jpnn.com - JAKARTA - Aksi masyarakat Tanah Karo menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian Kena Ukur Karo Jambi Surbakti dari jabatan Bupati Karo, tidak hanya dilakukan dengan menggelar mogok makan oleh tiga mahasiswa asal Tanah karo sejak Selasa (17/6) hingga Jumat (20/6) di depan Istana Negara, Jakarta.
Namun juga dilakukan dengan aksi nekad tiga pengunjukrasa lain yang memanjat tangga halaman depan Gedung DPR RI, Jakarta. Tak tanggung-tanggung, aksi mereka lakoni dengan membuka baju dan menulisi sekujur dada dengan tuntutan yang disuarakan ribuan masyarakat Karo saat ini.
BACA JUGA: Kapuspenkum Kejagung Belum Tahu Ada Tim ke Medan
Aksi tersebut tepat dilakukan sekitar Pukul 11.30 WIB kemarin, membuat pasukan pengamanan dalam DPR RI kelabakan. Apalagi sembari memanjat tangga depan, mereka berteria-teriak menyatakan ketidakadilan yang terjadi.
Dari ketiga pengunjukrasa, seorang di antaranya bernama Aprianto Sitepu. Ia memanjat sembari mengenakan bra perempuan. Saat ditanya mengapa ia melakukan hal tersebut, menurutnya sebagai wujud protes atas sikap Bupati yang suka selingkuh dan mengganggu perempuan lain yang bukan istrinya
BACA JUGA: Usut Pengrusakan 16 Patok Perbatasan RI-Malaysia di Seimanggaris
“Ya mungkin dengan mengenakan BH, sang bupati juga tertarik melihat teman kami ini,” ujar pengujukrasa dari Gerakan Penyelamatan Tanah Karo Simalem (GPTKS), Julianus Sembiring, kepada JPNN.
Selain mengenakan bra, seorang pengunjukrasa lain yang bertubuh kurus, dengan tinta merah menuliskan di dadanya, ‘Bupati Karo menelantarkan pengungsi Gunung Sinabung’. Tulisan tersebut merupakan ungkapan kekecawaan ratusan masyarakat Karo di pengungsian yang hingga saat ini nasibnya tidak juga kunjung mendapat perhatian. Padahal berbulan-bulan sudah mereka terpaksa harus meninggalkan kampung halaman.
BACA JUGA: Gelontorkan Dana Rp 20 M untuk Rehabilitasi Dolly
Sementara Julianus menuliskan di dadanya, Presiden salahi aturan. Karena meski Mahkamah Agung sudah mengabulkan permohonan DPRD untuk memakzulkan Bupati Karo, tapi anehnya Presiden tidak juga menerbitkan surat keputusan pemberhentian Bupati Karo. Padahal sesuai undang-undang, Presiden hanya memiliki waktu 30 hari untuk menindaklanjuti usulan tersebut.
Namun berjalannya waktu, Keputusan Presiden (Keppres) tak juga kunjung terbit. Akibat aksi mereka lakukan, ketiga pengunjukrasa akhirnya digiring petugas Pamdal DPR. Namun untungnya mereka tidak ditahan, hanya diminta membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi aksinya kembali.
“Aku bilang ke mereka, silahkan saja tangkap kami. Tapi jangan hanya masyarakat yang disalahi. Presiden saja menyalahi aturan, kenapa rakyat tidak bisa menyalahi aturan? Saya bilang kami sadar apa yang kami lakukan menyalahi aturan, tapi kenapa hanya kami yang disalahkan,” ujar Julianus.
Menanggapi jawaban tersebut, Pamdal kata Julianus menyarankan kenapa tidak melayangkan surat saja ke pimpinan DPR.
“Saya bilang, kalau surat mungkin sudah berkali-kali kami layangkan. Tapi nggak juga memeroleh tanggapan. Makanya aksi ini kami lakukan, karena kami ingin keadilan ditegakkan dengan tidak hanya tajam ke bawah, tapi juga terhadap seluruh pihak yang menyalahi aturan,” katanya.
Mendapati jawaban tersebut, pihak Pamdal akhirnya mengerti dan akhirnya hanya meminta ketiga pengunjukrasa membuat surat penyataan tidak akan mengulangi kembali aksinya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejarah Dibacakan, Ketua Dewan Pingsan
Redaktur : Tim Redaksi