jpnn.com, JAKARTA - Ribuan siswa Global Sevilla mulai jenjang pendidikan dasar hingga menengah ikut merayakan peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-90. Acara yang diisi dengan upacara bendera itu berlangsung khidmat.
Yang asing dan lokal (guru maupun siswa) berbaur jadi satu. Sama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya, membaca teks Pancasila, dan Sumpah Pemuda. Sebagian malah menggunakan busana tradisional dari 34 provinsi. Sebagai SPK (Sekolah Perjanjian Kerja sama), Global Sevilla selalu mewajibkan siswa asing untuk tetap belajar bahasa dan budaya Indonesia.
BACA JUGA: Restu Hapsari: Pemuda Garda Terdepan Pembela Pancasila
Direktur Global Sevilla School Robertus Budi Setiono mengungkapkan, peringatan Sumpah Pemuda kali ini sangat istimewa karena berada dalam tahun politik. Dengan memperingatinya, siswa dibangkitkan semangat persatuannya dan dibawa kembali ke masa perjuangan para pemuda pada 90 tahun lalu.
"Seluruh pemuda dari berbagai wilayah yang berbeda bahasa dan budaya sepakat mengikrarkan diri untuk bersatu baik bahasa, tanah tumpah darah, dan berbangsa satu," kata Robertus saat menjadi instuktur upacara di Global Sevilla School Pulomas, Minggu (28/10).
BACA JUGA: Ahmad Iman: Membumikan Sumpah Pemuda di Era Milenial
Anggota Dewan Pakar Pendidikan Jakarta Timur ini juga mengimbau agar seluruh siswa, guru, dan tenaga kependidikan untuk tetap menjaga semangat persatuan. Jangan sampai persatuan porak-poranda gara-gara agenda politik.
BACA JUGA: Merawat Sumpah Pemuda Pada Generasi Milenial
"Ingat politik tidak boleh masuk sekolah. Sekolah harus streril. Jangan sampai anak-anak bermusuhan karena pengaruh orangtuanya yang berbeda pilihan," tegasnya.
Dia juga mewanti-wanti agar seluruh siswa, guru, dan tenaga kependidikan tidak membahas masalah politik di medsos. Larangan ini sudah dipertegas dalam surat edaran (SE) yang telah dikeluarkan.
Ditemui usai upacara, Robertus mengungkapkan, SE dikeluarkan karena menjaga stabilitas di dalam sekolah. Jangan sampai suasana sekolah tidak kondusif karena politik.
"Sebenarnya anak-anak tidak tahu apa-apa tapi ortu yang memengaruhi. Contoh kejadian Pilkada DKI, ada anak yang tadinya bersahabat jadi bermusuhan karena ortunya beda pilihan. Pilkada DKI bener-benar merusak. Kalau sekarang adem ayem. Mudah-mudahan seterusnya bisa sejuk hingga pelaksaan Pilpres 2019," tutupnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Membangun Karakter Pemuda di Era Milenial
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad