jpnn.com - SURABAYA - Satu demi satu pekerja seks komersial (PSK) Dolly, Surabaya, mulai meninggalkan kompleks lokalisasi itu. Tadi malam puluhan perempuan tersebut meninggalkan Surabaya menuju wilayah Jawa Barat dengan menggunakan bus.
Mereka 24 orang. Sebelum pulang kampung, para perempuan tersebut mengambil dana stimulan Rp 5.050.000 per orang. Dana tersebut berasal dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang disalurkan lewat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
BACA JUGA: Dirjen Otda: Caranya Tak Semudah Itu
Puluhan perempuan itu naik bus dari kantor travel di Jalan Arjuna, Surabaya. Layaknya pulang kampung, barang bawaan mereka sangat banyak. Ada yang membawa boneka beruang, televisi, dan kipas angin. Sebelum naik bus, mereka berpamitan kepada seorang pria paro baya. Beberapa orang di antara perempuan itu tidak kuasa menahan air mata. "Kami pamit ya. Pak. Kemungkinan tidak ketemu lagi," tutur seorang perempuan.
Sekitar pukul 21.26, bus datang. Para perempuan tersebut berebut naik. "Mau pulang kampung saja. Mau coba bikin usaha ternak ayam," kata Angel (bukan nama sebenarnya).
BACA JUGA: Pembahasan 3 Aturan soal Aceh Belum Ada Kemajuan
Perempuan asal Indramayu, Jawa Barat, itu mengaku sudah tiga tahun terakhir menjadi PSK di Dolly. Berbeda halnya dengan Clara (juga bukan nama sebenarnya). Dia telah menemukan tambatan hati. Perempuan kelahiran Bandung itu ingin menikah. "Sudah dapat yang cocok," ujarnya malu-malu.
Gelombang eksodus para PSK itu tidak terlepas dari keputusan pemerintah menutup Dolly. Deklarasi penutupan lokalisasi yang diklaim terbesar di Asia Tenggara itu dilakukan di gedung Islamic Center, Jalan Raya Dukuh Kupang, Surabaya, Rabu malam lalu (18/6). Hadir dalam acara itu Mensos Salim Segaf Al Jufri, Gubernur Jatim Soekarwo, dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
BACA JUGA: Pendemo Kenakan BH di DPR Akhirnya Dilepas
Deklarasi penutupan Dolly itu mendapat penolakan dari sebagian mucikari dan PSK. Ada juga lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mendukung penolakan tersebut. Suasana di kawasan Dolly pun sempat memanas lantaran adanya penutupan jalan dan pengerahan massa.
Para pekerja prostitusi yang sepakat dengan penutupan tidak banyak bersuara. Mereka takut dan merasa terintimidasi. Tidak terkecuali 24 perempuan yang meninggalkan Dolly tadi malam.
Kapolsek Sawahan Kompol Manang Soebeti mengambil langkah antisipatif untuk mengawal kepulangan para PSK itu. "Kami menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Sementara itu, kondisi Dolly dua hari setelah deklarasi penutupan terlihat sepi. Meski masih banyak wisma yang nekat buka, tidak banyak pelanggan yang datang. Mulyono, salah seorang makelar, mengatakan tidak mendapat banyak pelanggan seperti pada malam-malam sebelumnya. Biasanya dua jam dia bisa menggaet empat hingga lima pelanggan. Tapi, hingga dini hari, dia harus ekstrasabar. "Cuma satu orang, Mas," ucapnya.
Dia menduga, kebutuhan hidup orang-orang yang biasa ke Dolly sedang banyak. Misalnya, untuk biaya masuk sekolah. "Latar belakang pelanggan kami ini kan macam-macam," tutur pria berbadan kekar itu.
Akses masuk ke lokalisasi masih diblokade. Bahkan, penutupan itu dilakukan lebih awal ketimbang Kamis lalu (19/6). Kemarin warga menutup jalan sejak pukul 10.15. Selain menutup jalan dengan menggunakan portal dan bangku, warga membentangkan tali plastik untuk mempertegas blokade itu. Beberapa orang berjaga di mulut gang.
Jalanan lengang yang diblokade itu dimanfaatkan anak-anak untuk bermain. Mereka seolah mendapat arena yang luas untuk bermain bola. Beberapa bocah yang lain asyik bersepeda zig-zag di antara barikade ketat Gang Dolly.
Keceriaan para bocah itu berbeda dengan pedagang. Mereka tidak bisa tersenyum menyambut pelanggan. Sutarni, seorang pedagang, mengatakan blokade tersebut memengaruhi omzet tokonya. "Dolly mau tutup saja sudah susah, apalagi ditambah blokade jalan," ungkapnya.
Pernyataan itu tidak berlebihan. Isu penutupan Dolly mengurangi jumlah pembeli yang datang pada malam. Sementara itu, blokade pada siang membuat pelanggan menjauh. "Biasanya sehari bisa dapat Rp 500 ribu. Itu paling sedikit," kata Sutarni. Dia berharap, Dolly tidak ditutup.
Penutupan Dolly dan kepulangan para PSK membuat para pedagang khawatir. Apalagi, sebagian besar pekerja prostitusi di Dolly punya utang di toko. "Kebanyakan transaksi di Dolly dilakukan dengan ngebon," ucap Mulyono, salah seorang pedagang.
Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto menyatakan, saat ini Dolly dalam masa transisi. Mereka yang selama ini mendapat rezeki geliat bisnis prostitusi harus bersabar. "Masa transisi memang membutuhkan penyesuaian-penyesuaian," ujarnya.
Irvan menegaskan bahwa Pemkot Surabaya tidak tinggal diam. Wali Kota Tri Rismaharini akan membuat pusaran-pusaran ekonomi baru untuk warga yang terdampak penutupan tersebut.
"Pusaran ekonomi yang mengandalkan prostitusi akan tergantikan dengan pusaran ekonomi yang lain," ungkapnya.
Pemkot memang telah merencanakan banyak hal. Salah satu di antaranya, membangun pusat ekonomi dengan basis sentra pedagang kaki lima (PKL). Pemkot akan membeli sejumlah wisma untuk dijadikan gedung serbaguna. Lantai pertama dan kedua diisi PKL. Sementara itu, lantai berikutnya digunakan untuk pelatihan, balai warga, dan taman bacaan.
Namun, pembicaraan pembelian wisma masih alot. Itu terjadi lantaran perlu negosiasi harga. Maklum wisma yang menghasilkan pundi-pundi rupiah tersebut dihargai mahal oleh pemiliknya.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Surabaya Dedi Sosialisto mengungkapkan bahwa aneka pelatihan akan diberikan lagi kepada warga terdampak, mantan PSK, dan mucikari. Pelatihan digenjot selama bulan Ramadan mendatang. "Kami tak tinggal diam. Kami latih terus agar warga bisa mandiri," sebutnya.
Para eks PSK dan mucikari diimbau untuk segera mengambil uang kompensasi di Kantor Koramil Sawahan. Batas akhir pengambilan itu Senin (23/6). Hingga kemarin, 164 PSK dan 29 mucikari yang mendapat uang stimulan itu. Jumlah tersebut masih jauh dari total 1.449 PSK dan 311 mucikari yang terdata. (jun/laz/yoc/c4/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapuspenkum Kejagung Belum Tahu Ada Tim ke Medan
Redaktur : Tim Redaksi