seto melanjutkan Luhut memerintahkannya untuk mencari alat PCR ini.

Seto menyebut, Luhut Binsar berujar untuk melakukan donasi alat PCR ke Fakultas Kedokteran di beberapa kampus.

Pasalnya, pada waktu itu mereka lah yang pasti memiliki skill untuk menjalankan test PCR ini dan ke depannya bisa digunakan untuk penelitian yang lain.

Seto pun menirukan perintah Luhut Binsar terkait tes PCR 'Soal uang, nanti kita sumbang saja To'.

Kemudian, Seto melakukan koordinasi bersama dengan pihak terkait untuk membeli alat tes PCR.

"Di sinilah kemudian proses pencarian PCR ini kami mulai," kata dia.

Beberapa pihak yang dikontak, kata Seto yakni dekan FK UI, Unpad, UGM, Unair, Undip, Udayana, dan USU.

Melalui pesan singkat dari aplikasi What`s Up seluruh persiapan pengiriman dilakukan untuk mendonasikan alat PCR.

"Maksud dan tujuan saya untuk mendonasikan alat tes PCR ini. Beberapa ada yang merespon dengan cepat, namun beberapa ada yang tidak merespons sama sekali," ujar Seto.

Seto mengatakan setelah itu para dekan tersebut kemudian mengenalkan PIC masing-masing.

"Di sinilah kemudian saya mengenal dr Anis yang menjadi wadek FKUI, dr Lia dari Unpad, dr Happy dari Undip, Prof Inge dari Institute of Tropical Disease Unair, dr Lia dari USU (ada dua Lia, satu dari USU, satu lagi dari Unpad), dan Prof Ova dari UGM," beber Seto.

Bersama tim tersebut Seto mengenal alat tes PCR ini, apa saja yang diperlukan, serta rekomendasi merek yang bagus. Pascadiskusi panjang diputuskan membeli alat PCR dari Roche.

Seto menyebut order alat PCR Roche dilakukan akhir maret 2020. Pada perjalanannya, Wamen BUMN Budi Sadikin pada saat itu juga diperintahkan Erick Thohir untuk mencari alat PCR ini guna rumah sakit-rumah sakit BUMN.

"Jadi dibandingkan nanti kita rebutan alat PCR, saya menawarkan ke Pak Budi supaya kita pesen bareng-bareng ke Roche, sehingga ordernya bisa lebih besar dan harapannya tentu saja kita bisa nawar harga yang lebih baik," kata Seto

Pada akhir April 2020, alat-alat PCR ini mulai datang dan kita mulai distribusikan ke Fakultas Kedokteran yang menjadi tim.

Pendistribusiannya berkat lobi sana sini dari Kemenlu, Kementerian BUMN, dan berbagai pihak lain yang dilakukan untuk meminta Roche agar barang yang sudah dipesan tidak di rebut negara lain.

"Karena kita mendengar ada 1 negara timur tengah yang sudah menyediakan 100 juta dolar dan bersedia membayar cash di depan untuk membeli alat-alat PCR yang tersedia di pasar saat itu," ujar dia.

Namun, setelah alat datang Indonesia masih menunggu reagen PCR-nya datang. Awal Mei 2020 reagennya kemudian baru datang.

"Masalah belum selesai, para laboraturium itu kemudian juga menyampaikan bahwa mereka butuh VTM (Viral Transport Medium). Saya tanya ke mereka barang apapula itu. Mereka menjelaskan bahwa VTM ini adalah alat untuk menampung hasil swab yang akan mendeaktifkan virusnya sebelum kemudian bisa dilakukan ekstraksi RNA," kata dia.

Kemudian, Seto juga mencarikan berbagai perlengkapan dan memastikan pemeriksaan PCR di masa pandemi Covid-19 bisa dilakukan dengan cepat.

"Namun, karena proses ekstraksinya masih manual, masing-masing lab paling hanya bisa melakukan 100-200 test per hari. Jauh dari target yang kita minta yaitu 700-1000 tes per hari," tegas Seto. (mcr10/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nama Luhut Pandjaitan Terseret Polemik Bisnis Tes PCR, Ruhut: Aku Dengarnya Ketawa Saja


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler