Gerah Permainan Pasal, Simpan Palu Ketua MA Pertama

Senin, 25 Januari 2010 – 00:19 WIB
JUJUR - Asep Iriawan, mantan hakim yang memutuskan keluar karena kecewa dengan dunia peradilan Indonesia. Dia sekarang menjadi dosen di Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Foto: Ridlwan/Jawa Pos.
Nama hakim Asep Iwan Iriawan pernah menjadi momok para terdakwa kasus narkobaSelama 1999-2000, lima bandar gede dia vonis mati di PN Tangerang

BACA JUGA: Seminar Sambil Nikmati Ombak dan Indahnya Suramadu

Tapi, sejak empat tahun lalu namanya menghilang dari dunia penegakan hukum Indonesia
Ke mana dia?

Laporan ANGGIT SATRIYO-RIDLWAN, Bandung

EMPAT
tahun lalu Asep Iwan Iriawan mengambil keputusan sangat penting

BACA JUGA: Kenyang Disiksa, Setahun Lebih Tunggu Pengampunan Raja

Dia mundur dari profesi sebagai hakim yang telah digelutinya belasan tahun
Padahal, saat itu karir yang ditekuninya tengah berada di puncak

BACA JUGA: Hari Pertama Artalyta Suryani Menempati Sel Biasa Lapas Wanita Tangerang

Karir tersebut memberikan kehormatan dan kewibawaan bagi dirinyaJabatan yang disandang ketika itu juga amat terpandang, yakni hakim dengan kedudukan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pemalang, Jateng.

Sebagai hakim, prestasi pria kelahiran Bandung itu juga terbilang gemilangSebab, jabatan itu diraih saat usianya masih terbilang muda, yakni 44 tahunHakim-hakim lain biasanya meraih posisi itu pada usia sekitar 50 tahunNamun, karena tak kerasan dengan lingkungan peradilan yang disebutnya selalu bertentangan dengan hati nurani, Asep memutuskan keluar.

Asep memilih jalan hidupnya sendiri dengan mengajar di berbagai universitas swasta di Jakarta dan BandungTentu, yang diajarkan juga tak jauh dari ilmunya selama ini, yakni mata kuliah hukum.

"Saya ingin menjadi orang bebasSaya tak bisa bekerja dengan menentang hati nuraniLama-lama juga makan ati kan," ujar Asep kepada Jawa Pos di ruang dosen Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung.

Dia mengungkapkan, profesi barunya sebagai dosen adalah dunia dinamis yang sesuai dengan hatinya"Sekarang hidup yang saya jalani membikin saya lebih awet mudaTiap hari bertemu mahasiswa yang cantik-cantik," jelas Asep yang wajahnya memang terlihat lebih muda dari usianya yang kini 48 tahun itu.

Dari Senin hingga Kamis, Asep mengajar di Universitas Trisakti, JakartaPada akhir pekan dia harus ke BandungDi sana dia mengajar di beberapa universitasSelain Universitas Parahyangan, dia mengajar di Unikom dan beberapa universitas swasta lain.

Gaya mengajar Asep yang santai dan sesekali diselingi humor juga membuatnya populer di kalangan mahasiswa"Kata mereka (mahasiswa), saya seperti anak mudaSaya selalu bicara dengan gaya mereka," jelasnyaAsep juga gemar mengajak mahasiswa berdiskusi soal kasus hukum yang lagi panas"Mereka biasanya duduk melingkar mendengarkan analisis kasus dari sisi hukum," jelasnya.

Yang pasti, melihat Asep sekarang, sama sekali tak disangka bahwa sosok tersebut dulu adalah orang yang paling ditakuti para terdakwa di pengadilanDi tangan Asep, terdakwa pasti diganjar vonis berat.

Asep bercerita bahwa karirnya sebagai hakim banyak dipengaruhi para dosennyaSalah satunya adalah Prof R Soebekti, seorang petinggi di Universitas Parahyangan yang juga mantan hakim agungNama Soebekti juga pasti dikenal seluruh mahasiswa di tanah air yang pernah belajar hukumKitab Undang-Undang Hukum Perdata yang tebalnya hampir lima sentimeter itu merupakan salah satu karya besarnya.

"Saya masih ingatDulu Pak Soebekti memberikan nasihat, 'Sep (Asep)Kalau kamu mau jadi orang bebas, berkarirlah sebagai hakim'," jelas pria yang masih betah melajang ituNasihat itu dituruti, dan Asep muda pun mengawali karir sebagai hakim di PN Bandung, tak jauh dari tempat tinggalnya.

Berkarir sebagai hakim, Asep mengaku beruntungIstilahnya, dia tak pernah "dibuang" ke PN yang jauh dari rumahnya"Paling jauh saya dimutasi di PN Muara Enim," ujarnyaSelebihnya, dia bertugas sebagai Asisten Ketua Mahkamah Agung (MA), hingga sebagai pengadil di PN Tangerang dan Jakarta Pusat.

Saat bertugas di PN Tangerang sekitar 1999 dan 2000, palu yang diketukkan Asep menghukum mati lima terdakwa narkoba"Lima orang di sana (PN Tangerang) saya hukum matiIni murni hati nurani yang bicara," jelasnya.

Namun, setelah putusan itu, berbagai kecaman datang silih bergantiAsep tak gentar"SMS ancaman berdatanganSaya balas saja, kalau berani datang ke kantor (pengadilan)Buktinya, juga nggak pernah nongol," ucapnya.

Sejak itu, PN Tangerang mulai dikenal sebagai momok bagi para terdakwa narkobaTahun lalu saja, 34 terdakwa narkoba "dimatikan" oleh ketukan palu para hakim PN tersebut.

Sebelum menjatuhkan putusan mati, Asep yang menjadi ketua majelis hakim mengaku menyempatkan salat tahajud"Saya salat tahajud duluBegitu saya konsultasikan dengan anggota, ternyata mereka sepakat (menjatuhkan hukuman mati)," ungkap pria yang seangkatan dengan mantan hakim Pengadilan Tipikor Teguh Haryanto ituTeguh dikenal karena vonis beratnya terhadap jaksa Urip Tri Gunawan yang terlibat kasus kongkalingkong dengan si ratu lobi Artalyta Suryani.

Asep juga masih mengingat palu yang diketukkan kala ituPalu itu merupakan pemberian mantan Hakim Agung GunantoDia merupakan sosok hakim agung yang mendidik para hakim muda agar berpikir progresif.

Palu tersebut, kata Asep, dulu selalu digunakan Ketua MA pertama Kusuma Atmaja"Pak Gun bilang, 'Bawa palu ini, tapi jangan disalahgunakan'," ucapnyaAmanah itu digenggam Asep hingga kiniSetelah keluar sebagai hakim, Asep tak menurunkannya lagi ke teman seprofesi yang lainDia memilih menyimpan palu tersebut hingga sekarang"Masih ada di rumah saya," jelasnya.

Sebagai hakim yang berusia relatif muda, Asep juga sudah menginjakkan kaki di PN Jakarta PusatBertugas di pusat adalah dambaan kebanyakan hakimMaklum, di pengadilan itu mereka akan menangani kasus-kasus besarBerbeda halnya bagi hakim daerah, karena kasus yang mereka tangani biasanya hanya kasus kecil.

Di pusat, setidaknya Asep telah menyidangkan dua kasus besar, yakni dugaan korupsi cessie Bank Bali yang melibatkan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Sjahril Sabirin"Gara-gara kasus ini, saya pernah dinilai sebagai orangnya BI," katanyaMaklum, saat bertugas sebagai Asisten Ketua MA, kantornya banyak bekerja sama dengan bank sentral itu dalam pelaksanaan berbagai seminarSjahril divonis tiga tahun penjara.

Kasus besar lain adalah Hendra Rahardja yang terlibat dalam dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Harapan Sentosa (BHS) senilai Rp 305 miliarKakak kandung buron Edi Tansil itu pun divonis seumur hidup.

Dan empat tahun lalu, ketika menjabat Wakil Ketua PN Pemalang, dia memilih mengundurkan diriApa sebabnya? Asep menyebut banyak halDi antaranya, nuraninya selalu berperang dengan tugasnya sebagai hakim"Saya tidak mau makan hati terus-terusanSaya lebih baik keluar," tuturnya tanpa mau menjelaskan apa yang dimaksud dengan makan hati.

Saat mengambil keputusan mundur, dia mengaku sempat dipanggil petinggi MAMereka meminta agar Asep mengurungkan niat ituNamun, karena tekadnya sudah bulat, Asep pun keluar dari institusi yang membesarkannya tersebut"Saya hanya tulis surat pengunduran diri, lalu keluar begitu saja," jelasnya.

Asep memang keras dalam bersikap"Saya selalu mengomel kalau ada yang nggak pas dengan putusan mereka (para hakim)Sikap itu saya ungkapkan saja dengan terbuka kepada siapa saja, termasuk pimpinan," jelasnyaBaginya, peradilan adalah persoalan memutuskan hitam dan putih yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Banyak hal yang membuat Asep mengkritisi institusinya saat ituMisalnya, adanya hakim yang bermain-main pasal"Seharusnya bandar narkoba, tapi diputus sebagai pemakaiIni sudah nggak benar," jelasnyaNamun, dia sendiri tak pernah melihat bagaimana mafia peradilan itu"Terasa baunyatapi tak bisa dilihat," ungkapnya pula.

Dia mengklasifikasikan tingkah para hakim menjadi tigaYakni, hakim yang pintar plus jujurKedua, tidak begitu pintar namun juga setengah jujurYang paling parah adalah tidak pintar dan tidak jujur"Yang terakhir itu yang parah dan membahayakan," ucapnya.

Sikap Asep itu sendiri, disadarinya memang membawa akibatPositifnya, pimpinan menjadi segan mengintervensi sikapnyaSementara akibat lain, dia dicueki oleh rekan-rekan seprofesinya(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terlambat Berobat, ke Dokter Sudah Kritis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler