Gerakan Teroris Diyakini Tidak Terorganisir

Rabu, 20 April 2011 – 18:42 WIB

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Taslim Chaniago mendesak kepolisian untuk segera merubah pola-pola penanganan yang selama ini dilakukan dalam menangani aksi terorAlasannya, gerakan teroris sudah tidak terorganisir lagi tetapi lebih kepada kehendak individual sehingga perlu ada perubahan penanganan sebagai konsekuensi dari perubahan pola teroris.

"Gerakan teroris semakin sulit dideteksi karena dalam prakteknya mereka melepas diri dari suatu organisasi

BACA JUGA: Istana Sebut Reshuffle Kabinet Bisa Saja Terjadi

Buktinya, masjid yang berada di kantor polisi pun menjadi target sasaran peledakan bom bunuh diri, sebagaimana yang terjadi di Mapolres Cirebon, Jumat (15/4) lalu," kata Taslim, dalam acara dialog kenegaraan bertema 'Modus Baru Teror Bom dan Stabilitas Daerah', di gedung DPD, Senayan Jakarta, Rabu (20/4).

Menurut anggota DPR asal Sumatera Barat itu, ada modus baru dalam aksi teroris
Bila dalam aksi-aksi teroris sebelumnya terkait dengan jaringan yang terorganisir, kini pelaku banyak yang meledakan bom atas kehendak individual.

“Sekarang bukan perekrutan pengantin, tapi yang sudah didoktrin langsung mau menjadi pengantin tanpa terorganisir,” kata Taslim yang juga melihat tidak ada keterkaitan antara bom Cirebon dengan bom buku sebelumnya

BACA JUGA: Ungkap Jaringan Syarif, Polisi Periksa 30 Saksi

“Kalau bom buku itu permainan intelijen.” katanya


Dalam kesempatan sama, bekas Panglima Kodam (Kodam) Jaya yang juga bekas Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso mengungkapkan bahwa radikalisme agama bertumbuh subur di Indonesia setelah reformasi bergulir

BACA JUGA: Sengketa TPI, KY Tak Akan Intervensi Putusan Hakim

Salah satu sebabnya, masyarakat pernah sangat dikekang sebelum reformasi terjadi“Kalau diilustrasikan, mulut tertutup, tangan terborgol,” katanya.

Lebih tepatnya, pada puncak gerakan reformasi Mei 1998, perilaku masyarakat Indonesia berubah drastisMasyarakat yang tadinya dikenal dunia sebagai masyarakat santun berubah menjadi pemberang“Warga kita menjadi masyarakat yang menyakitkan masyarakat lain, bengis dan brutal,” kata Sutiyoso.

Masyarakat yang bebas ini semakin berbahaya karena tingkat pendidikanya mayoritas rendahHampir 60 persen masyarakat Indonesia hanya lulusan sekolah dasar”Cara berpikir mereka sederhana,” kata dia.

Di sisi lain, masih kata Bang Yos –sapaan akrab Sutiyoso, aparat sangat lemahSehingga fenomena kehadiran kaum radikal menjadi hal biasa dan merambah ke ibukota“Ceramah-ceramah shalat Jumat sangat mengerikan,” kata Sutiyoso.

Untuk mengatasi kelompok radikal, Sutiyoso menyarankan agar tidak hanya menyerahkannya pada polisi dan TNIDiperlukan keterlibatan para kyai dan tokoh agama kharismatik untuk mengembalikan kaum radikal ke ajaran agama yang sejati“Kalau perlu kasih kyai mobil dinas untuk keliling dan memberi pencerahan kepada pihak yang terkontaminasi gerakan radikal,” saran Bang Yos(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Istana Jamin Tak Intervensi Kasus Antasari


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler