jpnn.com - JAKARTA – PT Pertamina menyiapkan Bright Gas ukuran tiga kg bagi warga yang tetap ingin tabung ukuran kecil. Saat ini, Pertamina sedang menyiapkan infrastruktur pendukung rencana Kementerian ESDM untuk menjalankan pola distribusi tertutup elpiji tabung tiga kg.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang menyatakan, program pemerintah akan didukung penuh. Termasuk peredaran elpiji nonsubsidi yang lebih luas sebagai substitusi tabung melon milik orang mampu.
BACA JUGA: Dapat Suntikan USD 25 Juta, Fokus Garap Proyek Tujuh Bukit
’’Kami sudah menyiapkan dua pilihan. Yang pertama, Bright Gas 5,5 kg,’’ ujarnya saat dihubungi kemarin (12/9). Bright Gas merupakan merek elpiji nonsubsidi yang didistribusikan Pertamina.
Pertamina bakal menggenjot distribusi Bright Gas 5,5 kg ke area yang lebih luas lagi. Saat ini pertumbuhan penjualan Bright Gas 5,5 kg dan kaleng 220 gr terus tumbuh sampai 500 ribu metric ton (mt) per bulan.
BACA JUGA: PP Properti Target Jadi Developer Terbesar Kelima di Indonesia
Jika dihitung sejak Januari, terjadi kenaikan sampai 58 persen. Dari 3.152 mt pada awal tahun menjadi 5.489 mt pada Juni. Memang, jumlah itu masih jauh dari penjualan elpiji 3 kg bersubsidi.
Bila kuota tahun ini mencapai 6,2 juta mt, berarti per bulan ada jatah 516 ribu elpiji bersubsidi yang diedarkan.
BACA JUGA: Realisasi Pajak Perhotelan Baru Rp 32,7 Miliar
Yang kedua, kata eksekutif perusahaan yang akrab disapa Abe tersebut, adalah menyiapkan Bright Gas 3 kg. Bentuknya mirip dengan tabung melon. Bedanya hanya tampak pada warna pink yang sama dengan Bright Gas 5,5 kg.
Namun, dia belum bisa menyampaikan perincian produk baru tersebut. Termasuk soal harga. ’’Kalau subsidi elpiji benar-benar hanya untuk 15,5 juta keluarga tidak mampu, akan kami keluarkan pinky 3 kg,’’ jelasnya.
Sebelumnya, Dirjen Migas Kementerian ESDM Wiratmaja Puja memang ingin membatasi elpiji 3 kg hanya bagi orang tidak mampu. Berdasar data Ditjen Migas, hanya 15,5 juta warga yang berhak menerima subsidi.
Beda jauh dengan penerima yang berhak saat ini, yaitu 54,9 juta rumah tangga. Menurut Wirat, jika pemerintah bisa membatasi peredaran elpiji 3 kg bagi warga tidak mampu, negara mampu menghemat anggaran Rp 18 triliun.
Di tempat terpisah, VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menuturkan bahwa perseroan memang siap mendukung penuh keinginan pemerintah untuk distribusi tertutup.
Tetapi, dia meminta agar masalah paling krusial, yakni aturan, bisa dipertegas dulu. ’’Terutama soal siapa yang berhak menerima elpiji bersubsidi,’’ tegasnya.
Menurut aturan yang berlaku saat ini, tabung melon diperuntukkan rumah tangga dan usaha mikro. Tidak ada larangan tertulis bahwa elpiji 3 kg dinikmati orang yang bukan miskin.
Jadi, siapa saja boleh menggunakan barang bersubsidi tersebut. Kalau aturan sudah jelas, tentu program subsidi tepat sasaran makin mudah diterapkan.
’’Definisi penerima dan fungsi pembagian pengawasan, termasuk siapa yang mendapatkan elpiji 3 kg, jangan sampai bocor ke area lain,’’ tuturnya.
Penyediaan Bright Gas 5,5 kg di beberapa tempat, menurut Wianda, bisa diupayakan lebih luas. Selama daerah yang dituju berada di area distribusi Pertamina, langkah itu bisa dilakukan dengan cepat.
Jika Ditjen Migas menginginkan agar pola distribusi tertutup berlangsung pada 2017, Wianda memastikan Bright Gas sudah ada di kota-kota besar.
Namun, menurut dia, pilot project yang saat ini berlangsung di Tarakan, Kalimantan Utara, tidak bisa di-copy paste ke daerah lain begitu saja. ’’Ada daerah yang masih perlu konversi dari minyak tanah ke elpiji 3 kg,’’ terangnya. (dim/c14/sof/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Volatile Foods Sumbang Inflasi September
Redaktur : Tim Redaksi