Kenyang Disiksa, Setahun Lebih Tunggu Pengampunan Raja

Sabtu, 23 Januari 2010 – 02:39 WIB
LOLOS - Zuhaidi bin Asnawi (29, kaos hitam), TKI asal Lombok Timur, ketika tiba di kediamannya pekan lalu. Foto: Lombok Pos/JPNN.
Zuhaidi bin Asnawi dijatuhi vonis gantung di pengadilan MalaysiaItu terjadi setelah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) asal Lombok Barat tersebut dinyatakan terbukti membunuh majikannya

BACA JUGA: Hari Pertama Artalyta Suryani Menempati Sel Biasa Lapas Wanita Tangerang

Tapi, nasib baik masih berpihak kepadanya
Setelah mengajukan banding, dia akhirnya bisa lolos dari hukuman mati.

Laporan ZULHAM MUBARAK, Jakarta

SUDAH
sepekan lebih Zuhaidi berkumpul dengan keluarganya di Kediri, Kabupaten Lombok Barat, NTB

BACA JUGA: Terlambat Berobat, ke Dokter Sudah Kritis

"Saya sudah 10 tahun berpisah dari saudara-saudara
Karena itu, saya sangat rindu dengan kampung halaman," kata pria berusia 30 tahun itu kepada Jawa Pos.

Pria yang akrab disapa Adi itu mengatakan, puncak rasa sedihnya lepas ketika menginjakkan kaki di Bandara Selaparang, Mataram, Sabtu (9/1) sore lalu

BACA JUGA: Titiek Puspa, Lebih Segar Pasca Terapi Kanker Rahim

Itu adalah kali pertama dia menghirup udara di tanah kelahirannya setelah hampir delapan tahun merasakan dinginnya penjara negeri jiran"Saya serasa lemas dan langsung sujud syukur begitu tiba di bandara," kenangnya.

Pria lajang itu memang sejak 10 tahun silam merantau ke MalaysiaIbundanya, Inaq Zakiyah, kata Adi, nyaris pingsan begitu melihat dirinya turun dari pesawatSejumlah keluarga Adi, terutama yang perempuan, juga turut terisak"Wah, pokoknya sedih sekaliTapi, kini sudah tidak lagi karena kangen sama pelecing (masakan khas Lombok, Red) sudah terobati," ujarnya bercanda.

Adi lantas menceritakan kronologi perjalanan hidupnya selama di negeri orangIa bekerja di Malaysia sejak 1996 di sebuah perkebunan sawitSetelah empat tahun bekerja, tepatnya pada akhir 2000, Adi pulang ke Lombok untuk mengambil cuti"Waktu itu saya sangat kesal dengan majikan, karena gaji dua tahun terakhir, total RM 5.000 (sekitar Rp 15 juta), belum dibayarkan," katanya.

Selama cuti di Lombok, Adi mengalami depresi berat karena persoalan gaji yang belum dia terima ituSementara kebutuhan di rumah tidak bisa ditunda lagiTiga bulan Adi di rumah, dia pun menjalani perawatan di bawah pengawasan RS Jiwa LombokSetelah merasa lebih sehat, Adi memutuskan kembali ke Malaysia.

Empat bulan Adi di Malaysia, ternyata perlakuan sang majikan tidak berubahDia pun merasa putus asa dan mencoba bunuh diri dengan membakar rumah majikanPada saat Adi akan melakukan niatnya, ibu majikan yang berusia 73 tahun tiba-tiba melintasSecara tidak sadar, pisau yang dia pegang menusuk perut wanita bernama Tan Yook Yong alias Acin itu, hingga meninggal.

"Saya benar-benar lupa apa yang terjadiTiba-tiba saya sudah berada di balai polis (kantor polisi, Red) dengan baju berlumuran darahSelama ini saya tahu bahwa saya membunuh itu dari keterangan teman dan orang lain," ujar Adi.

Setelah peristiwa itu, Adi menjadi tersangka pembunuhan dan ditahan di penjara Sungai Buloh, Selangor, MalaysiaSelama tiga tahun dipenjara, dia tiga kali menjalani persidanganSelama itu pula KBRI Kuala Lumpur tidak mengetahui kasus yang menimpa buruh migran tersebutAkibatnya, dia menjalani proses hukum tanpa pendampingan pengacara yang berkualitas"Waktu itu hidup seperti di nerakaSaya sudah kenyang disiksa dan dipukuli penjaga penjara," tuturnya.

Aktivis Migrant Care yang mendampingi Adi melalui hari-hari itu, Anis Hidayah, mengatakan bahwa awalnya adalah media di Indonesia yang berperan di balik proses hukum AdiSebab, setelah diekspos media massa Indonesia, barulah KBRI mencari tahu kronologi kasus AdiPada 26 Januari 2005, KBRI Kuala Lumpur mengirimkan surat resmi kepada keluarga Adi perihal kasus tersebut"Dan, baru pada saat memasuki sidang keempat, KBRI mendampingi Adi, sekaligus menunjuk dua orang pengacara, yaitu Sulaimi Suloh dan Yasin," kata Anis.

Berdasar catatan Anis, pada 16 Februari 2005, kedua orangtua Adi, Zakiah dan Asnawi, didampingi sang kakak, Saiful, datang ke MalaysiaSetelah tiga hari di Malaysia, mereka belum bisa mengunjungi Adi di penjara karena kendala administratif dan protokoler KBRIBeruntung, pada saat yang sama, Presiden  Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan lawatan ke Malaysia.

Keluarga Adi bertemu dengan Presiden SBY di Wisma IndonesiaKetika itu, Presiden menjanjikan akan membantu kasus Adi agar tidak dihukum matiPresiden SBY, ujar Anis, lantas menginstruksikan Dubes RI untuk Malaysia - ketika itu dijabat Rusdihardjo - agar mengawal proses hukum Adi"Dari situlah ada titik terang untuk membantu Adi," ujar Anis.

Pengadilan Negeri Negeri Sembilan memutuskan vonis mati terhadap Adi pada 2004Namun, pihak Adi segera melakukan banding agar terhindar dari tiang gantungLantas, Mahkamah Tinggi Seremban di Negeri Sembilan Malaysia dalam sidang 10 Agustus 2008 membebaskan Adi dari hukuman gantung.

Lalu, bagaimana Adi bisa lolos dari vonis mati? Adi mengatakan, mahkamah mempertimbangkan kesaksian Mugni, seorang perawat RS Jiwa Mataram yang didatangkan pada sidang 19 Maret 2008"Kesaksian bahwa saya pernah mengalami depresi meringankan hukuman sayaDari semua prosesnya, saya merasa berhutang kepada Pak SBY," katanya pula.

Adi mengenang, dirinya sempat patah arang dan pasrah menanti eksekusi matiSebab, selain tak menyangka bisa lepas dari jerat hukum, keberadaannya di negeri orang membuat jiwanya semakin tertekanBeruntung, hakim justru membebaskan dirinya.

Pasca putusan bebas itu, Adi menunggu surat pengampunan dari Raja Negeri SembilanSelama 1 tahun 5 bulan (10 Agustus 2008 sampai 7 Januari 2010) Adi menunggu surat pengampunan tersebut dan akhirnya bisa pulang kembali ke tanah air, pekan lalu"Entahlah MasMungkin saya terlalu banyak salah kepada ibu, sehingga nasib saya menjadi beginiSaya bersyukur bisa lepas dari sekian banyak cobaan," ujar Adi.

Menurut Asmawi, ayah kandung Adi, keluarga belum memiliki rencana apapun untuk anak pertamanya ituNamun yang pasti, katanya, keluarga belum tentu mengizinkan Adi kembali merantau menjadi TKI di negeri orang"Sebaiknya itu tidak dilakukan lagi karena pengalaman itu," ujar Asnawi.

Berbeda dengan pernyataan sang ayah, Adi justru mengatakan tak kapok bekerja lagi ke negeri jiranMeski memiliki pengalaman pahit, menurutnya pula, kadang tuntutan ekonomi mengharuskan dirinya mencari rezeki di negeri orang"Apa pilihannya? Ndak adaTapi, kalau nanti bisa dapat kerja di sini, ya, menetap saja," katanya.

Dalam waktu dekat, Adi berencana melepas masa lajang dan memiliki keluargaDia kemudian berpesan agar rekan-rekan sesama TKI yang sedang bekerja di negeri orang berhati-hati dan selalu berdoa agar terjauh dari masalah seperti yang pernah dihadapinya.

"Memang, kami disebut pahlawan devisaKadang istilah itu terasa membanggakan dan menyemangati kami, walau kenyataannya bekerja di negeri orang itu adalah sepahit-pahitnya nasib," tutur Adi(kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menang di Pengadilan dengan Injil Cetakan Hongkong 1895


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler